,

Kala Palembang, Kota Tertua di Indonesia Cemas akan Kualitas Air Bersih. Apa yang Dilakukan?

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia. Sejak dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya pada abad ke tujuh hingga saat ini, Palembang dikenal sebagai kota air, karena dipenuhi sungai dan rawa. Sungai dan rawa ini selain menjadi sarana transportasi, juga sebagai sumber air bersih.

Namun, kini kualitas air baku, seperti air tanah dan sungai di Palembang kian menurun. Penurunan kualitas ini secara umum disebabkan limbah industri, sampah rumah tangga, berkurangnya anak sungai dan rawa, serta minimnya pepohonan sebagai penyaring dan penyerap air.

Salah satu langkah yang akan dilakukan Pemerintah Palembang guna menata sanitasi, terkait dengan limbah rumah tangga, adalah dengan membangun sanitasi terpusat atau komunal.

“Kualitas air baku harus dijaga. Jika dibiarkan seperti ini, bukan tidak mungkin di masa mendatang Palembang terancam krisis air bersih. Pemerintah harus hadir dalam mengatasi persoalan ini,” kata Hadi Jatmiko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Senin (23/02/2015).

Terkait rencana Pemerintah Kota Palembang yang akan membangun sanitasi komunal di lima kecamatan, yakni Kalidoni, Sako, Sematang Borang, Sukarami, dan Gandus pada 2015 ini dengan target 2.000 rumah melalui dukungan INDII (Indonesia Infrastructure Initiative) Hadi menilai sebagai upaya positif.

Salah satu kampung di Palembang, tepatnya di Kelurahan Sei-Selayur, Kecamatan Kalidoni, yang sanitasinya kurang baik. Foto: Muhammad Ikhsan
Salah satu kampung di Palembang, tepatnya di Kelurahan Sei-Selayur, Kecamatan Kalidoni, yang sanitasinya kurang baik. Foto: Muhammad Ikhsan

“Penurunan kualitas air baku ini penyebabnya bukan hanya dari limbah rumah tangga di Palembang saja. Ini juga dikarenakan rusaknya huluan Sungai Musi, akibat perkebunan dan penambangan, serta aktivitas industri,” kata Hadi.

Persoalan di huluan, kata Hadi, harus diselesaikan dengan menghentikan semua perizinan terkait perkebunan dan penambangan. Serta, mengevaluasi perusahaan yang masih berjalan. “Lakukan juga rehabilitasi hutan atau lahan yang rusak,” katanya.

Sementara industri di wilayah Palembang, harus terus dipantau. “Bisa saja produksinya meningkat, yang tidak seimbang dengan data awal saat analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) diajukan. Peningkatan produksi ini jelas menghasilkan limbah baru,” kata Hadi.

Selanjutnya, Pemerintah Palembang harus menghentikan semua pembangunan yang menimbun rawa lalu melakukan normalisasi anak Sungai Musi. Penataan dan pengelolaan sampah, yang jumlahnya terus meningkat harus dilakukan. Luasan rawa di Palembang yang semula seluas 200 hektar kini tersisa 50 hektar. Kemudian anak Sungai Musi yang berada di Palembang, sekitar 100 tahun lalu sekitar 316, yang hilang sekitar 221 anak Sungai Musi.

Mengenai program sanitasi komunal atau terpusat, Hadi mengharapkan wilayah yang ditetapkan pemerintah Palembang untuk dijalankan programnya, masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaannya, sehingga tidak menimbulkan persoalan. “Misalnya persoalan pembebasan lahan,” katanya.

Sanitasi komunal salah satu upaya pemerintah Palembang dalam mengelola limbah rumah tangga, sehingga mutu air tanah menjadi baik. Foto: Muhammad Ikhsan
Sanitasi komunal salah satu upaya pemerintah Palembang dalam mengelola limbah rumah tangga, sehingga mutu air tanah menjadi baik. Foto: Muhammad Ikhsan

Mengembalikan kenyamanan Palembang

Di masa lalu, berdasarkan catatan sejarah, Palembang merupakan kota yang paling nyaman. Selain air bersih yang melimpah, Palembang juga dipenuhi beragaman tanaman. Pemukimannya tertata dan indah, termasuk adanya kebun buah, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya.

“Kita menginginkan kisah indah tersebut kembali dirasakan masyarakat Palembang saat ini dan mendatang,” kata M. Sapri Nungcik, Kepala Bappeda Kota Palembang, Rabu (25/02/2015).

Penyelamatan air baku melalui program sanitasi komunal, merupakan salah satu cara untuk mencapai hal tersebut. Tentunya, kegiatan ini sejalan dengan kegiatan penghijauan atau perluasan ruang terbuka hijau (RTH), perbaikan atau normalisasi anak Sungai Musi, hingga pengelolaan sampah. “Penghargaan Palembang sebagai kota metropolis yang berudara terbaik di Indonesia harus dipertahankan,” kata Sapri.

Mengapa pembangunan dilakukan di pinggiran Palembang? Dijelaskan Sapri, pertama karena kesediaan lahan lebih gampang termasuk dalam pembebasannya.

Kedua, mencegah perluasan kerusakan lingkungan, sebab pemukiman baru di Palembang terus meluas sehingga meningkatkan kebutuhan air bersih dan limbah rumah tangga bertambah, “Diharapkan ke depan setiap adanya pemukiman baru, diwajibkan adanya sanitasi komunal dengan adanya contoh ini,” katanya.

Selain sanitasi komunal, pemerintah Palembang juga akan mengembangkan sanitasi kota, yang targetnya 21.700 rumah, pertokoan atau perkantoran. “Jika semua program sanitasi tersebut berjalan, lingkungan Palembang akan lebih baik, dan kualitas air baku kian membaik,” katanya.

Contoh bagian dalam IPAL komunal di Kecamatan Cepu, Blora, Jawa Tengah. Foto: Dwi Kusuma Sulistyorini

Mengapa pembangunan tidak diterapkan pada pemukiman yang lebih kumuh, seperti perkampungan di tepian Sungai Musi?

Dikatakan Sapri, ada beberapa hambatan jika pembangunan difokuskan pada pemukiman yang berada di tepian Sungai Musi. Pertama, sulit mendapatkan lahan untuk pembangunan sanitasi komunal. Kedua, penataan sanitasi juga dibarengi dengan kegiatan yang lain, sebab persoalan lingkungan di perkampungan di tepian Sungai Musi jauh lebih kompleks.

“Tapi itu bukan berarti kita tidak akan menatanya. Saat ini pemerintah Palembang tengah menyusun program penataan sanitasi di perkampungan Sungai Musi. Wacananya, instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) terapung,” katanya.

“Bentuk lainnya penghijauan yang berbasis energi terbarukan, seperti penanaman pohon yang dapat dijadikan sumber energi terbarukan, seperti nyamplung,” ujarnya.

Najib Asmani, Staf Ahli Gubernur Sumatera Selatan Bidang Lingkungan Hidup, menilai upaya yang dilakukan Pemerintah Palembang ini harus mendapatkan apresiasi yang positif. “Tapi yang harus dijaga, program ini benar-benar berjalan sesuai rencana dan targetnya, melibatkan masyarakat, serta sasarannya tiap tahun terus bertambah. Sehingga, dapat dirasakan manfaatnya oleh setiap warga Palembang. Karena, hidup sehat merupakan hak setiap warga negara,” kata Najib.

Sungai Musi malam hari yang indah diterangi pancaran sinar lampu dari Jembatan Ampera. Pencemaran terhadapa air Sungai Musi harus diatasi. Foto: Rahmadi Rahmad
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,