- Sumatera Barat, salah satu provinsi di Indonesia yang tidak lepas dari berbagai persoalan akibat aktivitas penambangan batubara dan mineral. Selain bencana alam, seperti longsor dan banjir, juga masyarakatnya hidup miskin karena banyak lahan yang rusak atau tidak dapat dikelola menjadi lahan pertanian.
- Pada 2017, LBH Padang mencatat ada 278 izin tambang mineral dan batubara di Sumatera Barat. Sekitar 79,74% atau 153 izin tambang berstatus non-CnC [Clean and Clear]. Hanya 125 izin yang CnC. Total luas lahan izin usaha pertambangan [IUP] mencapai 282.971 hektar atau 6,69% dari luasan daratan di Sumatera Barat yang sekitar 4,2 juta hektar.
- Pada 20 Oktober 2017, Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Padang memerintahkan Gubernur Sumatera Barat mencabut IUP 26 perusahaan tambang yang non-CnC.
- Korem 032/Wirabraja melalui Kodim 0310/Sijunjung Sawahlunto Dharmasraya mengelola lahan bekas tambang batubara dan emas di Sawahlunto dan Sijunjung menjadi lahan produktif, baik sebagai perkebunan ubi kayu, jagung dan pembesaran ikan keramba. Puluhan pekerja eks tambang beralih menjadi petambak ikan.
Baca sebelumnya:
Wawancara Kunto Arief Wibowo: Butuh Komitmen Bersama Atasi Bencana Alam
Danau Maninjau, Buya Hamka dan BIOS 44
**
Satu persoalan besar atau dampak dari aktivitas penambangan di Indonesia adalah bagaimana memanfaatkan lahan bekas itu, kembali produktif. Penambangan terbuka batubara, emas, dan lainnya, pastinya meninggalkan lubang-lubang tidak termanfaatkan dan sungguh berbahaya bagi warga di sekitar.
“Penambangan mineral di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat, meninggalkan sejumlah persoalan, terutama dirasakan oleh masyarakat di sekitar lokasi. Selain ancaman bencana, seperti banjir dan longsor, mereka juga hidup miskin dan sulit kembali menjadi petani setelah penambangan berakhir. Banyak lahan menjadi tidak produktif, baik legal maupun ilegal. Jika tidak segera diselamatkan, mereka berpotensi menjadi beban berkelanjutan Pemerintah Indonesia,” kata Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo, Komandan Korem 032/Wirabraja, kepada Mongabay Indonesia, di kantornya, Padang, Sumatera Barat, Rabu [15/1/2020].
Berapa luas lahan di Sumatera Barat yang digunakan penambangan mineral dan batubara? Berdasarkan data yang dikumpulkan Lembaga Bantuan Hukum [LBH] Padang, dikutip dari Sumatra.bisnis.com, pada 2017 tercatat 278 izin tambang mineral dan batubara.
Sekitar 79,74% atau 153 izin tambang berstatus non-CnC [Clean and Clear]. Hanya, 125 izin yang CnC. Total luas lahan izin usaha pertambangan [IUP] mencapai 282.971 hektar atau 6,69% dari luasan daratan Sumatera Barat yang sekitar 4,2 juta hektar.
Pada 20 Oktober 2017, Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN] Padang memerintahkan Gubernur Sumatera Barat mencabut IUP 26 perusahaan tambang yang non-CnC.
Sementara, potensi tambang emas di Sumatera Barat cukup besar. Misalnya di kawasan hutan Manggani, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota. Dikutip dari Harian Haluan, berdasarkan data terakhir Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] Sumatera Barat, kandungan emas di Manggani mencapai 900 ribu ton biji emas dan 5,85 ton logam murni.
Diduga, bukan hanya emas, tapi ada perak dan timah di lokasi tersebut. Namun, Manggani berada di kawasan konservasi sehingga tidak dapat dilakukan penambangan.
Dijelaskan Dian Hadiyansyah, ahli Geologi Dinas ESDM Sumatera Barat, dalam berita tersebut, Kabupaten Solok Selatan merupakan daerah yang memiliki potensi emas terbesar di Sumatera Barat. Diperkirakan, terdapat cadangan emas sebesar 749 kilogram dan potensi sumber daya tertunjuk sebesar 1.068.000 ton.
Terkait perizinan tambang emas, Dian menjelaskan, hingga saat 2018 belum ada perusahaan tambang yang memperoleh izin dari Dinas ESDM Sumatera Barat. Sejak diterbitkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, izin pertambangan di Indonesia makin diperketat. Salah satu aturan yang dimuat dalam aturan tersebut, tidak boleh melakukan penambangan di kawasan hutan lindung.
Abu batubara dan lahan kritis
Berdasarkan persoalan tersebut, Korem 032/Wirabraja coba memproduktifkan lahan bekas tambang tersebut menjadi usaha pertanian, perkebunan, dan pertambakan ikan menggunakan BIOS 44.
Salah satu sasaran lahan berada di Kota Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung, wilayah yang banyak penambangan batubara dan penambangan emas rakyat.
Bagaimana hasilnya?
Salama ini, abu sisa pembakaran batubara PLTU Ombilin, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, merupakan limbah yang dinilai berbahaya. Di lokasi PLTU Ombilin juga terdapat lahan-lahan tidak produktif atau kehabisan humusnya, sehingga hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan batubata.
“Ternyata, setelah diberi BIOS 44, abu tersebut menjadi humus yang menyuburkan tanaman di tanah merah yang selama ini dimanfaatkan untuk pembuatan batubata,” kata Mirdanus, kepada Mongabay Indonesia, petani Desa Sijantang Koto, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Kamis [16/1/2020].
“Hasilnya luar biasa. Jagung dan ubi kayu yang ditanam begitu memuaskan,” katanya.
Lahan yang dikelola Mirdanus dan petani lainnya yang tergabung dalam Kelompok Tani Parigi Jaya seluas 1.250 meter persegi, berada di kawasan PLTU Ombilin. Kelompok Tani Parigi Jaya merupakan kelompok tani binaan PLTU Ombilin.
“Kini petani di Sawahlunto tertarik menggunakan BIOS 44, sebab lahan yang diberi BIOS 44 tidak lagi membutuhkan banyak pupuk, dan bebas pestisida. Awalnya, mereka sempat ragu atau menolak, tapi setelah melihat kebun yang kami kelola berhasil, mereka tertarik menggunakannya,” ujarnya.
Wan Ikhlas, Camat Talawi, mengaku sangat puas dengan apa yang dihasilkan petani di desanya. Lahan kritis kembali subur.
“Saya mengikuti sejak awal pengelolaan lahan ini, memantau prosesnya hingga panen. Saya pikir BIOS 44 jawaban atas persoalan selama ini, baik lahan kritis maupun abu sisa pembakaran batubara,” ujarnya.
Devi Indriani, pengurus BUMDES Pagar Emas Sijantang Koto, yang unit usahanya bergerak pada ubi kayu mengatakan, produksi ubi kayu dan jagungnya meningkat.
Bagaimana tambak ikan, apakah layak konsumsi?
“Setelah diberi BIOS 44 pertumbuhan ikannya sangat baik. Setelah diuji laboratorium semuanya layak dikonsumsi. Guna memberikan keyakinan kepada masyarakat, para prajurit yang menyantap pertama, setelah mendapatkan hasil laboratorium,” kata Letkol Inf Dwi Putranto, komandan Kodim 0310/Sijunjung Sawahlunto Dharmasraya kepada Mongabay Indonesia.
Budidaya ikan di eks tambang
Bukan hanya petani di sekitar PLTU Ombilin yang merasakan dampak positif BIOS 44. “Para mantan penambang emas rakyat juga merasakan hal serupa,” kata Dwi.
Ada dua lokasi eks tambang yang dimanfaatkan sebagai keramba ikan emas. Yakni eks tambang emas rakyat di Jorong Ipuh, Nagari Muaro, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, dan di Sungai Batang Ombilin, Kecamatan Tanjung Ampalu, Kabupaten Sijunjung.
Di Jorong Ipuh, luas lahan bekas tambang terbuka sekita 6 hektar. Namun, baru sekitar satu hektar yang dimanfaatkan sebagai lokasi keramba ikan oleh 20 eks penambang emas rakyat. “Lahan seluas satu hektar itu terdapat petak keramba, dan setiap petak berisi sekitar 8.000-an ekor ikan emas dan nila,” kata Dwi.
Sebelum dimanfaatkan sebagai lokasi keramba, kolam bekas tersebut dicuci dengan membuat penyaluran air. Lalu ditabur BIOS 44 dan dibiarkan beberapa pekan. Setelah PH dan mutu airnya membaik, dilakukan pembesaran ikan. BIOS 44 terus digunakan, baik disiram maupun dicampur dengan pakan ikan.
Sementara di badan Sungai Batang Ombilin sepanjang lima kilometer yang selama ini dijadikan lokasi penambangan emas terdapat 30 petak keramba, dikelola dua kelompok yang masing-masing terdiri 10 eks penambang emas. “Setiap petak keramba berisi 4.000-8.000 ikan nila dan emas,” katanya. Penyiraman BIOS 44 dilakukan beberapa kali ke sungai sebelum dilakukan pembesaran ikan.
Khusus tambak ikan, kata Dwi, dua lokasi tersebut belum mampu memenuhi permintaan pasar di Sijunjung sekitar 2,5 ton per hari. “Jadi peluang pengembangan pertambakan ikan di eks tambang emas lebih terbuka karena BIOS 44 mampu memperbaiki kondisi lahan dan kualitas air,” katanya.
Padi
Penggunaan BIOS 44 juga diberikan Kodim 0310/Sijunjung Sawahlunto Dharmasraya kepada petani di Desa Talawi Mudik, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.
Pemberian BIOS 44 untuk satu hektar sawah tadah hujan. Percobaan ini dilakukan pada 6 Mei 2019. Tiga bulan kemudian dipanen. “Sebelum menggunakan, setiap hektar menghasilkan gabah 2,64 ton. Setelah menggunakan BIOS 44, meningkat menjadi 4,97 ton per hektar. Penambahan sekitar 2,33 ton,” katanya.
“Dengan keberhasilan tersebut, lahan seluas 13 hektar yang dikelola 13 kepala keluarga ini tidak ragu menggunakan BIOS 44,” tegas Dwi.