- Dalam kurun waktu satu minggu, ada 3 ekor paus terdampar di pesisir Bali. Dua ekor paus berjenis sperma dan satu individu diperkirakan berjenis paus Bryde.
- Ada sejumlah kemungkinan penyebab terdampar, seperti kebisingan suara di laut yang mempengaruhi sonar misalnya dari aktivitas angkatan laut, perubahan cuaca ekstrim, kontur laut dan arus ekstrim, serta bencana alam.
- Tetapi informasi dari pihak terkait, bahwa tidak ada aktivitas kapal laut yang sedang survey atau melakukan aktivasi seismic di wilayah Samudera Indonesia atau WPP 573 yang meliputi perairan Bali.
- Dua bangkai paus Sperma berhasil dinekropsi untuk mengetahui penyebab kematian dan terdampar. Proses penelitian oleh sejumlah dokter hewan dan kesimpulan hasil nekropsi ini akan disampaikan ke publik.
Setelah dua ekor paus berjenis Sperma dan kemungkinan Bryde terdampar kemudian mati di Pesisir Bali Timur dan Barat, pada pekan lalu, seekor paus sperma lain juga ditemukan terdampar pada Sabtu (08/04/2023). Paus itu sempat bergerak beberapa saat, namun kemudian mati di pesisir Pantai Yeh Leh, Kabupaten Jembrana, di pesisir Bali Barat.
Dua ekor paus terakhir yang mati dalam kondisi belum membusuk akhirnya bisa dinekropsi oleh sejumlah dokter hewan. Paus pertama yang dinekropsi adalah paus Sperma yang terdampar di dua lokasi, sampai akhirnya terdampar mati di pesisir Yeh Malet, Kabupaten Karangasem. Proses nekropsi berlangsung Kamis (06/04/2023).
Berselang dua hari kemudian, seekor paus Sperma lain ditemukan terdampar di Jembrana, juga di perbatasan dua kabupaten. Jarak antara lokasi kedua paus sekitar 95 km di sisi Barat dan Timur pulau Bali jika lewat darat, dan dua kali lipatnya jika menyusuri pesisir. Dua pesisir menghadap Samudera Hindia ini paling banyak kasus mamalia megafauna laut terdampar.
baca : Dua Paus Terdampar di Bali selama Pekan Ini
Bangkai Paus Sperma di Jembrana dinekropsi pada Minggu (08/04/2023), setelah ditemukan terdampar sehari sebelumnya. Tim nekropsi harus bersabar menghadapi pasang surut air laut di kedua pantai dengan pasir hitam dan ombak tinggi itu.
Dari sejumlah dokumentasi foto dan video, terlihat antusiasme warga melihat proses penanganan paus terdampar itu. Mulai dari penarikan badan paus, mengendalikan massa, sampai proses pembedahan. Bahkan terlihat banyak warga memberi bekal berupa uang di atas badan Paus Sperma Jembrana. Ini kebiasaan di sejumlah daerah di Bali yang membekali jiwa yang sudah meninggalkan badan mahluk hidup, juga sebagai penghormatan.
Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Permana Yudiarso mengatakan proses penarikan paus memakan waktu lama karena air pasang hingga sekitar jam 14.00 WITA. Ekor paus sudah diikat dengan tali untuk antisipasi bergeser jauh karena ditarik ombak, juga dibantu dengan digeser ke pantai oleh eskavator agar proses nekropsi atau otopsi bisa berlangsung.
Nekropsi selesai sekitar 17.00 WITA dan lanjut pemotongan paus sperma menjadi beberapa bagian kecil agar memudahkan mobilisasi pengangkutan ke dump truck dan penguburan.
“Temuan fakta awal ada sisa makanan kepala cumi di saluran pencernaan dan cacing. Untuk lebih lengkapnya sampel akan dianalisis laboratorim dan hasil penyebabnya akan disampaikan,” jelas Yudi, panggilannya.
baca juga : Dua Paus Terdampar di Perairan NTT. Bagaimana Nasibnya?
Untuk hasil nekropsi paus terdampar pertama di Karangasem juga kemungkinan memerlukan waktu sekitar 3-4 minggu sampai dengan siap disampaikan hasilnya ke publik. Dari pengukuran, panjangnya lebih dari 17 meter, lingkar kepala lebih dari 7 meter, dan lingkar tubuh lebih dari 10 meter.
Kepala BKSDA Bali Agus Budi Santoso menjelaskan Paus Sperma termasuk dilindungi sesuai dengan Permen LHK No. P. 106/MENLHL/SETJEN/KUM.1/12/2016. Dikutip dari laman International Whalling Commission, iwc.int, Paus Sperma adalah cetacean bergigi terbesar. Ukuran paus balin yang paling besar, dan memiliki gigi di rahang bawahnya, digunakan untuk menangkap cumi atau ikan besar. Tidak seperti paus besar lainnya yang menyaring mangsa yang lebih kecil dan lebih padat melalui balinnya.
Proses penanganan paus terdampar ini dilakukan bahu membahu oleh sejumlah LSM, lembaga pemerintah pusat, daerah, dan jaringan dokter hewan. Ukuran satwa yang super besar, kondisi laut, dan perhatian warga membuat pekerjaan ini membutuhan tim yang besar.
Agus menambahkan ada sejumlah kemungkinan penyebab terdampar dari kasus-kasus sebelumnya di dunia seperti kebisingan suara di laut yang mempengaruhi sonar misalnya dari aktivitas angkatan laut. Penyebab lain bisa perubahan cuaca ekstrim, kontur laut dan arus ekstrim, dan bencana alam. Paus memiliki naluri, mereka akan mencari tempat berlindung yang menyebabkan tersesat.
Dikutip dari science.org, penggunaan sonar oleh kapal angkatan laut dan kapal laut lainnya membuat banyak spesies paus melarikan diri. Beberapa bahkan sampai terdampar di pantai karena menghindari frekuensi sonar itu.
Para ilmuwan memprediksi alasan yang paling mungkin yaitu suara keras dari sonar memicu respons ketakutan yang sama seperti ketika hewan mendengar panggilan yang dipancarkan oleh salah satu pemangsa mereka yang paling menakutkan: paus pembunuh.
Yudi berusaha berkomunikasi dan mendapatkan informasi dari pihak terkait bahwa tidak ada aktivitas kapal laut yang sedang survey atau melakukan aktivasi seismic di wilayah Samudera Indonesia atau Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) NRI 573. WPP ini melingkupi bagian selatan Pulau Jawa, Bali, dan sisi selatan Nusa Tenggara.
perlu dibaca : ‘Gelar Perkara’ Kejadian Mamalia Laut Terdampar di Perairan Indonesia
Pentingnya nekropsi
Deny Hatief, dokter hewan dari Yayasan Jaringan Satwa Indonesia (JSI) yang ikut nekropsi di Jembrana mengatakan tantangannya adalah ukuran satwa besar dan ombak pasang laut. Selain dibantu eskavator, sempat ditarik manual agar tidak terguling ke tengah laut. Menurutnya idealnya dua eskavator untuk menarik paus itu. Tim nekropsi terdiri dari JSI, IAM Flying Vet, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Turtle Guard Unud, dan sejumlah mahasiswa.
Sampel bagian tubuh paus sedang disimpan dan tiap sampel dibackup, dibagi dua untuk diketahui BKSDA dan KKP, dua lembaga yang berkaitan dengan penelitian satwa dilindungi. Ia menyebut semua pihak kerja bareng di lapangan, namun sampelnya disimpan di dua tempat berbeda. Selanjutnya akan dikoordinasikan proses dan mekanisme penelitiannya, termasuk hasilnya.
“Kalau ada kejadian terdampar, kemungkinan satwa sakit, perlu cari tahu penyebabnya agar tidak terlalu dini menyimpulkan,” sebut Deny. Dari proses ini akan dicari tahu penyebab sakitnya untuk disimpulkan.
Nekropsi biasanya bisa dilakukan jika satwa tidak dalam kondisi membusuk. Para peneliti dan dokter hewan berusaha mempelajari kemungkinan penyebab dari perubahan dan kondisi organnya. Hal ini, dalam jumlah besar, pernah dilakukan pada koloni Paus Pilot terdampar dan mati di Madura pada Februari 2021 lalu. Hasilnya, koloni ini dipimpin betina yang disimpulkan memiliki penyakit sesak nafas dan dalam kondisi kelaparan.
baca juga : Miris! Paus Biru Bisa Memakan 10 Juta Keping Mikroplastik Setiap Harinya
Hal ini disampaikan dalam jumpa pers penyampaian hasil investigasi terdamparnya 52 paus pilot sirip pendek di Pantai Modung, Bangkalan, Madura, pada 12 April di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta.
Mongabay Indonesia sebelumnya menulis, dari resume pemeriksaan oleh tim Fakultas Kedokeran Hewan Universitas Airlangga, koloni sedang migrasi dan berburu, dipimpin betina produktif. Betina utama yang disimpulkan sebagai pemimpinan kelompok (pilot) karena paling besar ini disebut sedang masa ovulasi atau siap kawin.
Penyebab terdamparnya kelainan otot reflektor yang mengarahkan melon-nya. “Dalam kondisi kelaparan, maka mendorongnya terdampar. Penyebab kematiannya gagal nafas,” jelas Bilqisthi Ari Putra, praktisi patologi veteriner dari Universitas Airlangga yang jadi Ketua Gugus Tugas Investigasi paus pilot terdampar ini. Sedangkan anggota kelompok lain, dari 52 ekor hanya 34 yang diperiksa, disebut dehidrasi dan kelemahan.