, ,

Hancurkan Kawasan Konservasi, Tangkap Murad Husain, Bebaskan Eva Bande

Kamis 22/5/14), sejak pukul 09.00 pagi, satu persatu orang mulai berdatangan di halaman kampus lama Universitas Tadulako, Palu. Mereka terkumpul sembari membawa spanduk dan poster. Ada gambar wajah Murad Husain, bos perusahaan sawit PT Kurnia Luwuk Sejati  dan Eva Bande. “Tangkap Murad Husain.” “Bebaskan Eva Bande.” Poster-poster pun terpampang wajah aktivis perempuan beranak tiga itu.

Sekitar 150-an orang terhimpun dalam Front Penyelamat Kedaulatan Rakyat (FPKR) memulai aksi. Massa berjalan kaki menuju Kejaksaan Tinggi Negeri Sulawesi Tengah. Mereka meneriakkan tuntutan mendesak Murad Husain ditangkap. Sebab sejak 2010 ditetapkan Polres Banggai sebagai tersangka, namun tidak pernah ditangkap. Murad diduga membuka kebun sawit menerabas kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang.

Kepala Kejari Sulteng tidak berada di tempat. Menurut Aris Bira, manajer advokasi Walhi Sulteng, sejak penangkapan Eva Bande, mereka empat kali aksi hendak menemui kepala Kejari Sulteng. Namun tidak pernah ada.

Setelah itu, massa aksi ke Polda Sulteng. Saat berdemo itu, mereka ditemui Kapolda Sulteng, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen) Ari Dono Sukmanto. Menurut Kapolda, dia akan mengerahkan satuan segera gelar perkara atas kasus Murad Husain. Bahkan di hadapan massa, Kapolda mengaku telah berkomunikasi dengan Kapolres Banggai terkait dengan kasus ini.

“Saya meminta kalian melengkapi dokumen pendukung lain. Supaya ketika dibutuhkan, saya bisa menghubungi perwakilan massa,” katanya.

Massa menyebutkan Murad mendapat izin hutan tanaman industri tetapi menanam sawit. Kapolda berjanji tidak akan tebang pilih.“Jika benar Murad bersalah, dengan bukti, kami tidak akan segan-segan memproses hukum. Termaksud menahan Murad.”

Massa pengunjuk rasa tuntut Murad Husain ditangkap dan meminta Eva Bande dibebaskan. Foto: Walhi Sulteng
Massa pengunjuk rasa tuntut Murad Husain ditangkap dan meminta Eva Bande dibebaskan. Foto: Walhi Sulteng

Sebelumnya, Rabu, (21/5/14), perwakilan masyarakat se- Sulawesi yang berkumpul  dalam hajatan Dewan Kehutanan Nasional regio Sulawesi di Palu, bersolidaritas terhadap Eva Bande. Mereka membuat petisi pembebasan Eva Bande.

“Saya geram mendengar perempuan pejuang agraria dipenjara. Negara ini sudah keterlaluan. Kriminalisasi pejuang dan pembela hak rakyat seperti Eva terus terjadi. kita harus melawan ketidakadilan ini,” kata Andreas Lagimpu, ketua DKN regio Sulawesi.

Syahrudin A. Douw, direktur Jatam Sulteng, mengatakan, pembabatan SM Bangkiriang itu kejahatan atau tindak pidana yang jels-jelas diatur dalam UU Kehutanan. “Jika ini dibiarkan, preseden buruk buat aparat penegak hukum.”

Untuk itu, dia mendesak Kapolri dan Kementerian Kehutanan segera menindak dan menyelamatkan SM Bangkiriang. “Murad, pemilik KLS yang membabat hutan harus segera ditangkap. Jangan dibiarkan!”

Kalau kondisi ini dibiarkan begitu saja, perluasan perkebunan sawit di kawasan konservasi itu akan makin menggila.

Deni Bram, ahli hukum lingkungan dari Universitas Tarumanagara melihat dalam eksekusi Eva Bende lagi-lagi memperlihatkan secara nyata bahwa kriminalisasi ini tidak pro aktivis lingkungan hidup. Dalam konteks ini, katanya,  kapasitas dan kapabilitas seorang hakim sangat dipertaruhkan.

Terlepas dari argumentasi hukum yang disusun hakim, seharusnya keberadaan Pasal 66 UU Lingkungan Hidup dan doktrin In Dubio Pro Natura (jika terdapat keraguan harus melindungi alam), menjadi skala prioritas bagi upaya penegakan hukum lingkungan dewasa ini.

Potret tidak jauh berbeda terjadi pada kasus Murad Husain. Kegamangan aparat penegak hukum, katanya,  terlihat jelas saat status Murad mengalami dinamika cukup cepat dari tersangka menjadi saksi. Keadaan ini, ucap Deni, mencerminkan pola pikir dan konstruksi hukum dari aparat yang prematur dalam menangani kasus lingkungan hidup.

Menurut dia, dengan kondisi seperti itu, cukup alasan untuk menghadirkan sistem penegakan hukum lingkungan tersendiri dengan kapasitas sumber daya manusia SDM yang mumpuni di bidang hukum lingkungan.

“Ini gamblang menunjukkan ada politik hukum lingkungan hidup yang berjalan secara diametral, hingga pembangunan sistem yurisdiksi khusus penegakan hukum lingkungan menjadi urgen.”

Tapal Batas Suaka Margasatwa Bangkiriang.  Di dalam SM Bangkiriang ini ada perkebunan sawit PT. KLS 500 hektar, ada gudang permanen, ada perumahan perusahaan. Foto: Etal Dauw
Tapal Batas Suaka Margasatwa Bangkiriang. Di dalam SM Bangkiriang ini ada perkebunan sawit PT. KLS 500 hektar, ada gudang permanen, ada perumahan perusahaan. Foto: Etal Douw
Gedung perusahaan sawit yang dibangun di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Foto: Etal Dauw
Gedung perusahaan sawit yang dibangun di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Foto: Etal Douw
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,