- Sebanyak 87 kontainer sampah plastik ilegal masuk ke Indonesia, 24 kontainer sudah berada di Kawasan Berikat, PT Advance Recycle Technology (ART) di Cikupa, Tangerang, sedang 63 kontainer masih di Pelabuhan Tanjung Priok.
- Pada Oktober 2019, dua warga Singapura, selaku direktur dan komisaris perusahaan, jadi tersangka.
- Kasus ini bermula dari permohonan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Tangerang kepada Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 untuk pemeriksaan bersama terkait impor limbah skrap plastik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menolak karena sampah plastik tak ada dokumen sah.
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, selama April-Agustus 2019, telah diperiksa 882 kontainer berisi skrap plastik dan skrap kertas. Sebanyak 772 berisi skrap plastik dan 318 skrap plastik tercampur sampah atau limbah B3 hingga harus reekspor, sisanya, dinyatakan bersih. Kontainer bermasalah tersebar di Pelabuhan Batu Ampar Batam sebanyak 186 kontainer dan 132 kontainer di Kawasan Berikat Banten.
Sekitar 87 kontainer limbah atau sampah plastik terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) bisa masuk ke Indonesia, secara ilegal. Sebanyak 24 kontainer sudah berada di Kawasan Berikat, PT Advance Recycle Technology (ART) di Cikupa, Tangerang, sedang 63 kontainer masih di Pelabuhan Tanjung Priok.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memproses kasus ini. Sejak pekan pertama Oktober 2019, dua warga Singapura, selaku direktur dan komisaris perusahaan, jadi tersangka.
Dua tersangka warga Singapura ini, berinisial LSW dan KWL, diduga memasukkan 87 kontainer limbah berupa plastik B3 dengan ilegal. “Berdasarkan keterangan tersangka, 87 kontainer limbah impor ini berasal dari Hong Kong, Spanyol, Kanada, Australia dan Jepang,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum, KLHK, di Jakarta, pekan lalu.
Baca juga: Setelah Surabaya, Pemerintah akan Kembalikan Sampah di Batam ke Negara Asal
Saat memproses barang bukti, lanjut Roy, sapaan akrabnya, penyidik menemukan skrap plastik terkontaminasi limbah B3 berupa printed circuit board (PCB), remote control bekas, baterai bekas dan kabel bekas.
Kasus ini bermula dari permohonan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Tangerang kepada Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 untuk pemeriksaan bersama terkait impor limbah skrap plastik.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana Dirjen Gakum KLHK, Direktorat Verifikasi Limbah B3, tak bersedia memeriksa bersama atas impor limbah PT ART karena tak disertai dokumen sah.
“Jadi perlu tindakan hukum,” katanya.
Yazid bilang, ART diduga memasukkan limbah plastik ke Indonesia sejak Mei-Juni 2019. Berdasarkan olah tempat kejadian perkara (TKP), keterangan saksi dan ahli, katanya, impor ART tak dilengkapi persetujuan impor limbah non B3 dari Kementerian Perdagangan dan rekomendasi KLHK maupun Kementerian Perindustrian.
Saat ini, kasus masuk tahap penyusunan berkas perkara dengan penetapan dua tersangka, KWL selaku Direktur ART dan LSW Komisaris ART.
Atas perbuatan ini kedua tersangka kena Pasal 105 dan 106 UU/32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Penyidik juga mempertimbangkan mengenakan pasal tambahan yakni, Pasal 116 dan Pasal 119 yang bisa menjerat badan usaha karena perampasan dengan beberapa konsekuensi, seperti perampasan keuntungan dari tindak pidana, atau penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha. Atau, perbaikan, pewajiban mengerjakan yang dilalaikan tanpa hal dan penerapan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
Roy bilang, KLHK akan menindak tegas pelaku pengimpor limbah B3 tanpa izin. “Kita tak boleh jadikan negara kita tempat pembuangan sampah atau limbah negara lain karena dapat berdampak pada kesehatan masyarakat dan lingkungan. Pelakunya harus dihukum seberat-beratnya. Harus ada efek jera agar tidak terjadi lagi,” katanya.
Baca juga : Kenapa Rencana Impor Sampah Plastik Harus Dilarang?
Penetapan tersangka warga asing kasus impor limbah tanpa izin ini pertama kali sejak UU PPLH ada.
Penyidik KLHK juga sedang mendalami dugaan pidana lain oleh LSW, karena jumlah limbah B3 sebanyak 580 ton dikemas dalam jumbo bag dan diduga limbah berupa Zinc Oxide, Slag Sn, Zinc Catalys, Zinc Concentrate, Nickel Compound dan Batu Cu.
Kalau terbukti, katanya, pelaku akan kena ancaman pidana lain, yaitu, pasal pengelolaan limbah B3 tanpa izin dengan pidana paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
Penanganan impor limbah B3
Achmad Gunawan Widjaksono, Direktur Verifikasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3, KLHK, mengatakan, selama semester pertama tahun ini sudah ratusan kontainer impor limbah B3 masuk Indonesia ditahan Bea dan Cukai setempat.
Kontainer-kontainer ini masuk melalui sejumlah pelabuhan, seperti Tanjung Perak, Batu Ampar, Tanjung Priok dan di Kawasan Berikat Banten.
Melalui hasil pemeriksaan bersama antara KLHK dan Bea Cukai diketahui, kontainer ini sebagian terkontaminasi limbah B3 atau tercampur sampah.
“Ini tentu jadi sorotan serius dan mengkhawatirkan, jika tak segera dicegah, Indonesia hanya menjadi tempat sampah bagi negara lain,” katanya.
Kondisi itu, katanya, bisa mengakibatkan Indonesia terbebani limbah dan residu yang berdampak pada daya dukung daya tampung lingkungan.
Larangan sampah masuk Indonesia sudah diatur dalam UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Larangan serupa tentang limbah B3 ke Indonesia juga dalam UU PPLH.
Pengecualian berlaku untuk limbah yang diatur perundang-undangan lain. Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah B3 mengatur impor enam komoditi limbah non B3, yaitu skrap logam, kertas, plastik, kaca, karet dan tekstil.
Menurut Gunawan, selain menangani langsung pemeriksaan kontainer, KLHK juga upaya preventif memperketat prosedur evaluasi fasilitas pengelolaan limbah importir dan neraca massa penggunaan bahan baku dan limbah.
“KLHK juga mendukung revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah B3 serta perbaikan tata kelola sampah dalam mendukung penyediaan bahan baku industri dalam negeri,” kata Gunawan.
Hal ini, katanya, sejalan kebijakan Presiden Joko Widodo, pada rapat terbatas kabinet pada 27 Agustus 2019 untuk memaksimalkan potensi sampah dalam negeri untuk keperluan bahan baku.
Presiden juga minta percepatan penyelesaian regulasi untuk memperbaiki tata kelola impor sampah dan limbah, menegakkan aturan dan pengawasan ketat. Juga pengambilan langkah tegas atas pelanggaran di lapangan serta koordinasi antara menteri agar tak terjadi perbedaan pandangan yang menghambat penanganan importasi.
KLHK mencatat, selama April-Agustus 2019, telah diperiksa 882 kontainer berisi skrap plastik dan skrap kertas. Sebanyak 772 berisi skrap plastik dan 318 skrap plastik tercampur sampah atau limbah B3 hingga harus reekspor, sisanya, dinyatakan bersih.
Kontainer bermasalah tersebar di Pelabuhan Batu Ampar Batam sebanyak 186 kontainer dan 132 kontainer di Kawasan Berikat Banten.
“Terhadap kontainer yang tercampur sampah dan atau limbah B3 KLHK telah mengeluarkan surat rekomendasi untuk reekspor.”
Untuk reekspor dengan koordinasi Bea dan Cukai. Sampai saat ini, katanya, reekspor untuk kontainer terkontaminasi atau tercampur limbah B3 dan tercampur sampah masih terus berjalan.
KLHK juga menerbitkan surat rekomendasi 318 kontainer untuk reeskpor. Surat rekomendasi untuk sembilan kontainer lain juga sudah keluar sejak 16 Agustus lalu.
“Penanganan importasi limbah ilegal ini memerlukan proses tidak sebentar.”
Untuk itu, katanya, secara nasional perlu penguatan pemahaman antar instansi terkait dalam penanganan termasuk pengawasan di kawasan perbatasan dan setelah perbatasan.
Selain itu, katanya, perlu data dan informasi akurat serta prosedur jelas soal pengembalian limbah ilegal ke negara asal.
Keterangan foto utama: Sebanyak 24 kontainer sampah plastik ilegal masuk ke Indonesia, 24 kontainer sudah berada di Kawasan Berikat, PT Advance Recycle Technology (ART) di Cikupa, Tangerang, sedang 63 kontainer masih di Pelabuhan Tanjung Priok. Foto: dari Facebook Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum, KLHK.