- Sejumlah aktivis lingkungan melakukan penelusuran sungai Ciliwung dari titik nol Jakarta yang dimulai dari Saung Bambon, Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
- Penelusuran dengan menggunakan perahu karet yang juga diikuti lembaga Water Witness International dari Inggris itu untuk mengidentifikasi sumber-sumber kontaminasi mikroplastik dan mengukur kualitas air yang mencemari sungai Ciliwung.
- Di beberapa titik dijumpai tempat pembuangan sampah di bantaran sungai. Selain itu, ada juga limbah pabrik tahu dan kotoran sapi yang dibuang langsung ke badan air.
- Dengan menyandang status Sungai Nasional seharusnya Sungai Ciliwung mendapatkan penanganan dan pengelolaan kelas satu atau Very Important River (VIR).
Lantunan musik karinding mengawali langkah sejumlah aktivis lingkungan saat hendak menyusuri sungai Ciliwung dari titik nol Jakarta yang dimulai dari Saung Bambon, Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Dengan khusyuk mereka mendengarkan nada-nada dari alat musik yang terbuat dari bambu itu. Dalam folosofinya, karinding dianggap memberi simbol tentang alam semesta, lingkungan juga spiritual.
Usai mendengarkan musik sakral tersebut, para aktivis lingkungan gabungan dari Komunitas Ciliwung Saung Bambon, Ciliwung Institut, Kedung Sahong, dan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) itu kemudian berdo’a menurut keyakinan masing-masing, mereka memohon diberi keselamatan dalam melakukan penelusuran di sungai Ciliwung.
Sungai yang mempunyai ukuran panjang 120 kilometer itu terbentang dari hulu di Bogor, meliputi kawasan Gunung Gede, Gunung Pangarango, dan Cisarua kemudian mengalir sampai hilir di pantai Utara Jakarta. Sementara keluasan daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung mencapai 387 kilometer persegi.
baca : Darurat Mikroplastik di Sungai Jawa, Aktivis Lingkungan Somasi Para Gubernur
Namun, penelusuran dengan menggunakan perahu karet yang juga diikuti lembaga Water Witness International dari Inggris itu hanya berakhir di Jembatan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Tidak seperti pada umumnya yang menikmati sungai bersejarah itu dengan berwisata arung jeram, tetapi sasaran ekspedisi susur sungai yang menghabiskan waktu kurang lebih 4 jam, dengan jarak tempuh sekitar 12 kilometer ini yaitu untuk mengidentifikasi sumber-sumber kontaminasi mikroplastik yang terjadi di sungai terpenting di Tatar Pasundan, Pulau Jawa tersebut.
Sampah Melilit Pohon
Selain untuk mengetahui sumber mikroplastik, dalam susur sungai itu tim juga melakukan pengukuran kualitas air sungai Ciliwung. Asun Sudirman, dari Ciliwung Institut menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ecoton pada 2021 menyebutkan, dalam setiap 100 liter air sungai Ciliwung terkontaminasi mikroplastik sebanyak 146 partikel.
Hanya di tahun tersebut belum dijelaskan secara detail sumber-sumber yang menyebabkan timbulnya mikroplastik di sungai yang bermuara di laut Jawa tersebut. Sehingga pada kesempatan ini selain mengetahui sumber mikroplastik, mengukur kualitas air, tim juga melakukan brand audit sampah plastik yang mencemari sungai Ciliwung.
Mikroplastik merupakan serpihan atau remah-remah plastik yang berukuran lebih kecil dari 5 mm, berasal dari fragmentasi, atau pecahnya plastik-plastik ukuran besar seperti tas kresek, sedotan, styrofoam, popok sekali pakai, botol air minum dan sachet. Mikroplastik ini sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
baca juga : Sungai-sungai di Jawa Sakit, Ikan Endemik Punah Perlahan
Daru Setyorini, peneliti Ecoton mengatakan, temuan sampah plastik yang paling mendominasi adalah tas kresek, pakaian bekas, styrofoam dan sachet. Adapun jenis sampah sachet yang banyak ditemukan itu dihasilkan oleh brand-brand multinasional seperti Unilever, Danone, Nestle dan Unicharm.
Selain itu juga banyak sampah plastik produk lokal seperti Wings, Mayora, Garuda Food, Orang Tua, Siantar Top dan brand-brand lokal lain yang memproduksi personal care dan household product.
Sampah-sampah tersebut melilit dan menumpuk di dahan-dahan pohon bambu, pohon loh, cempedak, pohon jambu kopo, rengas dan semak-semak yang ada di bantaran sungai Ciliwung.
“Selain tanggung jawab pemerintah untuk memprioritaskan pengendalian sampah yang masuk ke badan air, produsen penghasil sampah yang sulit didaur ulang harus ikut serta membersihkan sampah yang mereka hasilkan dan mencemari Ciliwung,” ujar alumni Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia ini.
Selain itu, lanjut dia, seharusnya produsen memenuhi kewajiban Extended Producer Responsibility (EPR), sebagaimana tertuang dalam pasal 15 Undang-Undang No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Karena sampah jenis sachet itu termasuk dalam kategori sampah residu yang packaging multilayer-nya tidak bisa didaur ulang. Menurut dia, umumnya sampah sachet ini akan berakhir di laut dan mencemari biota yang ada. Selain itu juga dibakar. Padahal membakar plastik itu akan menimbulkan dioksin dan furan yang bersifat karsinogen yang dapat meningkatkan risiko kanker.
baca juga : Wawancara Eksklusif Bima Arya: Terlalu Lama Kita Meninggalkan Ciliwung
Akan Melayangkan Somasi
Dengan menyandang status Sungai Nasional seharusnya Sungai Ciliwung mendapatkan penanganan dan pengelolaan kelas satu atau very important river (VIR). Akan tetapi sepanjang penelusuran yang dilakukan oleh pegiat lingkungan, di beberapa titik bantaran sungai tersebut masih dijumpai tempat pembuangan sampah.
Adanya limbah rumah tangga dan toilet membuat sebagian besar sungainya menimbulkan bau kotoran manusia. Selain itu, dalam penelusuran itu juga dijumpai limbah pabrik tahu dan kotoran sapi juga dibuang langsung ke badan air.
Perihal masih rusaknya sungai Ciliwung tersebut, Prigi Arisandi, Direktur Ecoton, menilai pemerintah belum serius dan kurang perhatian terhadap pengendalian pencemaran sungai yang dulu dibagian hilirnya bisa dilayari oleh perahu kecil pengangkut barang dagangan itu. Begitu juga dengan pengelolaan kualitas airnya.
Bahkan tahun 2030, PAM Jaya malah akan menggunakan Ciliwung sebagai bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). “Padahal mikroplastik, logam berat, senyawa pengganggu hormon, limbah pertanian dan obat-obatan ini akan menjadi ancaman serius,” terang pria yang saat ini sedang melakukan Ekspedisi Sungai Nusantara itu.
perlu dibaca : 7 Fakta Penting Sungai Ciliwung yang Harus Kita Ketahui
Oleh karenanya, Prigi mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wajib membersihkan sampah-sampah dan limbah yang ada di bantaran sungai Ciliwung, karena dalam lampiran PP No.22/2022 tentang Baku Mutu Air Sungai menyebutkan bahwa sungai di Indonesia harus nihil sampah.
Jika itu tidak dilakukan, kata Prigi, maka pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena membiarkan sumber-sumber pencemaran. Selain itu juga tidak mematuhi amanat PP No.22/2021 yang mensyaratkan Sungai Ciliwung harus bebas dari sampah plastik.
“Temuan 1.332 pohon yang terlilit sampah plastik adalah bukti tidak seriusnya Pemerintah dalam menjaga kelestarian dan kualitas air Ciliwung,” tegasnya.
Atas pembiaran timbulan sampah liar di Ciliwung itu, jelas Prigi, pihaknya akan mengajukan somasi pada Presiden Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Sedangkan Managing Director Water Witness, Nick Hepworth mengaku perihatin melihat kondisi sungai Ciliwung. Dia bilang, sama seperti kota-kota besar di dunia yang masih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan kesehatan, sehingga Indonesia juga masih mengabaikan penanganan problem sungai.
“Kita bisa melihat sungai di ibukota Indonesia ini masih kotor dan penuh dengan sampah plastik, menyedihkan,” jelas Nick.