- Kecoak laut raksasa ini ditemukan di Selat Sunda dan selatan Pulau Jawa pada kedalaman 957 – 1.259 meter di bawah permukaan laut.
- Jenis baru dari krustasea [udang-udangan] ini pertama kali di deskripsikan dari laut Indonesia.
- Identifikasi Bathynomusraksasa dilakukan berdasarkan holotype jantan berukuran 363 milimeter dan paratype betina berukuran 298 milimeter.
- Secara umum, Bathynomus raksasa paling mirip dengan Bathynomus giganteusdan Bathynomus lowryi dalam rentang ukuran dan karakter di bagian ekor atau pleotelson.
Namanya kecoak laut raksasa.
Tentu saja, julukan raksasa, tidak sembarang diberikan. Ini merujuk pada ukuran tubuh sang kecoak yang masuk kategori besar [giant] dan sangat besar [super giant]. Diperkirakan, panjangnya bisa lebih 15 sentimeter saat dewasa.
Tempat hidupnya juga tidak sembarangan. Makhluk ini hanya akan ditemukan di kedalaman 957 – 1.259 meter di bawah permukaan laut.
“Ukuran kecoak laut raksasa ini memang sangat besar, kedua terbesar dari genus Bathynomus,” terang Conni Margaretha Sidabalok, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, kepada Mongabay Indonesia, di Bogor, Sabtu [18 Juli 2020].
Baca: Kecoak Juga Punya Tendangan Karate
Conni memang paham betul perihal makhluk ini. Dia bersama dua peneliti lain: Helen P.-S. Wong dan Peter K.L.Ng telah menuliskan hasil temuannya itu di ZooKeys, edisi 8 Juli 2020. Judulnya, “Description of the supergiant isopod Bathynomus raksasa sp. nov. [Crustacea, Isopoda, Cirolanidae] from southern Java, the first record of the genus from Indonesia.”
Di jurnal tersebut, dijelaskan bahwa kecoak laut atau Bathynomus raksasa merupakan jenis baru dari krustasea [udang-udangan] yang pertama kali di deskripsikan dari laut Indonesia. Lokasi penemuannya di Selat Sunda dan selatan Pulau Jawa.
Spesimen tersebut dikoleksi pada kegiatan ekspedisi South Java Deep Sea Biodiversity Expedition [SJADES] yang merupakan ekspedisi LIPI bersama National University of Singapore tahun 2018.
“Sepanjang itu laut dalam, potensi penemuan kecoak laut raksasa di wilayah Indonesia sangat terbuka, bahkan Bathynomus yang benar-benar jenis baru. Atau, bisa saja Bathynomus jenis lain yang telah ditemukan di Samudra Hindia, mengingat laut dalam kita ada di wilayah timur dan barat Indonesia,” jelasnya.
Identifikasi Bathynomus raksasa dilakukan berdasarkan holotype jantan berukuran 363 milimeter dan paratype betina berukuran 298 milimeter.
“Secara umum, Bathynomus raksasa paling mirip dengan jenis Bathynomus giganteus dan juga Bathynomus lowryi. Terutama, dalam rentang ukuran dan karakter di bagian ekor atau pleotelson,” ungkap Conni.
Perbedaan mendasar dengan dua jenis tersebut terdapat pada karakter antena, organ ujung kepala, tekstur permukaan, serta duri ekor.
Conni menjelaskan, beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan lima jenis Bathynomus berkategori super giant di Samudera Hindia dan Pasifik.
“Penemuan Bathynomus pertama dari laut dalam Indonesia ini sangat penting bagi riset taksonomi krustasea laut dalam, mengingat langkanya riset seperti di Indonesia.”
Baca: Hebatnya Lebah Madu, Bisa Pecahkan Soal Matematika
Morfologi
Bathynomus merupakan ikon krustasea laut dalam dengan ukuran tubuh relatif besar dan tampilan keseluruhan yang khas.
Tubuhnya pipih dan keras, walaupun tidak memiliki karapas atau cangkang keras yang melindungi organ dalam tubuh. Matanya besar dan pipih, serta memiliki jarak antara keduanya.
Organ bagian kepalanya berupa sepasang antena panjang, sepasang antena pendek di ujung kepala, serta mulut dan anggota tubuh yang bermodifikasi sebagai alat makan di segmen bagian bawah kepala. Uniknya, Bathynomus memiliki tujuh pasang kaki jalan dan lima pasang kaki renang.
Baca: Jalan Mundur, Bagaimana Semut Menemukan Sarangnya?
Apa peran penting Bathynomus pada ekosistem?
Satwa ini merupakan “cleaner” alias pemakan sisa-sisa makhluk hidup di laut. Umumnya, yang dilahap adalah ikan, moluska, krustasea, beberapa karnivora dan herbivora yang tentunya ukurannya lebih kecil dari tubuh Bathynomus itu sendiri.
“Ini fungsi penting yang harus kita ketahui.”
Conni menuturkan, hal paling asik meneliti Bathynomus, terutama kecoal laut raksasa adalah hewan ini tidak umum. Untuk melihatnya, kita harus mendatangi tempat-tempat yang relatif sulit dijangkau.
“Tantangannya adalah mengedukasi masyarakat umum akan pentingnya satwa ini. Tanpa Bathynomus, sisa-sisa makanan yang berada di laut tentunya akan menjadi masalah baru karena tidak ada yang menghabiskan. Bila laut terganggu, tentu saja berdampak pada kehidupan manusia.”
Pada ekspedisi SJADES itu, Conni dan tim mendapatkan empat spesimen Bathynomus pra-dewasa dan muda, masih dari perairan Selat Sunda dan selatan Jawa.
“Spesimen tersebut tidak dapat kami identifikasi ke tingkat jenis, karena karakter diagnostik jenis biasanya belum berkembang pada tahap pra-dewasa atau lebih muda. Pastinya, spesimen ini bukan Bathynomus raksasa karena ada perbedaan bentuk ekor, ekor samping, dan duri ekor.”
Baca juga: Tanpa Tidur, Bisakah Hewan Bertahan Hidup?
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi, mengungkapkan, penemuan Bathynomus raksasa ini merupakan hal menggembirakan dari segi keilmuan. Terutama, bidang ilmu taksonomi yang relatif sepi peminat.
“Penemuan jenis baru merupakan capaian besar seorang taksonomis, apalagi jenis ini spektakuler dari sisi ukuran bahkan ekosistem tempat ditemukan,” terangnya dikutip dari situs LIPI.
Penemuan jenis baru ini mengingatkan kita, akan potensi keanekaragaman hayati Indonesia yang luar biasa. “Kondisi ini berkejaran juga dengan laju kepunahan dan taksonom bisa mengambil peran sebagai garda terdepan,” tegasnya.