Kawanan Gajah Kembali Masuk Kebun Masyarakat, Kenapa Terjadi?

 

 

Berbagai aktivitas membuka lahan di Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, membuat kehidupan gajah sumatera kian terdesak di wilayah jelajahnya. Gajah-gajah ini akhirnya berkonflik dengan masyarakat ketika daerah pergerakannya itu sudah tidak lagi menjadi habitat alaminya. Kondisi tersebut sebagaimana yang dilaporkan masyarakat di Sebengung, Dusun Tulung Kemang, Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, mengenai masuknya puluhan gajah ke kebun mereka, sepekan terakhir.

“Ada puluhan gajah. Sekitar 25 – 30 individu. Sebagian besar anak-anak,” kata Sobri, warga Sebengung, Jumat (14/07/2017). “Gajah-gajah ini merusak dan memakan tanaman kami, seperti pohon karet muda, pohon pisang dan bambu,” lanjutnya.

Menurut Sobri, mereka berusaha menghalau kawanan gajah dengan berbagai cara. Seperti, membuat bunyi-bunyian dan menyalakan obor tapi gajah tidak beranjak. Akhirnya, warga memilih membiarkan saja.

“Kami tidak dapat berbuat apa-apa jika ada kawanan gajah masuk kebun. Kami hanya berusaha menghalau. Kalau kami membunuhnya, kami jelas akan ditangkap dan dihukum sebab gajah hewan dilindungi,” ujarnya.

 

Baca: Di Malam Takbiran, Warga Dusun Ini Terus Berusaha Menghalau Kawanan Gajah

 

Seringguk, warga Desa Cengal, membenarkan jika sebagian besar wilayah dusun di daerahnya merupakan daerah lintasan gajah. “Hampir setiap tahun pasti ada kawanan gajah yang masuk kebun warga.”

Tahun lalu, misalnya, di malam takbiran Idul Fitri, warga Dusun Talang Petai, Desa Ulak Kedondong, Kecamatan Cengal, Kebupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, harus menghalau kawanan gajah sekitar 30 individu dari dusun mereka.

Seringguk tidak tahu apakah hanya satu kawanan gajah saja yang masuk ke perkebunan masyarakat. “Yang jelas, jumlah gajah dibandingkan lima tahun lalu kian bertambah. Dulu berkisar 15 individu.”

Kenapa masuk kebun masyarakat? Menurut Seringguk, sudah banyak hutan di lahan gambut atau sekitarnya yang rusak, dijadikan perkebunan atau terbakar, sehingga gajah kehilangan pakannya.

“Tapi kemungkinan besar, kebun masyarakat yang dimasuki kawanan gajah memang sebelumnya sudah menjadi wilayah jelajah mereka,” jelas penggiat lingkungan dan budaya Cengal ini.

 

Gajah sumatera yang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Dahulunya, mamalia besar ini begitu dihormati dan mendapat tempat terhormat, baik sebagai penyambut tamu hingga sebagai pasukan perang. Mengapa sekarang nasibnya mengenaskan? Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pernah dipindahkan, tetap bertahan

Meskipun dilakukan pemindahan gajah besar-besaran pada 1982 dari Air Sugihan, Cengal, dan sekitarnya ke wilayah Lampung, demi melindungi perkampungan transmigran yang sering dimasuki kawanan gajah, saat Emil Salim menjabat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, namun habitat gajah sumatera di Kabupaten OKI dan Banyuasin tidak begitu saja menghilang.

Saat itu atas perintah Presiden Soeharto, Letkol I Gusti Kompyang (IGK) Manila bersama 400 anggotanya yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Ganesha memindahkan kawanan gajah liar sebanyak 232 individu dari Air Sugihan ke Lebong Hitam, Lampung. Jaraknya sekitar 70 kilometer.

Saat ini kawanan gajah liar yang masih ada selain di kawasan Air Sugihan di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor, juga Cengal dan di Gajah Mati.

Berdasarkan catatan Mongabay Indonesia, gajah sumatera di Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor, Kabupaten Banyuasin, tercatat 40-an gajah liar, dan 20-an gajah yang sekolah di Pusat Latihan Gajah Padang Sugihan. Hampir setiap gajah di sini beranak, yang sebagian besar di kirim ke Lampung, kemudian dibawa ke Jawa.

 

Baca juga: Nasib Gajah Sumatera di Tengah Rusaknya Lahan Gambut Air Sugihan

 

Dr. Najib Asmani, Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan, menyatakan senang ditemukannya sejumlah kawanan gajah di Kabupaten OKI. “Semoga masyarakat turut melindunginya. Kawanan gajah itu tidak akan menyerang manusia jika tidak diganggu. Gajah-gajah itu akhirnya juga akan pergi, tidak lama mereka berada di satu tempat. Lagi pula, sebagian besar lahan yang dijadikan kebun oleh warga dulunya merupakan kawasan lintasan gajah,” ujarnya.

Salah satu tujuan restorasi gambut, Menurut Najib, yakni mengembalikan kondisi lahan dan juga hutannya dengan memberikan jaminan bagi kehidupan satwa khas sumatera yang hidup di lahan gambut dan sekitarnya. “Sebut saja gajah dan harimau sumatera,” tuturnya.

 

Perkiraan jumlah gajah sumatera dan sebarannya saat ini. Sumber: WWF-Indonesia

 

Gajah sumatera berdasarkan Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2012, dimasukkan dalam status Kritis (Critically Endangered/CR). Status ini naik satu peringkat yang sebelumnya dikategorikan Genting (Endangered/EN).

Kondisi ini dikarenakan menurunnya populasi gajah yang pada 2007 diperkirakan berjumlah 2.400 – 2.800 dan sekarang, angka tersebut kemungkinan berkurang hingga setengahnya. Faktor lainnya adalah sekitar 69 persen habitat potensial gajah sumatera juga telah hilang dalam waktu 25 tahun terakhir. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan anak jenis gajah asia, satu dari dua spesies gajah yang ada di dunia.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,