- Terdapat dua kemunculan kucing dilindungi di Sumatera Barat pada September lalu, yaitu kucing emas (Catopuma temminckii) di Kabupaten Pasaman dan seekor anakan kucing hutan (Prionailurus bengalensis) Solok
- Saat ditemukan, kucing emas dan kucing hutan dalam kondisi sehat. Kemudian dua satwa itu diserahkan ke BKSDA Sumbar
- Kucing hutan merupakan satwa dilindungi dengan habitat cukup luas hingga ke batas perkampungan.
- Saat satwa itu dilepasliarkan, perlu memperhatikan kondisi dan kemampuan untuk bertahan hidup. Terlebih, anakan kucing tersebut belum bisa mencari makan atau menghindari predator.
Ada dua kemunculan kucing dilindungi di Sumatera Barat. Pertama kemunculan kucing emas (Catopuma temminckii) di area peladangan warga di Koto Baru, Jorong Pembangunan, Nagari Cubadak, Kabupaten Pasaman pada awal September dan seekor anakan kucing hutan (Prionailurus bengalensis) ditemukan di ladang warga di Sawah Gadang, Solok, pada pertengahan September lalu.
Warga yang menemukan Kucing Emas di Pasaman, Ravindra (26) mengatakan awal mulanya ia kehilangan ayam ternak sehingga ia memasang perangkap di dekat kandang ayamnya. Saat itu ia beranggapan anjing atau musang yang memangsa ayam jantannya.
Dia kemudian memasang perangkap jebak, lalu terperangkaplah kucing emas dalam kondisi sehat dan lincah. “Sembari nunggu orang BKSDA menjemput saya kasih makan berupa burung kemudian minum susu dan air putih, Alhamdulillah kucingnya mau, kucing tersebut tampak sehat,” ungkapnya.
Awalnya Ravi tidak mengetahui jika itu adalah jenis kucing emas dan menyangka itu adalah anakan harimau. “Kita cek digoogle rupanya kucing emas, hewan langka dilindungi,” ungkap Ravi.
Karena hewan langka dan dilindungi, dia menghubungi BKSDA. Namun ia mengaku sempat kesulitan mencari nomor kontak terkait yang bisa dihubungi. Kemudian ia mendapatkan nomor kontak BKSDA Sumbar dan menghubunginya. Lalu dia diarahkan untuk menghubungi petugas BKSDA di Pasaman.
“Saat itu kebetulan petugas BKSDA sedang mengamankan satwa Beruang di Rao Selatan, saya minta langsung ambil kucing emasnya, pulang dari mengamankan beruang setelah shalat isya, langsung dijeput oleh BKSDA,” pungkasnya.
baca : Jenis Kucing Liar Ini Paling Sering Berinteraksi dengan Manusia
Sedangkan seekor anakan kucing hutan sekira umur 2 bulan ditemukan warga di area peladangan di Sawah Gadang, Solok. Warga itu kemudian menyerahkan kucing hutan itu kepada Irwandi (29 tahun) yang dikenal sebagai pecinta satwa. Irwandi kemudian menyerahkan kucing hutan kepada BKSDA.
“Kondisi kucingnya sehat umurnya baru sekitar dua bulan dan baru belajar makan selain susu,” ungkapnya. Ia mengatakan penemuan kucing hutan baru pertama kali terjadi di wilayah itu.
Warga sekitar, lanjutnya, mengatakan banyak terdapat kucing hutan di wilayah itu karena perkampungan berbatasan hutan dan perkebunan yang jarang dimasukin orang.
Pelaksana harian (Plh) Kepala BKSDA Sumatera Barat, Eka Damayanti menyebut secara umum kondisi kedua kucing dilindungi tersebut dalam keadaan sehat. Kucing emas sudah dilepasliarkan, sedangkan kucing hutan masih dalam perawatan.
Pelepasliaran
Erwin Willianto, pemerhati kucing liar dan anggota IUCN SSC Cat Specialist Group, mengepresiasi masyarakat yang makin ramah dengan satwa liar. Meski begitu ia menyarankan untuk masyarakat yang memiliki ternak dekat dengan batas hutan, akan lebih bijak jika membuat kandang ternak yang lebih kokoh dan aman dari serangan satwa liar.
Kucing hutan merupakan jenis dilindungi, berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
baca juga : Ini yang Harus Dilakukan, Jika Melihat Anak Kucing Hutan Berkeliaran
Jenis ini mempunyai kisaran habitat cukup luas hingga ke batas perkampungan. Pada periode penyapihan, sang induk akan mencari lokasi yang jauh dari teritori jantan. Tujuannya, mengamankan anak-anaknya sekaligus mendekatkan pada dengan sumber pakan yang biasanya adalah kebun masyarakat. “Itulah sebabnya, sering anakan kucing hutan dijumpai masyarakat,” jelasnya.
Pada waktu tertentu, anakan kucing yang ditinggalkan induknya untuk mencari pakan, kadang pergi keluar dari sarang dan bertemu manusia.
“Tidak semua anakan kucing yang berkeliaran tanpa induk karena disisihkan, sehingga yang terjadi adalah masyarakat berusaha menyelamatkan. Padahal, belum tentu itu yang dibutuhkan. Bisa saja, kita cukup mengamati dari kejauhan untuk memastikan aman hingga induknya kembali. Tapi untuk kasus yang di Solok warga berusaha menyelamatkan kucing hutan dari ancaman hewan lain merupakan tindakan yang sudah tepat,” jelasnya.
Menurut Erwin, apa yang dilakukan kedua warga tersebut untuk segera mencari pihak berwenang sudah tepat. Alasannya, kita sebagai orang sipil tidak boleh mengambil terlebih memelihara satwa dilindungi.
“Jika masyarakat kesulitan mencari petugas terkait, dapat juga menghubungi petugas pemadam kebakaran yang pada beberapa kasus dapat membantu penanganan satwa liar.”
Terkait pelepasan, lanjut Erwin, hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi dan kemampuan untuk bertahan hidup. Terlebih, anakan kucing tersebut belum bisa mencari makan atau menghindari predator.
“Jadi bermasalah, jika dilepasliarkan tapi kemudian mati karena tidak bisa mencari makan. Poinnya, upaya penangkapan yang tidak didasari situasi kuat akan berujung pada timbulnya konsekuensi yang cenderung menghabiskan waktu dan sumber daya untuk merawat dan melatih anakan kucing tersebut,” tandasnya. (***)