Rimbo Sekampung, Cinta Masyarakat Adat Marga Benakat pada Hutan dan Lingkungan

 

 

Masih ingat kelompok teater masyarakat adat Marga Benakat, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, yang pembentukannya difasilitasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatera Selatan dan Mongabay Indonesia, setahun lalu?

Kini kelompok teater bernama “Bumi” itu akan menampilkan karyanya dalam Kongres Masyarakat Adat V, 14-19 Maret di Kampung Tanjung Gusta, Sumatera Utara, yang berjudul “Ritus Rimba” yang ditulis dan disutradarai Ical Wrisaba.

Ritus Rimba yang dimainkan sejumlah pemuda adat Marga Benakat itu mengisahkan seorang perempuan yang hidup di hutan belantara bernama Rimba. Rimba merupakan “ibu bumi” bagi masyarakat sekampung atau Dusun Benakat.

Kisah ini diambil dari mantra-mantra kuno para penjaga hutan yang diceritakan tetua Marga Benakat. Isinya tentang Rimba yang gelisah, tentang manusia yang kehilangan keluarga dan lahannya, serta berbagai persoalan.

“Dalam pertunjukan ini ruh mantra ditampilkan lagi sebagai jejak peradaban Marga Benakat melalui simbol-simbol dan metafora,” kata Nopiansyah Syarifudin, Ketua AMAN Kabupaten Muaraenim, Minggu (12/03/2017).

Tujuan dari pertunjukan ini, meningkatkan rasa cinta Marga Benakat terhadap budaya Rimbo Sekampung sehingga terus melestarikannya. “Budaya Rimbo Sekampung sangat arif terhadap lingkungan, khususnya hutan dan satwanya,” kata Nopiansyah.

Terhadap para penikmat pertunjukan ini tentu saja agar mereka turut tergerak pikiran dan hatinya untuk mengakui dan menjaga masyarakat adat Marga Benakat.

“Di Medan, Sumatera Utara nanti dengan pertunjukan ini, kami hanya ingin menyampaikan masyarakat adat Marga Benakat siap berjuang mempertahankan identitas dirinya. Kami membuktikan keberadaan kami, membuat Hutan Rimbo Sekampung tetap bertahan,” katanya.

Para pemuda adat yang terlibat dalam pertunjukan teater ini antara lain Widya, Juliansyah, Bella, Firdaus, Wisnu, Intan Utami, Dwi Arista, Helena, Selly, Megi Suganda, Rika, Murni Indah, Zaitun Nifas, Tia Jeni, Irma Efriadi, Edianto, Nopiansyah, Iin Kusmianto, Elni, dan Gusti Randa.

 

Inilah pelatihan teater yang diikuti para pemuda adat Marga Benakat beberapa waktu lalu, yang diselenggarakan AMAN Sumsel dan Mongabay Indonesia. Foto: Taufik Wijaya

 

Jaga hutan adat

Para pemuda adat yang tergabung dalam Teater Bumi bukan hanya sibuk bermain teater, musik atau menulis karya sastra. Mereka pun turut aksi dalam pencegahan kerusakan di hutan adat Rimbo Sekampung, hutan adat mereka. Baik memburu para penebang dan pemburu satwa liar, juga saat terjadi kebakaran seperti pada musim kemarau 2015 lalu.

Dijelaskan Nopiansyah, akibat kian habisnya hutan adat Rimbo Sekampung dan lahan perkebunan masyarakat di Benakat, karena dijual atau dirampas perusahaan perkebunan dan pertambangan batubara, sebagian masyarakatnya hidup miskin. Tidak heran banyak remaja di sana yang tidak berpendidikan atau hanya sebagian kecil yang melanjutkan kuliah.

“Jumlah pengangguran di sini cukup tinggi. Mereka mau berkebun atau bertani tidak ada lahan. Mau bekerja ke perusahaan, sudah gajinya kecil susah pula masuknya,” katanya.

Kondisi ini diperparah oleh masuknya hal-hal negatif dari luar ke masyarakat Marga Benakat, termasuk adanya para toke kayu. “Tidak heran sebagian remaja terlibat dalam perambahan hutan,” katanya.

“Keberadaan teater ini salah satunya membangun generasi baru Marga Benakat yang akan terus menjaga adat yang sangat arif terhadap lingkungan dan nilai-nilai moral,” ujarnya.

Sebagai informasi, Marga Benakat merupakan satu marga dari suku Lematang Ilir. Sedangkan suku Lematang Ilir adalah satu dari 13 suku yang ada di Sumatera Selatan. 13 suku di Palembang antara lain Komering Ulu, Komering Ilir, Lematang Ilir, Lematang Ulu, Muara Dua, Musi Ilir dan Suku Anak Dalam, Musi Ulu, Ogan Ulu, Ogan Ilir, Palembang dan Banyuasin, Pasemah, Rawas, serta Tebing Tinggi.

 

Peta wilayah adat Marga Benakat. Warna hijau tua merupakan wilayah hutan Rimbo Sekampung. Peta: AMAN Sumsel

 

Marga Benakat yang saat ini jumlah warganya sekitar 25 ribu jiwa mendiami sembilan desa. Tujuh desa berada di Kabupaten Muara Enim dan dua desa masuk ke Kabupaten PALI (Penukal Abab Lematang Ilir), Sumatera Selatan. Kesembilan desa tersebut, Padangbindu, Pagardewa, Betung, Pagarjati, Ramipasai, Suban Ulu, Benakat Minyak, Sungai Baung, serta Desa Hidup Baru. Desa Hidup Baru merupakan desa transmigran hutan tanaman industri (HTI) yang dibentuk pemerintah pada 1990-an.

Hutan adat Rimbo Sekampung merupakan hutan adat milik marga Benakat. Hutan adat ini bersamaan dengan pengakuan marga Benakat oleh pemerintahan Belanda. Tepatnya pada 1932 oleh de Opzicter Bijhet Boscwesen.

Dulunya, marga Benakat mengklaim luas hutan adat tersebut sekitar 6.000 hektar, tapi setelah masuknya sejumlah perusahaan perkebunan sawit dan PT. Musi Hutan Persada (MHP), perusahaan HTI, yang memiliki konsensi di Kabupaten Muara Enim, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat dan Musirawas, hutan adat tersebut ditetapkan Pemerintah Kabupaten Muara Enim seluas 3.000 hektare.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,