- Sekitar 8 miliar individu kepiting salju di Laut Bering, Samudera Pasifik menghilang dalam tiga tahun terakhir. Penyebabnya karena pemanasan global dan penangkapan yang tidak berkelanjutan.
- Kepiting salju sangat bergantung pada suhu air laut. Lapisan es dingin membuat kepiting muda bisa tumbuh dengan baik sebab banyak predator mereka menghindari wilayah yang terlalu dingin.
- Kepiting Salju di Laut Bering merupakan bisnis penting bagi industri perikanan di sana. Namun penurunan drastis populasi kepiting itu membuat panen raya kepiting salju dibatalkan pada musim 2020/2023.
- Upaya konservasi tengah dilakukan pemangku kebijakan terkait di Alaska agar populasi kepiting kembali tumbuh. Sampai saat ini, penangkapan untuk komersial masih dilarang.
Populasi kepiting salju (snow crab) di Laut Bering, Samudera Pasifik mengalami penurunan sangat drastis dalam lima tahun terakhir. Bayangkan saja, berdasarkan laporkan Seattle Times menyebut terdapat 3 miliar kepiting salju dewasa bersama dengan sekitar 5 miliar kepiting belum dewasa pada tahun 2018 lalu. Lalu tiga tahun kemudian, populasinya tinggal 2,5 juta-6,5 juta individu saja.
Ya, Laut Bering kehilangan hampir 8 miliar kepiting salju dalam tiga tahun. Lantas apa yang menyebabkan hal itu terjadi?
Jawaban dari penyebab utama menurunnya populasi kepiting salju hampir dipastikan karena perubahan iklim. Kondisi itu diperparah praktik penangkapan yang tidak berkelanjutan oleh pukat dan nelayan komersial.
Ahli biologi perikanan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Alaska Fisheries Science Center, Erin Fedewa pernah melakukan penelitian terhadap kepiting salju pada 2019. Menurutnya, suhu air memainkan peranan penting dalam siklus hidup kepiting salju. Oleh karena itu, kepiting salju tumbuh subur di perairan utara yang dingin di dasar Laut Bering.
“Banyak ikan dan jenis kehidupan laut lainnya menghindari ‘kolam dingin’, tetapi untuk kepiting salju remaja, ini adalah tempat perlindungan. Dengan hampir tidak ada predator yang mau menjelajah ke perairan dingin di lapisan ini, dan kepiting muda dapat tumbuh dengan damai,” ujarnya seperti dikutip dari Live Science, Sabtu (8/7/2023).
baca : Perubahan Iklim, Kepiting Salju di Alaska Tunjukkan Tren Penurunan Populasi
Namun rekor gelombang panas pada 2016, 2018, dan 2019 menghambat pembentukan lapisan air dingin. Kondisi tersebut menyebabkan bayi kepiting salju rentan terhadap predator. Tahun 2017-2019, kata Fedewa, telah membawa pemanasan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Laut Bering.
Luas es laut pun menciut untuk pertama kalinya. Kolam dingin hampir tidak ada, katanya.
“Perubahan yang kita lihat ini makin mengkhawatirkan bagi spesies Arktik seperti kepiting salju. Akibat hilangnya suhu ideal di habitat alaminya,” kata Fedewa. “Ada dua kemungkinan cara kepiting salju bisa merespons: menyesuaikan diri atau bergerak.”
Selain perubahan iklim, menurut laporan NOAA, beberapa praktik penangkapan ikan komersial juga berkontribusi pada penurunan populasi kepiting salju. Misalnya, kapal pukat yang menargetkan spesies laut lainnya di Laut Bering sering menjumpai, menangkap, dan membuang kepiting salju yang tidak sesuai dari sisi ukuran sebagai ‘tangkapan sampingan’ (by catch).
Di sisi lain, ketika nelayan kepiting salju mengangkut tangkapan ke atas kapal, mereka membuang kepiting yang dianggap terlalu kecil, terlalu muda, atau cangkangnya berubah warna serta rusak. Pada tahun 2020, Alaska Department of Fish and Game (ADFG) memperkirakan bahwa lebih dari 30% dari semua kepiting salju yang ditangkap dan dibuang kembali ke Laut Bering mati.
baca juga : Apakah Masih Ada Satwa Raksasa yang Belum Ditemukan Manusia?
Batalnya Panen Raya Kepiting Salju di Alaska
Karena penurunan drastis populasi kepiting salju, para pemangku kebijakan di Alaska (ADFG), membuat keputusan sulit untuk membatalkan panen raya kepiting salju. Keputusan tersebut dikeluarkan demi mengendalikan populasi yang tersisa di alam.
“Manajemen kepiting salju Laut Bering sekarang harus fokus pada konservasi dan pengamanan populasi,” kata Division of Commercial Fisheries ADFG, Sam Rabung dalam sebuah pernyataan.
Di satu sisi kepiting adalah bisnis besar di Alaska. Pembatasan musim kepiting tahun ini memberi implikasi bagi industri. Begitu juga bagi banyak nelayan lokal. Mereka terancam kehilangan mata pencaharian.
Sampai saat ini, penangkapan kepiting masih dilarang bagi nelayan komersial. ADFG tengah melakukan upaya konservasi agar kepiting bisa pulih populasinya. Jika sudah begini, mampukah manusia belajar dari hilangnya kepiting salju di Alaska? Tentang bagaimana merawat masa depan bumi sedianya iklim sudah benar-benar berubah.
Sumber : seattletimes.com, fisheries.noaa.gov dan livescience.com