- Mengelola sektor kelautan dan perikanan bukan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Tugas tersebut menjadi pekerjaan berat, karena ada banyak aspek yang harus diperhatikan dengan seksama
- Salah satu tantangan itu, adalah pemberantasan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tak terdata, dan melanggar regulasi (IUUF) di seluruh wilayah perairan laut Indonesia. Aktivitas ilegal itu hingga saat ini masih terus terjadi di beberapa titik perairan strategis
- Untuk mencegah IUUF terus terjadi, kebijakan penangkapan ikan secara terukur akan mulai diterapkan pada 2022 mendatang di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Tahap awal, penerapan dilaksanakan di WPPNRI 715, 717, dan 718
- Model baru tersebut, juga diharapkan bisa menjaga kelestarian sumber daya perikanan dan ekosistem laut secara bersamaan. Juga, bisa tetap memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada untuk kepentingan ekonomi nasional
Penangkapan ikan secara terukur dan bertanggung jawab menjadi model baru yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan. Model tersebut rencananya akan dilaksanakan mulai 2022 mendatang di seluruh wilayah perairan Indonesia.
Agar penerapan model bisa berjalan baik dan tidak menemui kendala, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak dari sekarang fokus menyiapkan tata kelola yang efisien dan tepat, serta payung hukum yang kuat untuk mendukung pelaksanaan di lapangan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, kebijakan penangkapan ikan secara terukur akan diterapkan segera di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Awal tahun depan, targetnya kebijakan tersebut sudah (bisa) menjadi acuan pengelolaan subsektor perikanan tangkap di Indonesia,” jelas dia dalam kegiatan webinar bertajuk “Mengelola Sektor Kelautan dan Perikanan di Tengah Pandemi” yang berlangsung pada Selasa (21/9/2021).
Pemilihan model penangkapan ikan secara terukur, sudah dilakukan melalui pertimbangan yang matang dan menghitung segala resiko dengan rinci. Model tersebut, juga akan menyeimbangkan kebutuhan ekologi dan ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya perikanan Nusantara.
“Saya minta dukungan Irjen (Inspektorat Jenderal KKP) untuk tata kelolanya supaya tidak keliru, payung hukumnya seperti apa, supaya Januari 2022 sudah bisa kita jalankan, karena kita ingin rebound,” tegas dia.
baca : Pendekatan Berbasis Ekosistem, Cara Baru Kelola Kelautan dan Perikanan
Dengan menerapkan model tersebut, akan ada banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sektor kelautan dan perikanan, khususnya subsektor perikanan. Terlebih, karena kebijakan strategis tersebut memiliki banyak tujuan.
Trenggono menjabarkan apa saja manfaat yang akan muncul tersebut. Di antaranya adalah pemerataan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan nelayan dan awak kapal perikanan (AKP), modernisasi subsektor perikanan tangkap melalui revitalisasi pelabuhan yang bersih dan ramah wisatawan.
Semua manfaat tersebut, diyakini akan bisa meningkatkan daya saing produk perikanan yang berasal dari Indonesia di pasar dunia. Dengan kata lain, kinerja ekspor juga akan otomatis mengalami peningkatan karena akan semakin banyak produk perikanan yang bisa diserap pasar dunia.
Dari data yang dirilis KKP, Indonesia saat ini menempati urutan kedelapan negara eksportir di pasar perikanan dunia, atau naik dua tingkat dibandingkan pada 2020. Kenaikan tersebut bisa dicapai, setelah Indonesia berhasil mencatatkan nilai ekspor hingga USD5 miliar.
Capaian tersebut juga diklaim tak hanya positif bagi Indonesia, namun itu terjadi saat negara-negara lain sedang mengalami penurunan karena terdampak pandemi COVID-19. Akibatnya, total nilai ekspor produk perikanan global hanya mencapai USD152 miliar atau turun tujuh persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Saat kelesuan sedang melanda pasar perikanan global, Indonesia justru bisa membukukan kinerja positif hingga mencapai kenaikan sebesar 5,7 persen pada 2020. Angka tersebut menegaskan bahwa subsektor perikanan Indonesia bisa cepat memulihkan diri setelah dihantam pandemi COVID-19.
Dengan catatan positif seperti itu, Trenggono berharap kinerja ekspor Indonesia terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan lebih baik lagi. Hal itu, terutama karena kebijakan penangkapan ikan secara terukur juga akan segera diterapkan di 11 WPPNRI.
baca juga : Tugas Nahkoda Baru dalam Membangun Kelautan dan Perikanan
Melalui kebijakan penangkapan ikan secara terukur, Indonesia juga ingin menegaskan bahwa perlawanan terhadap aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF) masih terus berlangsung hingga sekarang dan akan datang.
“Dalam melawan illegal fishing, Indonesia tidak sekedar menangkap pelakunya, tapi juga mengelola sumber daya perikanan secara berkelanjutan sesuai dengan prinsip ekonomi biru,” tutur dia.
Posisi Indonesia
Dengan diberlakukannya model penangkapan ikan secara terukur, Indonesia juga diharapkan bisa semakin memperkuat posisi di mata dunia, khususnya untuk pemberantasan IUUF. Jadi, bukan hanya sekedar menangkap pelakunya saja, namun bagaimana agar sumber daya perikanan bisa dikelola dengan berkelanjutan.
“Saya berpikir kenapa kita masih dibicarakan mengenai IUU Fishing, padahal kita sudah sering menangkap kapal-kapal pelaku illegal fishing. Saya pikir, saya evaluasi,” ungkap dia.
Dari evaluasi tersebut, didapatkan fakta bahwa yang dimaksud IUUF itu bukan hanya ruang perikanan Indonesia yang diambil oleh pelaut luar negeri saja. Namun, penangkapan ikan yang dilakukan nelayan lokal di dalam negeri juga menggunakan cara-cara yang kurang baik.
Dalam model penangkapan ikan secara terukur, ada tiga zonasi yang diterapkan di seluruh WPPNRI. Ketiganya adalah zonasi penangkapan ikan untuk industri perikanan, zonasi penangkapan untuk nelayan lokal, dan zonasi tempat biota laut melakukan pemijahan (spawning ground) sebagai upaya untuk menjaga keberlanjutan populasi perikanan di Indonesia.
Trenggono menjelaskan, pada zonasi penangkapan ikan, diberlakukan kuota ikan yang boleh ditangkap, baik penangkapan ikan untuk industri, nelayan tradisional, dan juga untuk kegiatan hobi atau wisata.
Adapun dalam menentukan komposisi kuota ikan yang boleh ditangkap, KKP melakukan perhitungan dengan rinci dan akurat merujuk pada hasil kajian yang sudah dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan (Komnas Kajiskan).
“Sehingga, keputusan yang diambil berdasarkan hasil saintifik,” tegas dia.
baca juga : Mencari Formula Tepat untuk Tata Kelola Perikanan Demersal
Pembagian zonasi tersebut, diharapkan menjadi kebijakan yang tepat dalam melakukan pengelolaan perikanan secara terukur. Tujuannya, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau sebaliknya, merasa paling banyak diuntungkan.
Dengan model seperti itu, maka pendaratan ikan tidak lagi terpusat di daerah ramai saja seperti pulau Jawa, namun akan dilakukan di pelabuhan yang letaknya tidak jauh dari area penangkapan ikan. Cara tersebut akan memberikan keuntungan yang sama dan merata bagi semua pihak, seperti pelaku usaha skala besar, nelayan lokal, hingga pemerintah daerah.
“Dengan demikian, perekonomian di daerah penangkapan dan sekitarnya yang selama ini berjalan lambat, bisa lebih menggeliat,” tambah dia.
Trenggono memaparkan, penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur akan dilakukan dengan pengawasan yang ketat. Kegiatan pengawasan tersebut tak hanya akan dilakukan oleh kapal pengawas perikanan saja, namun juga akan menggunakan teknologi satelit.
Penggunaan satelit dilakukan dengan mendeteksi sistem identifikasi otomatis (AIS) dan juga sistem pemantauan kapal (VMS) yang terpasang pada kapal-kapal ikan, baik yang beropasi di 11 WPPNRI atau di wilayah perairan ZEE Indonesia.
Mulai Indonesia Timur
Berdasarkan rencana, kebijakan penangkapan terukur akan diimplementasikan pertama kali di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718 (meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur), 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik), dan 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau).
“Putaran (ekonomi yang dihasilkan) itu sekitar Rp124 trilun per tahun. Kemudian akan ada penambahan tenaga kerja di WPPNRI. Kebutuhan tenaga kerjanya, awak kapalnya bisa lebih dari 200 ribu orang,” terang dia.
perlu dibaca : Ini Tantangan Menyeimbangkan Fungsi Ekonomi dan Ekologi di Laut Nusantara
Infrastruktur lain yang bisa mendukung kebijakan tersebut, adalah pelabuhan perikanan yang ada di 11 WPPNRI. Pelabuhan-pelabuhan tersebut akan ditingkatkan kualitasnya oleh KKP, sehingga akan menjadi fasilitas utama untuk melakukan pendaratan ikan, dan juga mengirim produk perikanan secara langsung.
Melalui kebijakan penangkapan ikan terukur, kualitas produk perikanan yang dihasilkan Indonesia diharapkan bisa memiliki daya saing tinggi di pasar internasional. Sebab, cara penangkapan dan pengolahannya akan sesuai dengan standar internasional.
“Ini yang kita lakukan sebenarnya untuk kepentingan masyarakat dan pelaku usaha perikanan itu sendiri. Supaya teratur dengan baik. Kemudian bagaimana kita bisa dipandang oleh internasional mengenai produk kita,” pungkas dia.
Sebelumnya, Penasihat Senior The Tropical Landscapes Finance Facility (TLFF) untuk Program Perikanan Berkelanjutan M. Zulficar Mochtar menjelaskan, penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur akan memerlukan strategi yang tepat dan efisien.
Strategi tersebut mencakup optimasi kajian stok sumber daya ikan (SDI) dan data; penguatan strategi pemanenan (harvest strategy); kontrol pengelolaan berbasis data; penguatan regulasi pemanfaatan; dan penguatan perizinan. Selain itu, strategi lain adalah pemetaan status dan tantangan yang saat ini ada.
Untuk melaksanakan strategi pertama, harus ada pemetaan yang komprehensif berkaitan dengan sumber daya perikanan secara spesifik yang mencakup spesies apa saja. Kemudian, harus juga dipetakan spesies apa saja yang masih belum tercatat dalam pendataan yang dilakukan.
Selain itu, paling penting harus dilakukan adalah bagaimana melakukan pemutakhiran data secara reguler melalui kajian stok ikan. Dengan demikian, optimasi bisa dilakukan untuk memetakan stok SDI dan data.
Untuk strategi yang kedua, adalah bagaimana melaksanakan e-logbook untuk memantau secara detail ukuran kapal, ukuran, dan panjang; melaporkan indikator kesehatan stok ikan secara realtime; dan aturan pengendalian panen berbasis indikator.
Menurut Zulficar Mochtar, strategi-strategi tersebut akan bisa memberikan panduan untuk melaksanakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dengan penerapan kebijakan penangkapan ikan secara terukur.
***
Keterangan foto utama : Seekor ikan kakap melompat dari permukaan air laut untuk memakan umpan. Foto : shutterstock