- Perhiasan biasanya identik dengan emas, perak, atau batuan permata.
- Di tangan Athalia Michelle Sutawijaya, lulusan Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Petra Surabaya, batuan kaca justru diubah menjadi permata cantik yang memiliki nilai ekonomis.
- Sea glass atau batuan kaca berasal dari pecahan botol, toples, piring, jendela, hingga aneka perabot berbahan kaca, yang menjadi sampah namun dibuang sembarangan hingga terbawa ke laut. Dalam prosesnya hingga bertahun, mengalami pembentukan secara alami dengan bentuk unik dan warna menarik.
- Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya, Hermawan Some mengatakan, limbah kaca yang terbuang di alam merupakan bagian dari limbah B3 yang perlu penanganan khusus.
Perhiasan biasanya identik dengan emas, perak, atau batuan permata.
Di tangan Athalia Michelle Sutawijaya, lulusan Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Petra Surabaya, batuan kaca justru diubah menjadi permata cantik yang memiliki nilai ekonomis. Ada gelang, cincin, kalung, juga anting-anting.
Perempuan asal Bali ini, menamai usaha sea glass tersebut Sela Jewelry.
Sea glass atau batuan kaca berasal dari pecahan botol, toples, piring, jendela, hingga aneka perabot berbahan kaca, yang menjadi sampah namun dibuang sembarangan hingga terbawa ke laut. Dalam prosesnya hingga bertahun, mengalami pembentukan secara alami dengan bentuk unik dan warna menarik.
“Sebenarnya sering dianggap tidak bermanfaat, bahkan dipandang sebelah mata, karena limbah. Saya ingin mengenalkan kepada masyarakat bahwa limbah bisa dijadikan perhiasan cantik,” paparnya, baru-baru ini.
Baca: Inovasi Mahasiswa: Jelly Drink dari Ekstrak Bawang Dayak, Mau Coba?

Athalia menuturkan, hanya tiga hari membuat perhiasan ini. Namun, butuh waktu lama saat mencari dan mengumpulkan pecahan kaca yang diinginkan, terutama dari pantai di Bali.
“Kalau yang bentuknya bagus, hanya perlu dipoles dan dipasang rantai atau copper wire. Sedangkan kaca yang perlu dibentuk atau diberi lubang untuk liontin, dibawa ke pengrajin.”
Sejak pertengahan 2022, Athalia memasarkan produk yang dibuat dan didesainnya sendiri itu, melalui media sosial serta platform jual beli secara daring.
“Harga kalung mulai Rp139.000, gelang Rp99.000, dan cincin Rp39.000. Semua tergantung warna, semakin langka semakin mahal,” ujarnya.
Athalia berharap, karyanya ini menginspirasi masyarakat luas untuk peduli lingkungan.
“Pecahan kaca juga mendatangkan penghasilan, bila kita mau memanfaatkannya menjadi barang bernilai jual.”
Baca: Bhusana, Solusi Memilah Pakaian Bekas Berkualitas Karya Mahasiswa ITS

Limbah kaca perlu dikelola
Koordinator Komunitas Nol Sampah Surabaya, Hermawan Some mengatakan, limbah kaca yang terbuang di alam merupakan bagian dari limbah B3 yang perlu penanganan khusus pengelolaannya.
“Bahayanya, karena butuh waktu lebih lama dari plastik untuk terurai di alam. Belum lagi kandungan bahan kimia yang di kaca tersebut dan apa yang terjadi saat bercampur dengan kontaminan lain,” terangnya, Senin [23/01/2023].
Baca juga: Buah Jamblang Dibentuk Tablet, Hasil Inovasi Mahasiswa Universitas Surabaya

Beberapa kelompok masyarakat di sejumlah daerah, kata Hermawan, sudah ada yang coba memanfaatkannya untuk kerajinan hingga material bangunan.
“Perlu penelitian terkait pemanfaatan limbah ini secara aman.”
Hermawan menegaskan pentingnya tanggung jawab produsen untuk menarik kembali kemasan botol produk minuman maupun kebutuhan rumah tangga lainnya, agar tidak mencemari lingkungan. Terlebih mengotori sungai dan laut.
“Produsen harus mulai memikirkan sistem refill, bertanggung jawab terhadap produknya agar bisa dimanfaatkan kembali. Intinya masih bisa dikelola,” ujarnya.