Organisasi lingkungan, Walhi, menggugat Menteri Energi Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan ke PTUN Jakarta Timur, karena telah mengeluarkan izin operasi produksi kepada perusahaan tambang emas, PT Citra Palu Minerals (CPM), Selasa (27/2/18). Menteri ESDM dinilai melanggar UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keputusan Menteri ESDM yang digugat bernomor 422.K/30/DJB/2017 tertanggal 14 November 2017, soal persetujuan peningkatan tahap operasi produksi kontrak karya CPM seluas 85.180 hektar di Luwu Utara (Sulawesi Selatan) dan Donggala dan Paringi Moutong (Sulawesi Tengah).
Abdul Haris, Direktur Eksekutif Walhi Sulteng mengatakan, di wilayah izin CPM termasuk kawasan konservasi, bahkan KLHK memasukkan dalam peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PIPPIB). Setidaknya, ada 18.000 hektar hutan primer di dalamnya dan masuk taman hutan rakyat.
“Kemudian Menteri ESDM tak melihat ini sebagai satu wilayah perlindungan lingkungan hidup. Malah memberikan izin kepada CPM beroperasi hingga 2030,” katanya.
Sebenarnya, gugatan ke PTUN ini sebagai bagian upaya mereka melindungi lingkungan lebih luas sebagai tempat tinggal manusia ke depan. Mereka khawatir, kala CPM beroperasi, akan terjadi kerusakan lingkungan.
Haris mengatakan, gugatan kepada ESDM setelah mendapatkan seluruh dokumen perizinan. Dokumen-dokumen itu dianalisis, overlay, dan investigasi lapangan. Walhi Sulteng juga sempat mendatangi KLHK dan KESDM. Tak ada tanggapan berarti.
Dia bilang, dari dokumen izin lingkungan dan operasi produksi yang mereka peroleh, ada indikasi kerusakan lingkungan. Dia contohkan, merujuk izin lingkungan diterbitkan Gubernur Sulteng, izin lingkungan luasan sekitar 700-an hektar.
“Blok Poboya itu 27.000 hektar. Jadi izin lingkungan itu tak mencakup keseluruhan blok. Kepmen izin operasi dan produksi untuk CPM 85.180 hektar. Jadi antara kajian lingkungan hidup dan izin operasi produksi, tidak berkesesuaian.”
Antara luas satu dengan yang lain, antara izin lingkungan, kajian analisis mengenai dampak lingkungan maupun kepmen operasi produksi itu, katanya, tak ada kesesuaian.
Pun lokasi juga berbeda. Kalau merujuk Kepmen ESDM terkait izin operasi produksi CPM, terdapat lima blok. Yang ada izin lingkungan, hanya satu blok.
“Regulasi ini akan menambah dampak buruk bagi lingkungan hidup dan keselamatan rakyat dan mengancam sumber-sumber penghidupan masyarakat hulu hingga hilir yang sebelumnya terdampak bisnis anak usaha Bumi Resources ini,” katanya.
Menteri ESDM, katanya, abai terhadap prinsip kehati-hatian dini yang seharusnya jadi pegangan Kementerian sektoral sumber daya alam.
“Terbaru dari informasi yang kami dapatkan, CPM sudah memulai membangun infrastruktur. Perusahaan ini ditargetkan tahun 2019 masih membangun konstruksi.”
Di lokasi itu, katanya, sudah ada pertambangan ilegal dan pertambangan rakyat. Setidaknya, kata Haris, ada empat perusahaan tambang ilegal di sana.
Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, upaya hukum Walhi ini sebagai upaya memaksa negara mengakhiri rezim pertumbuhan ekonomi berbasis ekstraktif yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan keselamatan warga.
Dia berharap, upaya ini bisa memutus rantai impunitas yang biasa didapatkan korporasi lewat perizinan.
Dia menilai, UU 32/2009 belum jadi payung hukum atau pertimbangan hukum bagi kementerian sektoral ketika mengeluarkan kebijakan. “Ini ironi. Sebenarnya UU ini harus dipatuhi semua orang. Warganegara saja harus patuh, apalagi kementerian sektoral.”
Foto utama: Aksi Walhi de depan PTUN Jakarta Timur, usai serahkan gugatan kepada Menteri ESDM, Selasa (27/2/18). Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia