- Selain Komodo yang terancam, Lembaga Konservasi Dunia, IUCN, merilis bahwa dampak perubahan iklim berpengaruh terhadap populasi hiu dan pari.
- Sekitar 37 persen hiu dan pari terancam punah hidupnya sementara langkah-langkah pengelolaan yang efektif masih kurang dilakukan pada sebagian besar lautan dunia.
- Hiu menempati posisi puncak dalam rantai makanan di laut dan memiliki peran penting dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem
- Indonesia memiliki sekitar 118 jenis hiu dan pari di dunia. Terbatasnya informasi ilmiah tentang sumber daya hiu dan pari di Indonesia sendiri masih menjadi tantangan besar bagi konservasi hiu dan pari.
Lembaga Konservasi Dunia, IUCN, telah merilis satwa liar yang terancam punah akibat dampak dari perubahan iklim. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah komodo [Varanus komodoensis], satwa yang hanya bisa ditemukan di Indonesia dan diperkirakan telah hidup sejak 4 juta tahun silam. Namun selain komodo, satwa yang juga disebut terancam punah akibat dampak perubahan iklim adalah hiu dan pari.
Hiu menempati posisi puncak dalam rantai makanan di laut dan memiliki peran penting dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem. Sehingga, ketika keberadaannya di alam terancam maka dikhawatirkan dapat mengubah tatanan alamiah dan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada.
Dalam rilis Daftar Merah terbaru yang dibuat pada kongres IUCN di Marseille, Prancis, awal September 2021 diungkapkan bahwa populasi hiu dan pari menurun akibat tekanan yang sangat tinggi. Di antaranya adalah penangkapan untuk dimanfaatkan daging dan siripnya, polusi, dan perubahan iklim, ditambah lagi penangkapan berlebihan dan degradasi habitat.
“Semua spesies hiu dan pari yang terancam ditangkap secara berlebihan, dengan 31 persen lebih dipengaruhi oleh hilangnya dan degradasi habitat dan 10 persen dipengaruhi oleh perubahan iklim,” demikian ditulis dalam laporan IUCN.
Dalam pembaruan Daftar Merah IUCN tersebut, mencakup penilaian ulang yang komprehensif dari spesies hiu dan pari dunia, yang menyatakan bahwa 37 persen hiu dan pari terancam punah serta menunjukkan bahwa langkah-langkah pengelolaan yang efektif masih kurang dilakukan pada sebagian besar lautan dunia.
Baca: Perubahan Iklim dan Ancaman Kepunahan Komodo
Kajian
Dalam sebuah publikasi ilmiah berjudul “Economically Important Sharks and Rays” [2006], disebutkan bahwa Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang memanfaatkan sumber daya ikan bertulang rawan [hiu dan pari] terbesar di dunia, dengan dugaan hasil tangkapan sebesar 105,000 ton pada tahun 2002 dan 118,000 ton pada tahun 2003.
Ikan hiu dan pari yang tertangkap bisa sebagai hasil tangkap sampingan maupun sebagai tangkapan utama. Beberapa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap hiu dan pari sebagai tangkapan utama adalah berbagai jenis jaring insang, pancing rawai dan tombak.
Jenis ikan ini juga tertangkap sebagai hasil tangkap sampingan oleh nelayan yang menggunakan pukat dasar, pukat udang, jaring insang, pancing rawai dan bagan. Meskipun Indonesia tercatat sebagai negara dengan produksi perikanan hiu dan pari yang besar dan diyakini memiliki kekayaan jenis hiu dan pari yang tinggi di dunia, namun hampir tidak ada kajian atau pun publikasi mengenai aspek biologi maupun komposisi jenis hiu dan pari dari negara ini.
“Pengetahuan mengenai pengenalan jenis hiu dan pari yang ada di Indonesia amatlah dibutuhkan seiring dengan tingkat pemanfaatan yang amat tinggi terhadap populasi jenis ini, serta untuk memperoleh data yang akurat dalam penentuan kebijakan terhadap pengelolaan sumber daya tersebut,” tulis para peneliti dalam buku tersebut.
Baca: Diantara Pasar dan Jaminan Kebijakan: Mencermati Ancaman Eksistensi Hiu dan Pari di Indonesia
Sebuah jurnal berjudul “Extinction risk and conservation of the world’s sharks and rays”, menjelaskan dua wilayah dengan ancaman terbesar pada hiu dan pari adalah kawasan segitiga karang dunia yang memiliki keragaman hayati tinggi, yaitu Indo-Pasifik serta laut merah. Kawasan Indo-Pasifik ini meliputi Teluk Thailand, Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi yang dinilai sebagai kawasan keragaman hayati tinggi secara biologis, dan unik, namun sekaligus tidak terlindungi oleh peraturan dengan baik.
“Kawasan Indo-Pasifik adalah wilayah utama yang memiliki ancaman besar bagi hiu dan pari dan di wilayah ini sekitar 76 persen terancam punah. Tanpa aksi nyata dari otoritas pemerintah maka spesies di wilayah ini akan punah dalam waktu singkat,” ungkap penelitian tersebut.
Baca juga: Hiu Martil juga Bisa “Terbang”
Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP] menyatakan, populasi hiu dan pari di seluruh dunia disebut turun drastis sebanyak 70 persen selama 50 tahun terakhir. Penangkapan secara berlebih menjadi ancaman terbesar kepunahan tersebut. Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan [BRSDM] KKP Prof Sjarief Widjaja mengatakan jumlah biodiversiti hiu dan pari di dunia berjumlah sekitar 531 jenis, Indonesia memiliki kurang lebih 118 jenis di dalamnya.
Spesies hiu endemik khusus yang spesifik ada di Indonesia, salah satunya adalah Squalus hemipinnis, di wilayah selatan Bali, Lombok dan Laut Jawa. Indonesia dinilai menjadi negara dengan penangkapan hiu dan pari terbesar, mencapai 12,31 persen atau 88.790 ton per tahun. Terbatasnya informasi ilmiah tentang sumber daya hiu dan pari di Indonesia sendiri masih menjadi tantangan besar bagi konservasi hiu dan pari.
Pada 2017, KKP mencatat bahwa hiu menjadi salah satu produk perikanan yang menyumbang nilai ekspor cukup tinggi dengan total Rp1,4 triliun. Biasanya, hiu-hiu yang diperdagangkan melalui jalur ekspor, adalah dalam bentuk daging, sirip dan tulang, serta hiu dalam kondisi hidup. Produk-produk tersebut, selalu laris manis dijual di negara tujuan seperti Tiongkok yang selama ini selalu menjadi negara utama tujuan ekspor. Pada 2017, Tiongkok menyumbang nilai ekspor hiu hingga Rp626 miliar.
Sementara, untuk ekspor hiu hidup, pada 2017 Indonesia menjadikan Hong Kong sebagai negara tujuan dengan pengiriman terbanyak hingga 1.098 ekor. Hiu-hiu yang dikirim itu, menurut KKP, adalah hiu yang masuk kategori Appendix II atau boleh diperdagangkan tetapi harus mendapat pantauan ketat. Sedangkan, untuk hiu jenis martil dan koboi, hingga saat ini sudah dilarang resmi diperjualbelikan di Indonesia.