- Gelombang tinggi, angin kencang, hujan lebat memporak porandakan rumah warga di pesisir Pantai Ampenan hingga Mapak Indah, Kota Mataram, NTB pada 24 – 25 Desember 2022. Kejadian berlanjut pada malam tahun baru 2023
- Puluhan rumah rusak parah, warga mengungsi di masjid dan rumah keluarga.
- Kejadian ini merupakan bencana terburuk selama 10 tahun terakhir. Air laut sudah masuk ke dalam rumah warga bahkan menghanyutkan rumah warga
- Pilihan untuk relokasi adalah kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan warga yang tinggal di pesisir
Angin dan ombak sudah tidak bersahabat sejak sore, 24 Desember 2022. Warga di pesisir pantai Pondok Perasi, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, NTB sudah memindahkan barang berharga mereka. Warga yang rumahnya paling dekat dengan pantai merasa ombak akan semakin ganas pada malam hari. Malam sebelumnya, suara ombak terdengar seperti gemuruh gempa. Menakutkan. Anak-anak ketakutan.
Samsudin yang puluhan tahun tinggal di pesisir merasa tenang saja. Naiknya air laut ke daratan sudah biasa terjadi. Maklum rumah mereka di pesisir. Meski beberapa tetangganya sudah pindah, Samsudin memilih bertahan karena berpikir jika kondisi cuaca parah, ombak masuk ke dalam rumah, dia memiliki kesempatan untuk menyelamatkan perahunya.
Hujan lebat disertai angin kencang pada malam hari semakin menjadi-jadi. Angin kencang beradu dengan suara ombak yang semakin bergemuruh. Terasa bumi seperti bergetar. Seperti gempa. Kini, Samsudin tidak berani keluar rumah. Dia selalu melihat ke bagian belakang rumahnya. Mengecek air laut, apakah sudah mulai masuk atau masih jauh. Samsudin pun tertidur pulas.
Dia dibangunkan oleh keributan tetangganya. Samsudin mendengar suara ombak tidak lagi jauh, tapi seperti ada di belakang rumahnya. Para tetangganya berteriak meminta Samsudin segera pindah. Dia menolak, mesin perahunya masih di rumah. Dia khawatir mesin perahunya rusak atau hilang.
“Kalau mesin bisa dibeli lagi, nyawa tidak bisa“ teriakan dari tetangganya. Samsudin luluh. Dia meninggikan posisi mesin perahunya, keluar rumah dan mengungsi ke rumah kerabat. Pilihan Samsudin tepat.
Selang beberapa jam setelah dia mengungsi, ombak menyapu garis pantai sepanjang pesisir Mapak Indah, Kecamatan Sekarbela hingga Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan. Sebagian tembok rumah Samsudin amblas, rumah hanya tersisa setengah. Air laut tidak masuk menggenangi rumah. Tapi gelombang besar, dengan kekuatan besar, menambak rumah warga di sepanjang pesisir. Rumah bukan lagi kebanjiran., tetapi roboh.
“Kalau ingat kejadiannya, saya bersyukur sekali diingatkan untuk mengungsi,’’ katanya saat ditemui Mongabay Indonesia, Minggu, 25 Desember 2022.
Di sekitar kampung Samsudin, setidaknya 16 rumah rusak parah. Rumahnya salah satu yang parah. Tidak aman ditempati. Rumah Inaq Rakmah, tetangga Samsudin juga rusah parah. Tersisa lantai keramik yang pernah menunjukkan itu bagian rumah. Selebihnya, tembok sudah hanyut dibawa air laut. Pada Minggu pagi, beberapa kerabat membantunya membersihkan rumahnya yang hanya tersisa separuhnya.
“Tumben ombak seganas ini, dulu-dulu sering air masuk. Sekarang ini langsung bikin roboh, seperti gempa,’’ katanya.
Dari arah Pura Segara Pondok Perasi hingga 600 meter ke arah selatan, perahu bertumpuk di depan rumah warga. Menutupi akses jalan. Bahkan ada perahu yang dimasukkan ke dalam teras rumah. Para nelayan membuka kekantir (balok penyeimbang di kiri dan kanan) agar memudahkan memindahkan perahu. Halaman rumah seperti lokasi pengungsian perahu. Bakan ada sebagian badan perahu dimasukkan ke dalam rumah. Akses jalan yang biasa dilewati kendaraan tertutup oleh perahu.
Kejadian Terburuk Sepanjang 10 Tahun
Husni dan Mashur duduk membahas rencana kepindahan warga Mapak Indah, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram. Pada malam 25 Desember 2022, Gubernur NTB Zulkieflimansyah menjenguk mereka, usai kejadian gelombang besar yang merobohkan rumah warga.
Rumah keduanya termasuk paling parah. Setengah bagian rumah roboh. Tembok yang tersisa kondisinya sudah tidak aman ditempati.
“Setuju 100 persen, bila perlu sekarang diminta pindah sekarang kami pindah,’’ kata Husni ketika saya menanyakan apakah mereka bersedia pindah, 26 Desember 2022.
“Tempat yang ditawarkan pak gubernur juga dekat dari laut. Kami bisa cari ikan. Kalau jauh sekali, kami kesulitan nanti,’’ sambung Mashur.
baca juga : Air Semakin Dekat, Ikan Semakin Jauh : Dampak Perubahan Iklim di Pesisir Lombok (2)
Saat meninjau warga di Mapak Indah, Gubernur NTB menyampaikan solusi bagi warga yang korban rob adalah relokasi. Posisi rumah mereka sudah sangat dekat dengan pesisir. Sepanjang tahun, saat gelombang besar mereka kebanjiran. Dalam kondisi angin kencang dan gelombang semakin ganas, bisa mengancam mereka. Terbukti puluhan rumah di pesisir Ampenan hingga Mapak Indah roboh oleh gelombang. Selain merusak rumah, gelombang juga menyeret isi rumah. Hilang dibawa air laut.
“Sekarang kami masih mengungsi di masjid, sebagian barang yang selamat kami taruh di kuburan,’’ kata Husni.
Menurut Husni para nelayan yang tinggal di pesisir, yang menjadi langganan rob sebenarnya bukan menolak dipindahkan. Hanya saja lokasi yang diusulkan tempat pindah kadang jauh dari pesisir. Sementara pekerjaan mereka melaut. Perahu mereka di pesisir pantai. Mesin kapal mereka, barang yang paling berharga tidak mungkin ditinggal di pesisir.
“Harapan kami yang penting kami tidak jauh dari laut. Hanya ini pekerjaan saya,’’ kata Husni.
Kondisi cuaca pada saat Natal hingga tahun baru 2023 sudah diprediksi BMKG Stasiun Meteorologi Zainuddin Abdul Majid. Seluruh daerah di Nusa Tenggara Barat berpotensi peningkatan intensitas hujan diserti petir serta angin kencang. BMKG juga merilis tinggi gelombang 2.5 – 4 meter di perairan Selat Lombok bagian selatan, Selat Alas bagian selatan, dan Selat Sape bagian selatan. Kategori tinggal gelombang 4 – 6 meter terjadi di Samudera Hindia selatan NTB. Akibat kondisi gelombang ini, sempat terjadi penutupan Pelabuhan Lembar, pelabuhan di Lombok Barat yang melayani penyeberangan ke Pulau Bali. Selain itu banyak kejadian rumah warga di bagian pesisir selatan Pulau Lombok yang rusak akibat gelombang.
baca juga : Kehidupan Nelayan di Pesisir Taman Wisata Alam Bangko-Bangko
Menurut penuturan warga di Pondok Perasi Ampenan, Mapak Indah Sekarbela kondisi cuaca tahun ini paling buruk selama 10 tahun terakhir. Warga sudah biasa menghadapi gelombang tinggi, hujan lebat, dan angin kencang. Tapi selama ini tidak pernah sampai merusak rumah warga. Air laut yang naik ke permukiman sudah menjadi langganan.
“Kalau dihitung 10 tahun ini pak, ini sudah paling parah. Sampai rusak rumah warga,’’ kata Mashur.
Selain kondisi tahun ini paling ganas, tahun ini juga paling tidak pasti kondisi cuaca. Tahun-tahun sebelumnya biasanya nelayan hafal pada akhir tahun dan awal tahun kondisi cuaca buruk dan mereka tidak melaut. Tahun ini, saat seharusnya puncak musim kemarau justru terjadi hujan lebat. Bahkan sampai mengakibatkan banjir.
“Kalau dihitung sampai sekarang, sudah 5 bulan saya tidak melaut,’’ kata Husni.
“Malahan bisa enam bulan,’’ sambung Mashur.
Kondisi ini semakin memparah keadaan ekonomi mereka. Mereka kehilangan tempat tinggal yang rusak akibat bencana rob. Mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Mereka juga tidak memiliki tabungan yang cukup karena cukup lama tidak melaut.
“Untuk perbaiki rumah sudah tidak punya modal, untuk makan saja sekarang susah,’’ kata Husni.
Pemprov NTB Upayakan Relokasi
Kepala Dinas Sosial NTB Ahsanul Khalik mengatakan pemerintah provinsi sudah bertemu langsung dengan warga Mapak Indah. Dalam kunjungan kerja gubernur sudah disampaikan juga untuk tawaran relokasi. Masyarakat yang menjadi korban setuju relokasi isu asalkan jangan jauh dari pesisir.
Di sekitar Mapak Indah, Pemprov NTB memiliki lahan seluas 70 are. 20 are saat ini sudah dimanfaatkan untuk kegiatan konservasi penyu yang dikelola oleh masyarakat setempat. Sisanya 50 are dikelola oleh Dinas Sosial NTB. Dari sisa 50 are ini tidak semuanya akan digunakan untuk relokasi, akan disesuikan dengan kebutuhan, Kemungkinan yang akan dipakai sekitar 20 are.
Saat ini Dinas Sosial NTB sedang memroses administrasinya. Harus ada persetujuan dari Badan Pengelolaa Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Selain itu, Dinas Sosial juga mengurus seluruh administrasi agar tidak bermasalah di kemudian hari.
“Jadi tidak bisa serta merta sekarang langsung relokasi,’’ kata pria yang akrab disapa Bang Aka ini.
Bang Aka menegaskan ini karena desas desus di masyarakat mereka langsung direlokasi. Dibangunkan rumah di atas lahan milik Pemprov NTB. Dalam konteks kebijakan pemerintah, ketika ada warga yang menjadi korban, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk membantu masyarakat. Relokasi itu adalah kebijakan yang pasti ditempuh semua pemerintah ketika ada korban menjadi korban bencana.
“Ini bukan janji tapi ini kebijakan. Ini bukan lip service, tapi ini sudah sewajarnya menjadi tanggung jawab pemerintah,’’ kata pria yang pernah menjadi kepala Dinas Sosial Kota Mataram dan Kepala BPBD NTB ini. (*)