- Medio Desember lalu, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, alami banjir parah sampai dua meter. Banjir bandang kali ini dinilai terparah dari kejadian-kejadian sebelumnya.
- Apa penyebabnya? Ada yang menduga karena hutan di hulu mulai gundul, drainase buruk sampai kesadaran buang sampah lemah.
- Beberapa daerah yang terdampak, adalah Kelurahan Ranai Kota, Kelurahan Ranai Darat, Kelurahan Bandarsyah, Kelurahan Batu Hitam, Kelurahan Desa Sungai Hulu.
- Banjir bandang Desember 2022 ini terpusat di kawasan padat penduduk di Kecamatan Bunguruan Timur. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Natuna, penduduk Buguran Timur mencapai 26.000 jiwa, dari total 76.000 ribu jiwa di Natuna. Natuna memiliki 12 kecamatan lain, dengan rata-rata penduduk 4.000 jiwa.
Warga di Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) kaget, banjir bandang menerjang rumah mereka, medio Desember lalu. Banjir datang tiba-tiba hingga warga tak bisa menyelamatkan barang berharga.
Banjir bandang diawali hujan lebat Desember lalu.. “Pagi hujan mulai berhenti,” kata Hamid Hasnan, Camat Bunguran Timur kepada Mongabay, baru-baru ini.
Hari itu, kata Hamid belum ada banjir di Bunguran Timur, hanya gerimis sampai siang hari. Sekitar tepat pukul 11.30 WIB, air di beberapa sungai di Bunguran Timur meluap cepat dan masuk rumah warga. “Warga tidak menyadari jadi tidak sempat memindahkan mobil dan motor,” kata Hamid.
Banjir menyebabkan satu rumah kosong di bibir Sungai ranai Bunguruan Timur, hanyut. Sekitar 10 rumah rusak dan tidak bisa dihuni. Mobil dan motor terendam banjir. Air naik setinggi leher orang dewasa. “Kejadiannya cepat, air sampai dua meter, air meluber, macam tumpah, karena semua sungai itu penuh,” katanya.
Beberapa daerah yang terdampak, adalah Kelurahan Ranai Kota, Kelurahan Ranai Darat, Kelurahan Bandarsyah, Kelurahan Batu Hitam, Kelurahan Desa Sungai Hulu. “Desa Batu Gajah banjir juga, tetapi tidak sampai menggenangi rumah.”
Pada malam hari, air sempat surut. Kemudian, pada 15 Desember air kembali meluap.
Beberapa sungai yang meluap di Kecamatan Buguran Timur adalah Sungai Ranai, Batu Hitam, dan Jemengan. “Sungai Jemengan ini terdapat di hulunya, sepertinya disana tersumbat, ketika lepas menyebabkan banjir bandang,” katanya.
Banjir terjadi di bagian timur Kecamatan Natuna, tepatnya di Pulau Besar Ranai. Daerah ini pusat kota di Natuna. Pemerintah lokal menyiapkan beberapa tempat warga mengungsi.
Sebanyak 1.000 jiwa lebih terdampak banjir bandang Natuna. Gubernur Kepri Ansar Ahmad menginstruksikan BPBD menanggulangi bencana banjir di daerah itu, Ansar juga menyerahkan bantuan dana Rp300 juta menangani masalah banjir di kabupaten itu.
Dana ini untuk membantu para korban, terutama untuk membeli makanan dan keperluan mendesak lain. Pemprov Kepri juga mengirimkan sejumlah bantuan logistik melalui BPBD Kepri.
Terparah di Natuna
Banjir di Natuna kali ini dinilai terparah. Hamid mengatakan, banjir besar pernah terjadi setidaknya tiga kali sejak 1970. Banjir pertama pada 1978. Ketika itu, banjir karena curah hujan tinggi sampai enam hari hingga merendam rumah warga di Ranai Kota.
Begitu juga banjir 1984. Ketika itu air setinggi pinggang orang dewasa selain curah hujan tinggi, banjir juga karena air laut pasang yang terjadi setiap akhir tahun.
“Tetapi banjir 2022 ini paling parah, biasa hanya di Ranai Kota, sekarang sudah sampai Ranai Darat,” katanya, yang sudah menetap di Bunguran Timur Natuna sejak 56 tahun lalu.
Senada dikatakan Jhoni, warga Natuna. Dia mengatakan, banjir baru-baru ini terparah di Natuna. Setiap tahun, katanya, memang banjir, tetapi tidak sampai setinggi leher orang dewasa.
Dia kaget tiba-tiba air sungai meluap dan masuk ke rumahnya. Hampir semua barang rusak. “Malam itu hujan, paginya sudah mulai reda, eh tiba-tiba banjir, tidak ada yang bisa diselamatkan,” katanya, 18 Desember lalu.
Jhoni menduga penyebab banjir karena hutan di Gunung Ranai banyak rusak. “Kalau kita lihat di atas pesawat, nampak sekali hutan Natuna mulai botak,” katanya.
Penyebab lain dia duga karena beberapa drainase di Kota Ranai tak berfungsi dengan baik. Salah satunya, di sekitar Resort Jelita Sejuba Natuna, drainase makin mengecil. Ketika hujan datang kawasan itu lebih dulu banjir daripada tempat lain.
Hamid membenarkan salah satu penyebab klasik banjir di Natuna adalah drainase bermasalah. Drainase di Ranai Natuna ini terbilang tak bagus, karena makin ke hilir bukan makin besar, tetapi mengecil.
Drainase di Natuna, katanya, berada di tengah rumah warga, tetapi tidak tahu mengalir kemana.
Banjir bandang Desember 2022 ini terpusat di kawasan padat penduduk di Kecamatan Bunguruan Timur.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Natuna, penduduk Buguran Timur mencapai 26.000 jiwa, dari total 76.000 ribu jiwa di Natuna. Natuna memiliki 12 kecamatan lain, dengan rata-rata penduduk 4.000 jiwa.
Sampai saat ini masalah drainase sudah menjadi perbincangan. Harapannya, dalam beberapa waktu ke depan ada perbaikan.
“Kementerian dan DPR juga meninjau banjir di Natuna.”
Banjir di Natuna, katanya, tidak lepas juga dari curah hujan tinggi, kontur kemiringan daratan cukup curam hingga air hujan melaju ke kota. Ditambah pula kesadaran masyarakat Natuna minim untuk buang sampah pada tempatnya.
Namun Hamid, membantah dan bilang kalau tidak ada pengundulan hutan di bukit sekitar Bunguran Timur. Kawasan hutan lindung sekitar, katanya, masih terjaga. Namun dia tak memungkiri di bagian kawasan hutan yang lain ada sebagian pemukiman.
Data satelit Global Forest Watch dari 2001-2019, Natuna kehilangan 16.400 hektar hutan primer basah, menyumbang 64% dari total tutupan hutan hilang (tree cover loss) dalam periode yang sama. Area total hutan primer basah di Natuna berkurang 14% dalam periode waktu ini. Satelit ini juga memperlihatkan, perubahan tutupan kawasan hutan yang terjadi Natuna sejak 2001-2021.
********