- Kekeringan ekstrem akibat El Nino membuat tanaman jagung masyarakat di Kabupaten Sikka, NTT, gagal dipanen.
- Kondisi ini diperparah dengan serangan hama ulat grayak yang membuat pertumbuhan tanaman jagung terganggu.
- Ulat grayak menyerang tanaman jagung di 19 dari 21 kecamatan di Kabupaten Sikka, NTT. Luas serangan hama sebanyak 346,8 ha dari total luas lahan jagung 6.787,55 ha. Sementara, luas pengendaliannya sekitar 249 ha.
- Ulat grayak [Spodoptera frugiperda] menyerang tanaman jagung karena beberapa faktor, seperti ketersediaan makanan, kurangnya predator alami, perubahan iklim, dan praktik pertanian tidak tepat.
Nestapa petani jagung di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, kian memuncak. Dampak kekeringan ekstrem akibat El Nino bukan saja membuat pertumbuhan jagung tidak sempurna, tapi rentan terserang hama.
Wilayah sentra jagung di Kecamatan Kangae dan Kewapante, sebagian besar mengalami gagal panen. Sebagian besar tanaman jagung tampak mengering dan berbuah kerdil.
“Musim tanam tahun ini paling parah. Hampir semua petani jagung mengalami gagal panen,” ujar Yuvani Maria, petani jagung Desa Habi, Kangae, kepada Mongabay, akhir Februari 2024.
Kondisi semakin buruk dengan adanya serangan hama ulat grayak yang membuat tanaman jagung masyarakat Kabupaten Sikka mengalami gagal panen.
Baca: Dampak El Nino, Jagung Masyarakat NTT Terancam Gagal Panen
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Yohanes Emil Satriawan, menjelaskan ulat grayak menyerang tanaman jagung di 19 dari 21 kecamatan di Sikka. Luas serangan hama sebanyak 346,8 ha dari total luas lahan jagung 6.787,55 ha. Sementara, luas pengendaliannya sekitar 249 ha.
Untuk lahan yang diserang belalang mencapai 41 ha, hama uret [19,25 ha], tikus [8 ha], dan penggerek tongkol [3,9 ha].
“Petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan bersama petani melakukan upaya pengendalian menggunakan insektisida siklon 5.7 WG,” ujarnya, Senin [18/3/2024].
Sementara untuk padi sawah, terang Yohanes, serangan hama putih, penggerek batang, walang sangit, keong, wereng, bercak cokelat, dan penyakit blas menyerang 102 ha dari total lahan 636,5 ha.
Dampak kekeringan hingga Februari 2024 mengakibatkan luas lahan jagung yang mengalami kerusakan ringan 401,5 ha, sedang [253 ha], berat [346,05 ha], dan puso [107 ha].
“Kondisi ini berdampak pada gagalnya panen jagung masyarakat,” ungkapnya.
Baca: Hama Ulat Grayak Serang Ribuan Hektar Lahan Pertanian di Flores. Apa Solusinya?
Faktor penyebab
Henderikus Darwin Beja, Dosen Fakultas Teknologi Pangan, Pertanian dan Perikanan, Universitas Nusa Nipa Maumere, menyebutkan ulat grayak [Spodoptera frugiperda] menyerang tanaman jagung karena beberapa faktor.
Pertama, ketersediaan makanan, yaitu ulat ini memiliki preferensi makanan tanaman jagung. Kedua, lingkungan yang cocok, seperti suhu hangat dan kelembaban tinggi, yang memengaruhi aktivitasnya.
Ketiga, kurangnya predator alami. Ketika predator alaminya seperti burung sangat kurang maka populasi ulat grayak berkembang tanpa kendali. Ini menyebabkan serangan serius pada tanaman jagung.
Keempat, perubahan iklim, yang berkaitan dengan distribusi dan aktivitas ulat grayak,” sebutnya.
Kelima, praktik pertanian yang tidak tepat, seperti kurangnya rotasi tanaman atau penggunaan varietas jagung yang rentan.
“Ini dapat meningkatkan risiko serangan hama,” jelasnya, pertengahan Maret 2024.
Serangan ulat grayak biasanya menyebabkan gagal panen tanaman jagung. Ini dikarenakan, batang dan daun rusak, selain itu malai jagung juga terganggu.
“Serangan ulat grayak yang parah sangat mengganggu perkembangan keseluruhan, termasuk pertumbuhan akar dan pembentukan struktur tanaman,” jelasnya.
Cara mengatasi ulat grayak
Mangatasi serangan ulat grayak sebut Darwin, dapat dilakukan dengan cara menanam varietas jagung yang tahan serangan hama.
Selain itu, dilakukan rotasi tanaman dengan memperhatikan sanitasi lingkungan. Pengendalian gulma, pemantauan secara rutin, serta penggunaan pestisida nabati atau kimia dilakukan kontinyu.
“Terapkan praktik pertanian terpadu yang mencakup penggunaan kombinasi beberapa metode di atas, agar efektif dan berkelanjutan.”
Penting untuk memilih metode pengendalian hama yang sesuai dengan kondisi lingkungan lokal, serta memperhatikan keamanan manusia dan ekosistem dalam penggunaan pestisida.
“Konsultasikan dengan pakar pertanian atau agen ekstensi pertanian lokal, untuk pengendalian ulat grayak pada tanaman jagung lebih lanjut,” pungkasnya.