Penolakan hadirnya tambang dan pabrik semen di Kampung Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, terus menggema.
Sebanyak 66 organisasi yang bergabung dalam Koalisi Rakyat Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur, meminta Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Victor Bungtilu Laiskodat membatalkan izin tambang dan pabrik tersebut.
Ancaman kehancuran lingkungan dan masa depan masyarakat terlihat jelas. Lokasi tempat operasinya pabrik semen adalah perkampungan dan lahan pertanian warga yang sejak lama menjadi sumber penghidupan mereka.
Baca sebelumnya: Perubahan Iklim dan Ancaman Pabrik Semen di Manggarai Timur [Bagian 1]
Statistik pertanian 2018 mencatat, hampir 55% penduduk NTT bekerja di sektor pertanian. Total sawahnya adalah 215.796 hektar yang mencakup sawah produksi sekali setahun [113.124 ha], 2-3 kali setahun [71.222 ha], dan tidak dapat ditanami [31.450 ha].
Dari luas itu, Manggarai Timur yang memiliki sawah seluas 15.132 ha, mencakup 5.842 ha sawah produktif sekali setahun, 9.191 ha produksi 2-3 kali setahun, dan 100 ha tidak ditanam [BPS NTT 2017].
Meski luas sawah Manggarai Timur berada di urutan ke-5 dari 22 kabupaten/kota, akan tetapi untuk sawah aktif yang produksi 2-3 setahun berada urutan ke-2 terbesar setelah Manggarai Barat. Sawah di Manggarai Timur berkontribusi sekitar 5,73% dari total luas lahan pertanian NTT [BPS NTT 2017].
Analisis data iklim historis yang dilakukan Montgomery et al [2010] pada periode 1996-2005 menunjukkan, selain persawahan aktif, terdapat hujan yang cukup selama empat bulan untuk menanam tanaman pangan tradisional utama di lahan kering NTT serta menanam kopi.
Götz Schroth dkk pada 2015, menganalisis dampak perubahan iklim terhadap produksi kopi arabika di Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi, Bali, dan Flores [Götz Schroth et al 2015 dikutip kembali Syakir dan Surmaini 2017].
Manggarai adalah satu wilayah penghasil utama kopi arabika di Flores. Menurut para peneliti, bila semua wilayah produksi mengalami kenaikan temperatur mencapai 1.7 °C, akan terjadi perubahan curah hujan yang berbeda antara Sumatera dan Sulawesi yang diperkirakan akan lebih basah antara 5-14 %. Sementara, pulau-pulau lebih kecil sebelah selatan seperti: Jawa, Bali, Flores diproyeksikan lebih kering.
Khusus Flores, jika saat ini total areal produktif mencapai 16.518 hektar dan masih dapat dinaikkan hingga 24.128 hektar, pada 2050 luas itu berkurang, hanya 230 hektar. Para peneliti menyimpulkan, akibat perubahan iklim Flores akan menjadi pulau yang secara efektif tidak cocok untuk budidaya kopi.
Baca: Pabrik Semen Vs Keteguhan Orang Flores Pertahankan Ekologi Pulau Kecil
Perubahan iklim, semen, dan karst
Semen adalah penghasil emisi terbesar ketiga di dunia [IPCC 2014] bersama bahan bakar fosil, pertanian, dan penggunaan lahan. Sumber utama emisi semen berasal dari klinker yang menyertai butir-butir cikal bakal semen, hasil pembakaran berbagai bahan mentah. Termasuk, batu gamping dan tanah liat.
Pada 2015, semen menghasilkan sekitar 2,8 miliar ton CO2, setara 8% dari total emisi global. Untuk mengatasi emisi global tersebut, Perjanjian Paris disepakati semua negara pada 2015. Kesepakatan ditetapkan untuk mengurangi emisi global, menahan naiknya suhu global 2 °C dari level pra-industri dan mengejar upaya membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 °C [Pasal 2.1. [A].
Para Pihak Konferensi Iklim belum tahu, kapan emisi global memuncak. Namun, perjanjian itu menyatakan, puncak harus dicapai ‘sesegera mungkin’, yang diperkirakan 2030.
Meski negara-negara telah menyepakati Perjanjian Paris, namun penggunaan semen diproyeksikan tetap meningkat karena urbanisasi dan pembangunan ekonomi yang menaikkan permintaan bahan bangunan dan infrastruktur baru. Agenda China membangun jalur sutra moderen meningkatkan secara drastis permintaan semen global.
Sumber utama bahan semen Indonesia saat ini adalah pengerukan batu kapur yang mencapai 87.4 % [Nur et al, 2015]. Jumlah ini tidak menunjukan pengurangan seiring laju pertumbuhan industri semen yang terus bertambah pasca membesarnya investasi China pada sektor ini.
Wilayah bagian timur Indonesia merupakan cadangan karst terbesar potensial, yang akan menjadi target investasi semen di masa depan.
Karst adalah formasi geologis yang terbentuk melalui proses kimia [peleburan batu kapur, dolomit dan gipsum] serta proses fisik [erosi air, dan disagregasi]. Daerah karst adalah wilayah yang rentan terhadap degradasi lahan sebagai akibat berkurangnya tutupan vegetasi [Ford dan Williams, 2007; LeGrand, 1973].
Perubahan iklim mempunyai dampak serius terhadap ekosistem karst. Studi menyebutkan, terdapat 7,45 % karst dunia yang vegetasinya sangat terpengaruh faktor iklim, mencakup wilayah ekuator [Zhao et al 2020].
Studi Wu dkk [2020] menunjukkan, perubahan iklim melemahkan efek positif ekosistem karst terhadap produktivitas vegetasi. Identifikasi itu sepatutnya memberikan panduan untuk implementasi lebih lanjut perlindungan ekologi.
Dampak perubahan iklim juga berpengaruh pada daya dukung danau karst maupun sistem penopang air lainnya. Studi kasus yang dilakukan Chen dkk [2020] di Danau Baixian, danau dalam ekosistem karst di Provinsi Guizhou, China, yang telah ditetapkan sebagai World Heritage oleh UNESCO, menunjukkan perubahan iklim mempengaruhi sediman danau. Jauh lebih cepat ketimbang proses alamiah sebelumnya.
Hadirnya pabrik semen pada kawasan karst tentu menambah beban ekosistem lingkungan sekitar, ditambah lagi ancaman nyata perubahan iklim.
Studi di beberapa karst di China maupun di Jawa Tengah menunjukan, daya dukung karst untuk aspek hidrologi [tata air] semakin goyah ketika intervensi manusia cenderung merusak [Keller and Klute 2016].
Baca juga: Isu Laut dalam Konvensi Perubahan Iklim dan Kesiapan Indonesia
Anggaran NTT untuk perubahan iklim
Laporan Kementerian Keuangan yang didukung UNDP tahun 2015 menunjukkan, anggaran perubahan iklim yang dialokasikan ke NTT sekitar 20% dari total Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan [DekonTP]. Tahun 2012, total dana iklim DekonTP ke NTT mencapai Rp249 miliar dan 2013 meningkat Rp731 miliar.
Penggunaannya dirancang untuk pembelian barang dan modal untuk mendukung tindakan mitigasi atau adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun dalam praktiknya, 35-50 % anggaran ini digunakan untuk personal. Studi itu lebih lanjut mengidentifikasi penggunaan anggaran DekonTP yang dipilih periode 2010-2012 yaitu Sumba Timur, Manggarai, dan Sabu Raijua.
Dari analisis alokasi budget ada penggunaan anggaran dominan tidak terkait [unrelated] dengan isu perubahan ilkim. Ada juga sebagian yang dianggap berkaitan dan sebagian kecil lainnya mempunyai kaitan rendah. Tetapi secara keseluruhan, hampir tidak ada penggunaan yang secara persis mempunyai dampak tinggi dan langsung terhadap perubahan iklim.
Selain ada persoalan pada skema teknis pembiayaan oleh pemerintah pusat yang membingungkan daerah, NTT dan tiga kabupaten yang dijadikan contoh dalam studi itu belum mempunyai kesadaran sistemik terhadap risiko iklim di wilayahnya.
Studi anggaran untuk kabupaten lain, termasuk Manggarai Timur, memang belum dilakukan. Studi serupa sepatutnya dikembangkan lebih lanjut di kabupaten-kabupaten lain. Namun patut dicermati, dalam konteks regional, kebijakan iklim yang berlangsung di kabupaten lain sebagaimana ditunjukan tiga kabupaten dalam studi kasus Kementerian Keuangan, kurang lebih mewakili kebijakan NTT keseluruhan. Singkatnya, belum ada kabupaten yang menonjol memiliki desain perubahan iklim.
Ancaman nyata
Perubahan iklim telah mengancam NTT mulai dari ketersediaan air, pangan, pertanian, dan daya dukung pulau keseluruhan. Studi-studi yang diuraikan di atas menunjukan, pada 2030 dan selanjutnya Flores akan kesulitan beradaptasi jika tekanan terhadap pulau itu masih mengikuti pola saat ini, tanpa upaya ekstra mencegahnya.
Sejauh ini, belum tampak upaya masif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap ekosistem tersisa.
Sebaliknya, tren menunjukan upaya pembukaan hutan dan ekosistem karst terus berlangsung. Ditambah lagi ancaman tambang dan pabrik semen yang rencananya beroperasi di Manggarai Timur.
Mempertimbangkan ketahanan pulau dan wilayah NTT terhadap guncangan iklim, upaya pemerintah provinsi mendorong pabrik semen di Manggarai Timur beroperasi, menimbulkan pertanyaan serius.
Bagaimana pemerintah daerah menjawab sejumlah persoalan nyata yang sudah ada di depan mata: hilangnya mata air, berkurangnya tutupan hutan, dan terganggunya hasil pertanian?
Tentu saja, ancaman serius akibat memburuknya krisis iklim global akan melengkapi kondisi yang ada. Sudah siapkah? [Selesai]
*Bernadinus Steni, Pegiat lingkungan dan warga Manggarai Timr. Tulisan ini opini penulis.
Referensi:
Anne-Sophie Brandlin, [2017] “How Climate Change is Increasing Forest Fires Around the World” [https://p.dw.com/p/1JfrW].
Anett Keller and Marianne Klute, Dirty Cement: The Case Study of Indonesia [https://th.boell.org/en/2016/12/09/dirty-cement-case-indonesia].
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur, Statistik Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Timur 2017, BPS.
Bappenas, 2009, Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR.
Center for Climate Finance and Multilateral Policy Fiscal Policy Agency Ministry of Finance, Republic of Indonesia, [2105], Provincial Climate Public Expenditure and Institutional Review (CPEIR) East Nusa Tenggara of Indonesia, UNDP, SIDA dan UNEP.
Chen, J., Yu, J., Bai, X., Zeng, Y., & Wang, J. [2020]. Fragility of karst ecosystem and environment: Long-term evidence from lake sediments. Agriculture, Ecosystems & Environment, 294, 106862.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peta Deforestasi Tahun Periode 2016-2017 [http://webgis.menlhk.go.id:8080/kemenhut/index.php/id/peta/peta-cetak/59-peta-cetak/327-peta-deforestasi-tahun-periode-2016-2017].
Syakir, M., & Surmaini, E. (2017). Perubahan Iklim Dalam Konteks Sistem Produksi Dan Pengembangan Kopi Di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 36(2), 77-90.
Wu, L., Wang, S., Bai, X., Tian, Y., Luo, G., Wang, J., … & Hu, Z. [2020]. Climate change weakens the positive effect of human activities on karst vegetation productivity restoration in southern China. Ecological Indicators, 115, 106392.