- Refuse-Derived Fuel [RDF] menjadi produk turunan sampah plastik yang dimanfaatkan sebagai bauran energi pada pembangkit listrik tenaga uap [PLTU] batubara, serta sejumlah pabrik industri besar seperti semen.
- Sampah plastik ukuran kecil yang tidak dapat dimanfaatkan lagi, dicacah dan dikeringkan bersama sampah organik. Selanjutnya, RDF dengan ukuran lebih besar dari pasir, dikirim ke PLTU sebagai bahan bakar campuran atau pengganti batubara.
- Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] menunjukkan, sekitar 20.000 ton perhari potensi RDF dihasilkan dari sampah plastik. Ini dapat digunakan sebagai bahan bakar pada 52 PLTU serta 34 pabrik industri semen di seluruh Indonesia.
- RDF yang berasal dari sampah plastik, komposisinya tidak lebih lima persen dianggap tidak berdampak besar untuk mengurangi volume sampah plastik di TPA. Selain itu, program RDF dianggap mengulur penutupan operasional PLTU batubara yang rencananya akan berhenti pada 2050.
Refuse-Derived Fuel [RDF] menjadi produk turunan sampah plastik yang dimanfaatkan sebagai bauran energi pada pembangkit listrik tenaga uap [PLTU] batubara, serta sejumlah pabrik industri besar seperti semen.
Sampah plastik ukuran kecil yang tidak dapat dimanfaatkan lagi, dicacah dan dikeringkan bersama sampah organik. Selanjutnya, RDF dengan ukuran lebih besar dari pasir, dikirim ke PLTU sebagai bahan bakar campuran atau pengganti batubara.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] menunjukkan, sekitar 20.000 ton perhari potensi RDF dihasilkan dari sampah plastik. Ini dapat digunakan sebagai bahan bakar pada 52 PLTU serta 34 pabrik industri semen di seluruh Indonesia.
Dilansir dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional [SISPN] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], volume sampah nasional mengalami penurunan dari 31,13 juta ton pada 2021 menjadi 19,45 juta ton pada 2022. Sampah jenis plastik menjadi terbanyak kedua sebesar 18,5 persen. Urutan pertama ditempati sampah sisa makanan sebanyak 41,5 persen.
Baca: Dilema Pengusaha Tahu Rumahan, Pakai Limbah Plastik Sebagai Bahan Bakar Produksi
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Laksmi Dewanthi, mengatakan kebijakan mendorong pemanfaatan sampah plastik menjadi RDF bertujuan untuk mengurangi sampah plastik di TPA. Selain dijadikan bentuk lain.
“Kebijakan untuk menghentikan batubara tetap dilakukan,” terangnya baru-baru ini.
Pemerintah mendorong lima sektor untuk mitigasi dan mengurangi sumber dampak emisi, diantaranya sektor energi, kehutanan, pertanian, industri, dan limbah. “Ini bagian dari upaya upaya meningkatkan ketahanan iklim atau adaptasinya bagi lingkungan.”
Pemanfaatan sampah plastik menjadi RDF untuk sumber energi PLTU, harus memperhatikan kinerja incinerator.
“Agar pembakaran plastik tidak mencemari udara dan membahayakan lingkungan,” tuturnya.
Baca: Antisipasi Meningkatnya Sampah Plastik, Surabaya Bikin Kebijakan
Pemanfaatan sampah di TPA
Di daerah, sampah yang dibuang secara open dumping dipilah oleh petugas atau pemulung yang mengambil nilai ekonomisnya. Sampah yang masih dapat dijual dikelompokkan sesuai jenisnya, mulai plastik, kertas atau karton, besi maupun logam.
Sampah sisa makanan diolah menjadi kompos.
“Air lindinya kami proses untuk layak menyiram tanaman. Tidak pula mencemari sungai,” kata Afif, pegawai pengelola TPA Jabon, Sidoarjo.
Susilo Irawan, pegawai pengelola TPA Jabon, menambahkan, sampah plastik berukuran mikro menjadi bahan dasar untuk diolah menjadi RDF.
“Setelah diproses di mesin cacah, dicampur dengan sampah organik, kemudian dipadatkan. Ada yang jadi briket dan RDF. Butuh sekitar 14 hari menjadikannya RDF.”
Sudah ada sekitar 160 ton RDF dari TPA Jabon yang dikirim ke PLTU untuk dijadikan campuran bahan bakar.
“Di Tanjung Awar-awar 80 ton dan di Paiton 80 ton,” tutur Irawan.
Baca: Perhiasan Unik dan Cantik Ini Berbahan Limbah Sea Glass
Ragukan efektivitas RDF
Kholid, warga Desa Bangun, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, meragukan efektivitas pemanfaatan RDF. Selama puluhan tahun tinggal di desa yang menjadi tempat pembuangan sampah plastik dari berbagai negara di dunia itu, aktivitas pembakaran sudah menjadi “makanan” rutin warga.
“Bau asap dari pembakaran plastik, yang pertama itu risikonya. Abunya bahkan masuk ke rumah.”
Sakit pernapasan, hingga beberapa penyakit dalam lainnya sering dikeluhkan warga.
“Warga kebanyakan tidak menganggap penyakit yang diderita, padahal itu kan jangka panjang,” tuturnya.
Pemanfaatan sampah plastik menjadi RDF untuk mengurangi volume sampah di TPA, serta alternatif sumber energi pada PLTU, juga diragukan Hermawan Some, Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya.
RDF yang berasal dari sampah plastik, komposisinya tidak lebih lima persen sehingga tidak berdampak besar untuk mengurangi volume sampah plastik di TPA. Selain itu, program RDF dianggap mengulur penutupan operasional PLTU batubara yang rencananya akan berhenti pada 2050.
“Itu bukan solusi tepat. Sampah plastik di Indonesia beragam jenisnya. Ada campuran plastik, pewarna, pelapis lain, lem dan segalanya, yang ketika dibakar akan berdampak,” paparnya.
Selain itu, tidak semua PLTU atau pabrik semen memiliki model tungku ideal, terutama untuk membakar plastik.
“Setahu saya yang sudah memakai RDF itu di Ende, NTT, dan Lombok Barat, NTB, yang kapasitasnya pun tidak banyak.”
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 70 Tahun 2016 tentang baku mutu emisi pengolahan sampah thermal, dinyatakan bahwa tidak boleh terdapat partikel yang dilarang seperti kaca, vhynil, plastik PVC, serta B3. Material ini bereaksi mengeluarkan dioksin dan furant dampak dari pemanasan. Industri pengolahan sampah secara thermal diharuskan pula melakukan uji dioksin dan furant.
Selain itu, jarak yang cukup jauh antara TPA dengan PLTU, akan berimbas pada tingginya biaya transportasi.
“Ini perlu dipikirkan ulang. Misal yang di Jabon dikirim ke Tuban, masalahnya pada biaya operasional,” ungkap Hermawan.