Disorot Negatif di Indonesia, Susi Diganjar Penghargaan di Amerika

Meski mendapat sorotan negatif di dalam Negeri, namun kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti justru mendapat penilaian positif dari luar negeri. Setidaknya, itu yang tergambar saat dia melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat awal Juni.

Di Negeri Paman Sam, perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat itu didapuk penghargaan tertinggi Seafood Champion Award untuk kategori kepemimpinan (leadership) dari empat kategori yang ada, yaitu innovation, vision, advocacy, dan leadership.

Dalam gelaran yang dihelat di Seattle, Susi mendapat penghargaan karena dinilai sangat berani memberantas praktik penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau illegal unreported and unregulated fishing yang dilakukan kapal ikan asing (KIA) dan kapal ikan Indonesia (KII) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI).

 

 

Dari keterangan resmi yang dikirimkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi mendapatkan penghargaan tersebut, juga karena dianggap telah berperan penting dalam menjaga kesehatan laut dan praktik pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab, melalui pelarangan penggunaan trawls dan alat tangkap tidak ramah lingkungan lainnya.

“Kepeduliannya terhadap kasus perbudakan yang terjadi di kapal perikanan juga menjadi salah satu aspek penilaian,” demikian menurut Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto yang menerima penghargaan tersebut karena Susi berhalangan hadir.

Rifky mengatakan, penghargaan yang didapat atasannya itu merupakan buah kerasnya selama ini. Sebelum menjadi menteri, kata dia, Susi memulai usaha lebih dulu sebagai pedagang seafood skala kecil di Pangandaran. Di sana, dia bergabung bersama ribuan nelayan kecil lainnya yang mengais rezeki.

“Saat beliau dipercayakan Presiden Joko Widodo untuk menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, beliau merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa lautan sebagai warisan terbesar Indonesia dapat dinikmati seluruh anak bangsa hingga generasi-generasi berikutnya,” ungkap dia.

Rifky kemudian mengatakan, dia dan tim di KKP tak menampik bahwa sosok menteri Susi saat ini sedang menghadapi tantangan atas implementasi kebijakan-kebijakan yang sudah dibuatnya. Namun, dia tak khawatir, karena di sisi lain, masih banyak yang mengakui kebijakan KKP sebagai pencapaian reformasi perikanan dan penegakan hukum.

Kebijakan-kebijakan tersebut, kata dia, seperti penenggelaman kapal penangkap kapal ikan ilegal, moratorium kapal ikan eks asing, larangan bongkar muat di tengah laut (transshipment), dan larangan penggunaan alat penangkapan yang merusak lingkungan.

“Kami percaya, bagaimanapun ini hanyalah permulaan. Ini adalah awal yang baik, tapi kita masih harus melakukan lebih banyak lagi,” tambah dia.

Presiden Seaweb and The Ocean Foundation Mark Spalding mengatakan, penghargaan ini diberikan atas keberanian dan kreativitas orang dan atau organisasi yang dapat mendorong ketersediaan, kemajuan, dan kelestarian stok makanan laut dunia. Seafod Champion Award tahun ini telah menunjukkan tren prioritas solusi praktis dan terjangkau bagi nelayan skala kecil dan negara berkembang.

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat intervensi Delegasi RI pada acara “Dialog Kemitraan 4: Menjaga Keberlanjutan Perikanan” yang digelar dalam rangkaian acara Konferensi Laut PBB di Markas Besar PBB di New York, AS. Foto : Humas KKP

 

Intervensi Indonesia

Meski tidak hadir saat mendapatkan penghargaan, Susi Pudjiastuti tetap hadir dalam “Dialog Kemitraan 4: Menjaga Keberlanjutan Perikanan” yang digelar keesokan harinya dalam rangkaian acara Konferensi Laut PBB di Markas Besar PBB di New York, AS. Bahkan, dalam kegiatan tersebut, Susi menyampaikan intervensi Indonesia berkaitan dengan menjaga laut dunia.

“Lautan menutup sekitar 71% permukaan bumi. Lautan harus dilindungi untuk menumbuhkan dan menjaga kelestarian kehidupan laut. Ini merupakan tugas kita untuk menjaga hak lautan,” ungkap dia.

Susi mengatakan, agar lautan bisa dijaga dengan baik, perlu campur tangan masyarakat dunia secara langsung. Kata dia, masyarakat dunia harus memahami bahwa lautan dan kehidupan yang terkandung di dalamnya berhak untuk hidup lestari.

Untuk itu, menurut Susi, dunia memerlukan suatu badan global untuk mengatur perlindungan terhadap hak laut, yang tak akan terganggu oleh agenda politik apapun. Namun, menurutnya, Badan yang ditunjuk harus mengawasi kehidupan laut seperti ikan dan terumbu karang yang hidup di dalamnya.

“Khususnya dengan bersama-sama berjuang melawan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing,” tutur dia.

Lebih jauh Susi menjelaskan, agar kelestarian sumber daya alam yang ada di laut bisa tetap terjaga dengan baik, laut lepas perlu dijaga dengan manajemen yang lebih baik. Tujuannya, untuk memastikan penangkapan hasil laut di sebuah negara melaksanakan sistem berkelanjutan.

Untuk itu, Susi menyarankan agar negara-negara dunia melakukan penangkapan menggunakan peralatan dan metode yang aman, mengontrol Fish Agregating Device (FAD) atau rumpon, dan tidak menguras induk-induk ikan yang bermigrasi menuju zona perkembangbiakan mereka.

 

Delegasi RI yang dipimpin Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kanan depan) pada acara “Dialog Kemitraan 4: Menjaga Keberlanjutan Perikanan” yang digelar dalam rangkaian acara Konferensi Laut PBB di Markas Besar PBB di New York, AS. Foto : Humas KKP

 

“Ketika induk-induk ikan tidak kembali ke zona perkembangbiakan (akibat ditangkap), bayi-bayi ikan tidak akan lahir untuk menjaga keberlanjutannya, sehingga dunia akan kehabisan stok ikan,” papar dia.

Dengan dilakukan perlindungan, Susi menyebut bahwa itu juga akan memberi manfaat kepada nelayan tradisional karena mereka adalah industri skala kecil yang sangat rentan. Jika sudah begitu, nelayan juga akan merasakan dampaknya hingga bisa mencapai kesejateraan secara ekonomi.

“Laut harus dapat menjadi sarana nelayan kecil untuk meningkatkan kualitas hidup mereka,” ucap dia.

Mengingat perlindungan terhadap laut sangatlah penting, Susi meminta agar dunia memahami bahwa IUU Fishing bisa berdampak buruk bagi kesehatan laut. Praktik tersebut juga masuk dalam kategori kejahatan transnasional yang terorganisir.

Dalam praktiknya, kata Susi, selain melakukan pencurian ikan juga terjadi perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan bakar minyak (BBM) ilegal, IUU Fishing juga melakukan kejahatan seperti penyelundupan binatang langka.

Dengan ancaman yang sangat tinggi, Susi meminta PBB mengakui bahwa kejahatan perikanan transnasional terorganisir (transnational organized fisheries crime) dalam resolusi Majelis Umum PBB.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya IUU Fishing, diperlukan sebuah tim ahli independen yang akan merekomendasikan rencana untuk melembagakan kejahatan perikanan transnasional terorganisir. Kemudian, juga untuk mendorong pengakuan berdasarkan Dokumen Resolusi Majelis Umum PBB.

 

Laut Keberlanjutan

Lebih jauh Susi menceritakan bagaiman kondisi Indonesia di masa lalu saat pengelolaan wilayah laut masih buruk. Menurutnya, dulu Indonesia kurang memperhatikan aspek keberlanjutan dalam tata kelola wilayah perikanan dan kelautan. Kondisi itu diperparah dengan maraknya praktik illegal fishing yang membuat Indonesia kehilangan banyak stok ikan.

“Berdasarkan data statistik tahun 2003-2013, stok ikan di lautan Indonesia berkurang hingga 30 persen,” jelas dia.

Susi kemudian bercerita, dulu saat masih menjadi pengusaha perikanan, dia harus membeli 30 sampai 40 ton ikan dari pasar ikan setiap hari untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat. Namun, lambat laun, dia kemudian hanya bisa mendapatkan 100 kg ikan saja.

“Saya tidak tahu mengapa itu bisa terjadi, hingga saya menjadi Menteri dan menemukan alasannya. Ternyata penyebabnya adalah praktik illegal fishing dan penangkapan yang tak memperhatikan keberlanjutan,” kenang dia.

Karena sadar bahwa keberlanjutan menjadi kunci, Susi setelah menjadi Menteri kemudian menerapkannya dalam semua program kerja. Dalam dua tahun kepemimpinannya sejak 2014, berbagai kemajuan dan perbaikan langsung terlihat nyata, termasuk peningkatan stok ikan Indonesia.

Berdasarkan Data Komisi Pengkajian Ikan Nasional, pada 2014 stok ikan Indonesia hanya 6,5 juta ton. Kemudian, pada 2016 jumlahnya sudah mencapai 12 juta ton. Selain itu, angka konsumsi ikan masyarakat juga meningkat dari 36 kg per kapita pada 2014 meningkat jadi 43 kg per kapita di 2016.

“Pembatasan kuota guna menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan usaha memerangi IUUF ini, saya pikir juga menjadi perhatian anggota PBB lainnya. Indonesia juga sudah membuktikan dengan stok tuna yang fantastis, di mana 60 persen yellow fin tuna dunia berasal dari Indonesia,” tandas dia.

Konferensi Laut PBB sendiriberlangsung pada 5-9 Juni 2017 dengan mengusung tema Our Ocean, Our Future: Partnering for the Implementation of SDG’s 14. Tujuannya untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang diperlukan dalam implementasi Sustainable Development Goals (SGD’s) No.14.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,