Kontroversi penayangan acara Para Petualang Cantik (PPC) episode “Surga Bawah Laut di Pulau Derawan” yang tayang di stasiun televisi Trans7 pada Minggu (22/4/2018) pukul 10.00 masih terus bergulir. Meski pihak manajemen televisi sudah memuat pernyataaan permintaan maaf, tetapi banyak pihak yang menuntut manajemen televisi untuk segera mengambil tindakan lebih nyata, seperti pencabutan tayangan tersebut dari sosial media atau televisi daring milik mereka.
Pemicu terjadinya protes di sosial media, adalah berkaitan dengan penayangan adegan dua perempuan pembawa acara PPC tersebut tengah menguliti, memasak dan menikmati hidangan yaitu kerang raksasa bernama Kima (giant clams), yang statusnya sejak 1999 sudah dilindungi di Indonesia.
baca : Beginilah Nasib Kima Di Takabonerate
Lewat akun sosial media, Trans7 langsung memberikan tanggapan tentang kesalahan mereka tersebut. Dalam pernyataannya, mereka mengaku lalai karena tidak melakukan riset mendalam terkait biota laut yang ada dalam adegan. Kelalaian tersebut, kemudian berlanjut hingga pada tahap produksi akhir sebelum seluruh adegan akan ditayangkan secara nasional.
Walau sudah ditayangkan pernyataan tersebut, warganet tetap belum bisa menerima kesalahan pihak Trans7. Bentuk kekesalan tersebut diekspresikan warganet melalui beragam komentar yang menohok. Tak jarang, di antara warganet ada yang mempertanyakan profesionalitas Trans7 sebagai stasiun televisi nasional.
baca : 330 Anakan Kima Disebar Untuk Restorasi Perairan Nusa Dua
Permohonan maaf yang dimuat di akun sosial media acara tersebut di Instagram, sempat bertahan sepanjang hari pada Minggu (22/4/2018). Tetapi, pada Senin (23/4/2018), permohonan maaf tersebut sudah tidak nampak lagi di akun mereka. Hanya terlihat, cuplikan episode acara tersebut yang menampilkan Kabupaten Berau sebagai lokasi pilihan, dan tidak lain adalah lokasi tempat kejadian adegan Kima dimasak dan dimakan.
Sebelum permohonan maaf dilakukan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sempat melayangkan protes keras melalui akun sosial media mereka di Twitter. Dalam protesnya, KKP yang diwakili Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), meminta penjelasan dari Trans7 tentang tayangan tersebut. Tak lupa, KKP menyebutkan bahwa Kima adalah biota laut yang sudah dilindungi penuh sejak 1999.
Sekretaris Direktorat Jenderal PRL Agus Dermawan yang dikonfirmasi pada Senin (23/4/2018), membenarkan bahwa KKP melayangkan protes kepada Trans7. Protes tersebut kemudian langsung ditanggapi oleh pihak manajemen televisi tersebut dan kemudian dilakukan pertemuan secara tertutup di kantor KKP Jakarta, pada Senin (23/4/2018), dari siang hingga petang hari.
baca : Dari Eksploitasi Kerang Raksasa sampai Konservasi Gonggong
Pihak @TRANS7 menyampaikan permohonan maaf dan menyesal krn ketidak tepatan penayangan @ppc_trans7 pd edisi Derawan 3 mengkonsumsi Kima dan akan mengklarifikasi tayangan tersebut pd edisi berikutnya @kkpgoid @susipudjiastuti @DitjenPRL @satyamurti pic.twitter.com/sp0EF68qLJ
— Pendayagunaan Pesisir & Pulau-Pulau Kecil (P4K) (@Direktorat_P4K) April 23, 2018
Kepada Mongabay, Agus menyebut bahwa pertemuan tersebut membahas tentang klarifikasi Trans7 dan membahas tentang permintaan maaf dari mereka yang mengakui tentang kesalahan dalam tayangan acara Para Petulang Cantik. Dengan adanya permintaan maaf, dia berharap kelalaian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang dalam bentuk apapun.
“Ini baru saja selesai pertemuaannya. Tadi memang membahas banyak,” ucap Agus saat dihubungi Mongabay Indonesia.
Klarifikasi
Dalam pertemuan tersebut, pihak manajemen Trans7 diberikan surat teguran dari KKP yang berisi tentang permintaan klarifikasi tentang pemakaian Kima sebagai salah satu tokoh adegan. Pihak Trans7 kemudian langsung mengakui kesalahannya dan berjanji akan memperbaiki keadaan secepatnya. Bentuk perbaikan itu, akan dilakukan melalui berbagai cara, seperti penurunan cuplikan dan informasi tentang acara yang menayangkan Kima di akun sosial media mereka.
Selain itu, dari kesepakatan pada pertemuan tersebut, diketahui kalau manajemen Trans7 akan membuat tayangan khusus tentang sosialisasi Kima sebagai biota laut dilindungi di Indonesia dan dunia. Cara-cara seperti itu, diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat dan meredakan kemarahan masyarakat yang terlanjur melihat tayangan acara tersebut.
baca : Melestarikan Kerang Laut Abalon yang Sangat Mahal di Meja Makan Restoran
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Satwa dan Tumbuhan, Kima tercatat menjadi satu dari total 294 satwa dan tumbuhan yang dilindungi. Dalam peratuan tersebut, dijelaskan juga jenis Kima yang ada di Indonesia dan dilindungi dan berjumlah 7 jenis.
Tujuh jenis Kima tersebut yaitu kima tapak kuda (Hippopus hippopus), Kima kuku beruang atau Kima Cina (Hippopus porcellanus), Kima kunai (Tridacna crocea), Kima selatan (Tridacna derasa), Kima raksasas (Tridacna gigas), Kima kecil (Tridacna maxima) dan Kima sisik (Tridacna squamosal).
Secara garis besar, Kima masuk dalam kelompok genus kerang-kerangan yang berukuran besar. Biasanya, Kima tumbuh dan berkembang di perairan laut hangat seperti di perairan Indonesia. Dengan fakta seperti itu, tidak mengherankan jika Indonesia menjadi habitat favorit bagi Kima. Dari 10 jenis Kima yang ada di dunia, 7 jenis tercatat hidup dan berkembang di perairan Indonesia, termasuk perairan di Derawan, Kabupaten Berau.
Sementara, dilansir dari laman Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, disebutkan bahwa Kima salah satu kerang dengan bentuk dan ciri yang paling unik di antara semua jenis kerang. Ukuran cangkangnya sangat besar dan berat, sehingga disebut kerang raksasa (giant clams). Mantelnya yang memiliki sistem sirkulasi khusus, menjadi tempat tinggal bagi zooxanthellae, makhluk aneh separuh hewan dan separuh tumbuhan yang berbulu cambuk dari marga Symbidinium.
Saat ini, BPSPL Padang mencatat, ada 10 jenis kima yang tersebar di perairan tropis di Samudera India dan Pasifik. Marga Tridacna meliputi 8 jenis dan marga Hippopus hanya terdiri dari 2 jenis. Indonesia merupakan daerah pusat penyebaran kima di dunia. Sebanyak 7 spesies kima dapat ditemukan di perairan nusantara.
Sementara, tiga jenis lainnya termasuk jenis kima endemik yang tidak umum dan tersebar di luar Indonesia, yaitu: Kima Laut Merah, Kima Mauritius dan Kima Tevoro dari Kepulauan Fiji dan Tonga (Niartiningsih, 2007).
Kima (giant clams) merupakan salah satu hewan laut yang dilindungi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. PP No.7/1999 memasukkan ke tujuh jenis kima yang hidup di Indonesia menjadi hewan yang dilindungi. Penetapan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa populasi kima di alam sudah sangat menurun terutama disebabkan pemanfaatan manusia (Ambariyanto, 2007).
Kima memberikan peran penting bagi ekologi terumbu karang seperti sebagai tempat memijah untuk berbagai organisme karang lainnya, kima dijadikan makanan dan diperdagangan untuk aquarium. Saat ini kima telah mengalami over eksploitasi (Gomez at al., 2006 dalam Neo, 2009). Walaupun tujuh jenis kima di Indonesia diperkirakan masih ada, beberapa lokasi diduga telah mengalami penurunan jumlah populasi dan kehilangan jenis kima akibat eksploitasi.