Mongabay.co.id

Tantangan Konservasi 2023: Masih Berlanjutnya Konflik, Perburuan dan Perdagangan Satwa Dilindungi

 

Dari redaksi: Hingga akhir tahun 2022, Mongabay Indonesia mencatat masih berlanjutnya pelbagai konflik, perburuan dan penyelundupan satwa dilindungi di berbagai wilayah di Indonesia. Di luar yang kami angkat, tidak tertutup masih banyak kasus-kasus lain yang mungkin tidak terpublikasikan ke media dan diketahui oleh publik.

 

Sebagai salah satu negara dengan kekayaan satwa endemik tertinggi, di Indonesia masih menjadi tantangan berat untuk mengatasi berbagai konflik, perburuan, penyelundupan dan perdagangan satwa dilindungi.

Wilayah di Sumatera adalah daerah yang paling sering terjadi konflik antara satwa liar dengan manusia. Di awal tahun 2022, seorang petani di Riau ditemukan tewas karena diinjak oleh gajah liar.

Konflik antara manusia dengan orangutan juga terjadi di bulan Agustus 2022, seekor orangutan ditemukan mati di kawasan TN Leuser karena lima luka di bahu kanan dan tiga di bahu kiri. Kera endemik ini menderita pukulan benda keras dan dari tubuhnya didapati bekas gigitan anjing. Kematiannya diduga akibat luka traumatik yang disebabkan pendarahan dan infeksi.

Demikian juga konflik warga dengan harimau. Di tahun 2022, beberapa wilayah di Aceh seperti di Kecamatan Bakongan Timur dan Kecamatan Tapak tuan, Kabupaten Aceh Selatan, serta Kecamatan Dabun Gelang, Kabupaten Gayo Lues. Ini menambah catatan dari periode sebelumnya, dimana BKSDA Aceh menyebut dalam periode 2017-2021 konflik manusia dan harimau telah terjadi 76 kali.

Konflik yang terjadi ini tak lepas dari aktivitas manusia di habitat tempat hidup satwa liar. Harimau yang sering turun ke permukiman dan memangsa ternak, tak lepas dari mangsa buruannya seperti babi dan rusa turut diburu oleh manusia. Pembukaan lahan untuk pertanian, perkebunan, perambahan, pembalakan, pembukaan menjadi faktor penyebab.

Perburuan dengan menggunakan jerat juga menjadi ancaman utama. Di kawasan-kawasan konservasi, seperti TN Gunung Leuser jerat kawat (sling) babi sering dipakai untuk berburu satwa dilindungi. Dalam satu operasi di wilayah tersebut beberapa tahun lalu, bahkan pernah dikumpulkan sebanyak 4.500 jerat dari dalam kawasan konservasi.

Di tahun 2022 di Desa Sri Mulya Kecamatan Peunaron, Aceh Timur, tiga ekor harimau, -dua jantan dan satu betina, dijumpai mati akibat jerat.  Kejadian ini merupakan ulangan dari tahun 2021 di Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, dimana tiga harimau, – 1 induk dan dua anaknya, mati akibat jerat babi.

 

Jerat-jerat yang dipasang pemburu di Kawasan Ekosistem Leuser yang telah dimusnahkan oleh tim Forum Konservasi Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 Racun dan Sengat Listrik

Selain penggunaan jerat, satwa yang mati keracunan juga terjadi. Pada bulan Juni 2022, di konsesi PT Riau Abadi Lestari yang berbatasan dengan APL, di Desa Koto Pait Beringin Kecamatan Talang Muandau, Bengkalis, Riau ditemukan seekor gajah hamil yang mati. Hasil penelitian awal penyebabnya kematian akibat racun, indikasinya muncul darah dari mulut, hidung dan anus yang mengeluarkan darah.

Meski bukan tindak kesengajaan, area yang dikonversi menjadi perkebunan di jalur jelajah gajah juga dapat menjadi bencana untuk satwa ini. Di bulan Oktober 2022, seekor gajah ditemukan mati di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur.

Gajah ini mati berjarak sekitar 200 meter dari gubuk pertanian. Hasil nekropsi mengindikasikan gajah ini mati akibat mengkonsumsi bahan pupuk pertanian yang ada di pondok. Berdasarkan hasil nekropsi, dugaan sementara kematian gajah liar itu akibat keracunan setelah mengkonsumsi bahan pupuk yang berada di pondok tersebut.

Perbatasan kebun dan kawasan hutan yang dipasangi kawat pagar listrik juga dapat membunuh satwa dilindungi. Di bulan Mei 2022, di Desa Bun Bun Indah, Kecamatan Leuser, Kabupaten Aceh Tenggara, seekor gajah didapatkan mati akibat akibat tersengat kawat listrik yang menjadi pagar pelindung tanaman jagung.

 

Harimau yang terkena jerat, kaki kanan depan satwa ini terluka. Harimau ini berhasil diselamatkan dan dilepaskan kembali ke habitatnya. Foto: Dok. Forum Konservasi Leuser (22 Januari 2021). 

 

Perburuan dan Perdagangan Ilegal

Di wilayah spot keragaman hayati dunia, kawasan ekosistem Leuser di Sumatera Utara dan Aceh, perburuan satwa liar terus terjadi. Sindikat ini melibatkan para penjual dan penjual bagian tubuh satwa liar selama tahun 2022.

Organ satwa, seperti gading, kulit dan organ harimau, beruang madu, kijang, kambing hutan, bulu kuao raja hingga paruh enggang menjadi incaran para pemburu. Dalam sebuah kasus di bulan Maret 2022, aparat berhasil membongkar jaringan sindikat kejahatan ini.

Kasus perdagangan ilegal satwa juga terjadi di daerah lain, seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara, sejumlah daerah di Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat hingga Jawa Timur.

Dwi Nugroho Adhiasto, pemerhati perburuan dan perdagangan satwa, menyebut bahwa para pelaku saat ini semakin pandai menutupi tindakannya. Penyelundupan dilakukan lewat peti kemas, atau dititipkan pada kapal-kapal yang memiliki alat pembekuan penyimpaan ikan atau cumi. Pelabuhan rute pendek ke Selat Malaka dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia atau Kuching di Serawak menjadi jalur penyelundupan mereka.

Untuk organ seperti harimau, maka para pelaku menyimpan bagian tubuh seperti kulit, taring, hingga tulang. Mereka dapat memburu saat ini, dan dengan pengawetan tertentu akan menjualnya dalam beberapa tahun mendatang, Kulit harimau misalnya, direndam spiritus ataupun dikeringkan.

Dalam sebuah pernyataan, pihak kepolisian menyebut modus penjualan perdagangan satwa semakin canggih dan semakin tertutup lewat komunitas tertutup dan media sosial. Sindikat ini akan mengorder kaki tangannya di daerah untuk mencarikan satwa yang diminta di pasar.

Sindikat perdagangan satwa liar di Indonesia bekerja dengan memanfaatkan jaringan internasional. Dalam jejaring bawah tanah yang rumit, mereka melakukan penyelundupan melalui pasar gelap untuk mengirim organ satwa ke negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Eropa, dan Amerika Serikat. Dalam praktinya, mereka memanfaatkan jaringan kekerabatan, seperti keluarga, kelompok, bahasa, atau etnis  yang sama.

 

Gajah liar betina iditemukan mati di areal perkebunan masyarakat di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur. Foto: Dok. Polres Aceh Timur

 

Perburuan yang dilakukan di wilayah kantong-kantong konservasi pun dilakukan secara masif. Umumnya dilakukan oleh warga lokal yang diorder oleh para pedagang ilegal.

Sebagai contoh, dalam sebuah kasus yang berhasil dibongkar oleh Polres Gayo Lues, Aceh bulan April 2022 didapatkan dari tangan pelaku sebanyak 11 gigi geraham, 8 kuku, 4 taring dan tulang beruang madu, 4 tanduk kambing hutan dan tanduk kijang.

Di jaringan yang sama, polisi berhasil mengamankan 70 kuku dan 20 taring beruang madu, 31 helai bulu kuau raja, selembar kulit harimau berukuran 5,5 x 3 sentimeter.

Karena banyaknya kasus kematian satwa akibat jerat dan perburuan, pada Juni 2022, Menteri LHK, Siti Nurbaya mengeluarkan Instruksi tentang perlindungan satwa liar atas ancaman penjeratan dan perburuan di dalam dan di luar kawasan hutan

Dalam surat tesebut, Menteri memberi instruksi kepada pimpinan daerah (Gubernur, Bupati/ Wali Kota) untuk melakukan sinkronisasi program dan kegiatan di wilayah kerjanya dengan upaya perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan.

Keefektifan dari instruksi ini tentunya masih perlu ditunggu perkembangannya, secara khusus implementasi di lapangan yang melibatkan kerjasama Pemdan dan para aparat penegak hukum.

Di sisi lain, maraknya penyelundupan dan perdagangan ilegal satwa masih terus terjadi. Di Indonesia timur (Maluku dan Papua) masih terjadi secara masif. Para penyelundup umumnya mengincar jenis-jenis burung paruh bengkok yang memiliki harga beli mahal di tingkat kolektor luar negeri. Dalam jejak kasus yang diamati, pelaku juga berasal dari oknum anggota militer yang bertugas di wilayah tersebut.

 

Bagian organ harimau sumatera yang diperdagangkan di pasar gelap ilegal. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Vonis Pengadilan

Selain iming-iming keuntungan dari perdagangan ilegal satwa, maka vonis yang diberikan kepada para pelaku dipandang masih sangat rendah. Tak ayal, vonis yang diberikan tidak memberikan efek jera.

Dalam kasus perdagangan bayi oragnutan yang disidangkan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara September 2022, pelaku Thomas Dirider di di vonis dengan hukuman satu tahun dan denda Rp10 juta.

Thomas sendiri adalah pemain lama dalam jaringan perdagangan orangutan. Dia memiliki jaringan pemburu yang kapan saja siap menyediakan satwa untuk diperdagangkan dengan sesuai permintaan.

Meski demikian, majelis hakim juga mulai menerapkan doktrin in dubio pro natura (dalam keraguan berpihak kepada alam lingkungan), untuk mencegah perbuatan pelaku dapat diikuti dan ditiru oleh orang lain.

Dalam kasus tiga ekor harimau mati di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Pengadilan Tinggi Banda Aceh memberikan hukuman dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara kepada dua terdakwa Juda Pasaribu dan Josep Meha.

Keduanya dinyatakan melanggar aturan hukum, karena kawat baja (sling) yang mereka pakai untuk menjerat babi, malah malah menjerat dan membuat mati harimau.

Di luar kasus-kasus yang ada, maka perilaku buruk dari para pejabat negara menjadi preseden buruk. Alih-alih harusnya menjadi contoh, para pejabat publik ini malah melanggar hukum dan aturan.

Dalam Kasus mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin dari rumahnya disita setidaknya tujuh satwa dilindungi yang dikoleksi secara ilegal, termasuk orangutan dan jalak bali dan mantan Bupati Bener Meriah Ahmadi yand diduga terlibat dalam kasus jual beli kulit harimau sumatera, perlu diusut tuntas oleh aparat penegak hukum.

 

Foto utama: Anak orangutan yang disita dari perdagangan ilegal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

***

 

 

 

Exit mobile version