- Pemkot Makassar telah membangun 147 unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal sebagai solusi perbaikan sanitasi di pemukiman padat dengan keterbatasan lahan untuk septick tank pribadi.
- Pembangunan IPAL komunal di pemukiman padat ini untuk memperbaiki sanitasi yang buruk, kondisinya kumuh, bau dan rentan terhadap munculnya beragam penyakit, termasuk stunting.
- Program IPAL komunal ini dibantu program USAID IUWASH PLUS untuk pengelolaan lumpur tinja dengan lebih baik di 35 wilayah pemerintah daerah di 8 propinsi. Di tingkat nasional, USAID membantu penguatan kapasitas pemerintah, forum dan kelompok kerja untuk advokasi dan koordinasi layanan WASH yang lebih baik.
- Di Indonesia, sekitar 100.000 anak meninggal setiap tahun karena diare. Dampak layanan air minum, sanitasi, dan perilaku higiene (WASH) yang buruk dirasakan terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan.
Saga (40) berjalan pelan sambil menunduk melihat lorong jalan yang dicat berwarna-warni. Terdapat beberapa bulatan besar terbuat dari baja. Itu bukan bulatan biasa, tetapi sebuah penutup bak pembuangan tinja yang ada di bawahnya, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang digunakan bersama atau komunal.
“Sejak adanya IPAL ini pembuangan kotoran dari rumah tidak pernah lagi bermasalah. Dulu sering buntu-buntu. Kotoran berbau dan banyak nyamuk. Sekarang sudah baik-baik mi,” ujar Saga, warga Jalan Langgau, Kelurahan Timungan Lompoa, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Selasa (21/1/2020).
Saga yang sehari-hari berprofesi sebagai kuli angkut beras adalah penerima bantuan program IPAL komunal yang dilaksanakan Pemerintah Kota Makassar.
IPAL komunal menjadi satu opsi teknologi yang efektif untuk wilayah kumuh dan padat penduduk dengan keterbatasan lahan pembangunan septick tank-nya tiap orang. IPAL komunal menggabungkan buangan limbah dari toilet warga ke tangki septik komunal.
Pembangunan IPAL komunal ini juga membuat jalanan dan saluran got di sekitar kelurahan tersebut lebih rapi dan bersih. Di sekitar kiri kanan jalanan terdapat tanaman pot yang terlihat asri. Sebuah keran air tersedia di beberapa titik untuk menyiram tanaman tersebut.
“Air dari keran ini berasal dari sisa kotoran yang disaring dan bisa digunakan untuk menyiram tanaman. Tak ada bau sama sekali,” tambah Saga.
baca : Seperlima Warga Indonesia Tak Miliki Akses Sanitasi Layak
Menurut Karlinus, Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) IPAL Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar, program IPAL komunal ini telah dijalankan Pemkot Makassar sejak 2010 silam, menggunakan dana APBD dan hibah dari pemerintah pusat. Sebanyak 147 unit IPAL telah dibangun, dengan jumlah penggunaan 36.750 jiwa dan 7.500 KK. Setiap IPAL bisa digunakan oleh 5-60 rumah tangga.
IPAL komunal dibangun karena melihat sanitasi yang buruk di kawasan pemukiman, kondisinya kumuh, bau dan rentan terhadap munculnya beragam penyakit. Daerah-daerah ini kemudian menjadi prioritas, termasuk dilihat dari penerimaan warganya.
“Kita mulai di daerah yang masyarakatnya bersedia, karena masih ada juga yang tidak bersedia ikut dalam program ini karena berbagai alasan.”
Program USAID
Selain menggunakan dana APBD dan dana hibah pusat, program ini juga didukung oleh program USAID IUWASH PLUS, khususnya dalam hal pengembangan kapasitas pengelola, pemeliharaan dan pendampingan.
Ryan Washburn, Mission Director USAID Indonesia, dalam kunjungannya ke lokasi IPAL komunal di Kelurahan Timungan Lompoa, Selasa (21/1/2020), mengapresiasi upaya Pemkot Makassar dalam memperbaiki kondisi sanitasi. Dalam hal layanan penyedotan lumpur tinja terjadwal, Makassar bahkan menjadi percontohan secara nasional.
“Sanitasi aman adalah tanggung jawab semua orang, tanpa penyedotan berkala, kesehatan kolektif kita berisiko dari kontaminasi tinja. USAID Indonesia senang dapat bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, khususnya Kota Makassar dalam mewujudkan sanitasi aman untuk semua,” ungkap Washburn.
baca juga : Begini Pengelolaan Air Bersih di Kampung Sanitasi Semanggi
Sedangkan Trigeany Linggoatmodjo, USAID Senior WASH Program Specialist, saat ini terdapat 82% penduduk Indonesia kesulitan mengakses air perpipaan.
Di Indonesia, sekitar 100.000 anak meninggal setiap tahun karena diare. Dampak layanan air minum, sanitasi, dan perilaku higiene (WASH) yang buruk dirasakan terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan.
“Melalui Undang-Undang Air untuk Dunia, Pemerintah Amerika Serikat meningkatkan kondisi WASH di Indonesia, sebagai negara prioritas bagi USAID untuk mendapatkan bantuan di sektor ini,” katanya.
Menurutnya, akses air yang aman untuk minum, memasak, mandi dan cuci sangat diperlukan bagi kesehatan dan kesejahteraan.
“Sebagai salah satu syarat untuk menciptakan masyarakat yang sehat, makmur, dan tangguh, akses air minum dan sanitasi merupakan hal utama yang diperlukan untuk mengurangi angka penyakit dan mencapai keamanan dan kemakmuran ekonomi. Oleh karena itu, investasi di sektor WASH akan menghasilkan Indonesia yang lebih kuat dan stabil,” tambahnya.
Program ini fokus pada penguatan penyedia layanan air minum dan sanitasi untuk memastikan akses yang lebih baik tetap dipelihara dalam jangka panjang di 35 pemerintah daerah di provinsi Sumatra Utara, Jabar, Jateng, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang.
“Kemitraan ini mengurangi biaya layanan WASH bagi penduduk Indonesia yang paling rentan, berkontribusi terhadap peningkatan akses yang membantu menyelamatkan hidup, dan mengurangi ancaman penyakit yang ditularkan melalui air.”
Di seluruh Indonesia, program ini meningkatkan layanan rumah tangga, seperti ketersediaan air perpipaan dan toilet yang dilengkapi tangki septik di rumah. Dengan sektor swasta, program ini memfasilitasi pinjaman pembiayaan mikro dan subsidi agar lebih banyak masyarakat dapat terhubung dengan sistem perpipaan dan sistem pengangkutan lumpur tinja.
Di tingkat daerah, USAID IUWASH PLUS membantu Pemda perbaikan pengelolaan lumpur tinja. Sedangkan di tingkat nasional, menguatkan kapasitas pemerintah, forum dan kelompok kerja WASH untuk melakukan advokasi dan mengoordinasi layanan WASH yang lebih baik.
perlu dibaca : Suarakan Bahaya Sampah Popok Sungai Brantas ke Kementerian sampai Istana Presiden
Selama setengah periode pelaksanaan program, USAID IUWASH PLUS telah mencapai sejumlah hasil, antara lain, sebanyak 529.785 orang mendapat layanan air minum layak melalui sambungan baru PDAM yang 138.820 di antaranya masuk dalam kelompok penduduk 40 persen terbawah.
Sebanyak 351. 975 orang mempunyai akses sanitasi aman. Kemudian, 71.975 orang mempunyai akses fasilitas sanitasi bersama dan dasar yang 52.685 di antaranya merupakan kelompok penduduk 40 persen terbawah.
Program ini juga meningkatkan kinerja operasional dan keuangan 30 PDAM dan 32 pengelola air limbah, melakukan proyek penelitian besar tentang situasi nyata kondisi WASH yang buruk di masyarakat berpenghasilan rendah untuk memberikan masukan terhadap kebijakan program, memanfaatkan lebih dari USD19 juta dana pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan program.
Program ini juga mendukung pengembangan program air minum senilai lebih dari USD71 juta di sektor swasta dan dana pemerintah daerah, telah melatih lebih dari 89.000 mitra yang berasal dari pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta dan masyarakat tentang pengetahuan dan praktik WASH yang baik.
Ruby Sudikio, Koordinator Forum Jurnalis Sanitasi, menilai keberadaan program IPAL komunal dan sanitasi aman ini sangat dibutuhkan masyarakat kota Makassar mengingat kondisi sanitasinya masih sangat buruk.
“Kondisi sanitasi Makassar saat ini kita lihat masih buruk dimana masih banyak warga yang tidak memiliki jamban sendiri dan buang air sembarang tempat. Ini butuh kesadaran dan perhatian bersama karena berdampak pada kesehatan masyarakat. Dampaknya salah satunya pada angka stunting yang masih tinggi. Pemerintah telah melakukan sosialisasi tetapi memang belum semua masyarakat memahami pentingnya sanitasi yang sehat.”
Kondisi yang sama juga banyak ditemukan di sekolah-sekolah, di mana masih banyak sekolah yang tidak memiliki toilet yang bersih dan ramah anak.
“Masih ada yang kita temukan toilet digembok dan hanya digunakan untuk guru dan kepala sekolah. Makanya kita bikin gerakan toilet ramah anak di sekolah-sekolah. Kita sudah melakukan perbaikan 14 toilet sekolah di 14 kecamatan dengan menggunakan dana CSR dari berbagai perusahaan.”