- Bencana banjir dan longsor di Sulsel menyebabkan korban jiwa 15 orang dan kerusakan berbagai infrastruktur. Warga yang beberapa hari terisolasi berhasil dievakuasi tim SAR gabungan. Dua korban ditemukan setelah pencarian selama 5 hari.
- Pemerintah pusat melalui BNPB akan menanggung semua biaya relokasi rumah serta menyalurkan bantuan uang operasional Rp500 juta ke Pemkab dan 25 item barang bantuan, mulai dari makanan siap saji, obat-obatan, genset dan sebagainya.
- WALHI Sulawesi Selatan menyatakan terdapat empat penyebab utama bencana banjir dan longsor tersebut.
- Aktivis bilang bencana banjir dan longsor pada bisa diminimalisir dampaknya dan bisa dicegah namun terbentur sejumlah hal.
Pasca terjadinya banjir dan longsor di sejumlah daerah di Sulawesi Selatan seminggu terakhir, berbagai pihak terus melakukan upaya evakuasi terhadap korban. Perkembangan terakhir, bencana sebabkan 15 korban jiwa, ribuan masyarakat yang sempat terlantar dan terisolasi telah diungsikan ke tempat yang lebih kondusif.
Salah satu desa yang terimbas oleh bencana banjir yang cukup parah Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, yang merupakan desa terdekat dari Sungai Latimojong.
Mexianus Bekabel, Kepala Kantor Basarnas Makassar menyampaikan bahwa tim SAR gabungan telah menuju ke Kecamatan Latimojong untuk melaksanakan evakuasi warga yang terisolir.
“Sebanyak 52 warga Desa Kadundung telah dievakuasi. Termasuk di antaranya ada delapan anak kecil. Sebagian mereka berada di posko SAR gabungan, di Kecamatan Suli, dan sebagian lagi memilih untuk pergi ke rumah kerabatnya,” ujar Mexianus, Selasa (7/5/2024).
Dijelaskan Mexianus bahwa proses evakuasi telah dilaksanakan sejak pagi hingga Selasa sore, dan dihentikan sementara karena hujan turun sehingga arus sungai yang dilewati semakin deras.
“Sejak pukul 11.00 pagi hingga pukul 16.00, tim SAR gabungan berhasil laksanakan evakuasi terhadap warga Desa Kadundung yang sempat terisolir selama lima hari sejak terjadinya bencana banjir, namun untuk saat ini dihentikan sementara dikarenakan terjadi hujan di lokasi evakuasi,” kata Mexianus.
Warga Desa Kadundung sempat terisolir akibat banjir dikarenakan putusnya jembatan dan jalan, sehingga warga harus bertahan hidup dengan persediaan seadanya.
Baca : Tanpa Mitigasi, Banjir dan Longsor di Sulsel Terus Terulang
Tim SAR gabungan, setelah melakukan lima hari upaya pencarian, juga berhasil menemukan kedua korban banjir di Kecamatan Suli Barat, Kabupaten Luwu, Selasa (7/5/2024). Korban pertama bernama Mutmita, bocah perempuan berusia lima tahun yang hilang terseret arus pada saat banjir melanda Kecamatan Suli, Kabupaten Luwu pada Kamis, 02 Mei 2024 lalu, ditemukan pada pukul 09.51.
Sementara korban kedua bernama Suardi (70) ditemukan pada pukul 13.30, sejauh 200 meter dari rumah korban, berada di bawah rakit mesin pengisap pasir di Sungai Cimpu.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah melakukan langkah sigap terkait bencana ini dengan membentuk posko dan melakukan beberapa langkah strategis.
Letjen TNI Suharyanto, Kepala BPPB, dalam jumpa pers, mengimbau Pemda Luwu untuk segera merelokasi sekitar 304 rumah warga yang terdampak banjir dan longsor dan mencari lokasi yang kondusif untuk para pengungsi.
“Relokasi harus dilakukan dalam waktu dekat karena adanya ancaman tanah bergerak yang bisa memicu terjadinya longsor susulan. Pokoknya kalau tanah bergerak harus direlokasi. Jangan menunggu tanggap darurat selesai, agar rehabilitasi konstruksinya bisa berjalan bersama,” katanya.
Menurut Surharyanto, pemerintah pusat akan menanggung semua biaya relokasi rumah serta menyalurkan bantuan uang operasional Rp500 juta ke Pemkab dan 25 item barang bantuan, mulai dari makanan siap saji, obat-obatan, genset dan sebagainya.
Baca juga : Longsor di Tana Toraja Telan Korban 20 Jiwa, Aktivis Sarankan Ini
Empat Penyebab Bencana
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menyatakan terdapat empat penyebab utama bencana banjir dan longsor tersebut.
Pertama, berdasarkan satelit pemantau hujan (zoom.earth), terlihat bahwa daerah sekitar pegunungan Latimojong, yang bagian utara Sulawesi Selatan berdekatan dengan Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, Sidrap, Luwu, serta sebagian wilayah Sulawesi Selatan bagian timur mulai diguyur hujan dengan intensitas yang cukup tinggi yakni kisaran 0,5 hingga 8 mm/h pada tanggal 26 April sampai 3 Mei 2024.
“Intensitas hujan yang tinggi dan dalam waktu yang lama secara alamiah mengakibatkan volume air dari wilayah pegunungan yang merupakan hulu penuh dan mengalir deras ke beberapa anak-anak sungai,” ujar Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulsel.
Kedua, berdasar hasil analisis tutupan hutan di lima kabupaten yaitu Luwu, Enrekang, Sidrap, Wajo, dan Soppeng, menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang mengalami bencana banjir dan longsor memiliki wilayah tutupan hutan di bawah angka 30%.
Ketiga, terkhusus untuk Kabupaten Wajo, meskipun DAS Awo dan Siwa memiliki tutupan hutan di atas angka 30% namun aliran sungainya juga terhubung dengan Sungai Belawae (DAS Bila Walanae) yang memiliki tutupan hutan di bawah angka 30%, sehingga sangat memungkinkan terjadinya luapan air sungai.
Keempat, adanya aktivitas ekstraktif dan alih fungsi lahan di daerah inti dan penyangga pegunungan Latimojong memperparah banjir serta longsor di Luwu, Enrekang, Sidrap, dan Wajo. Pasalnya, di sekitar kawasan penyangga Pegunungan Latimojong terdapat pertambangan emas PT Masmindo Dwi Area dan beberapa aliran sungai di sekitar juga dibebani izin pertambangan pasir sungai (galian c).
Kondisi ini pun diperparah dengan jenis tanah di sekitar yang masuk dalam kategori tanah andosol dan latosol yang sangat rentan erosi, terutama ketika musim hujan tiba. Sehingga, alih fungsi lahan untuk aktivitas ekstraktif dan perkebunan di kawasan penyangga akan mendorong terjadinya banjir dan longsor.
“Secara umum kajian kami menunjukkan bahwa daya dukung dan daya tampung air Gunung Latimojong telah menurun beberapa tahun terakhir seiring kegiatan perusahaan itu maupun tambang ilegal. Beberapa kali juga Luwu menjadi korban banjir dan tanah longsor saat musim hujan tiba,” tambah Amin.
Baca juga : Curah Hujan dan Kerusakan Lingkungan adalah Paket Pemicu Bencana Banjir dan Longsor
WALHI meminta pemerintah merevisi peraturan pemanfaatan ruang karena terdapat banyak kawasan rentan bencana banjir dan longsor justru diberikan izin pertambangan.
WALHI juga menuntut pemerintah mengubah perspektif dan model mitigasi serta penanggulangan bencana.
“Kami melihat sudah saatnya pemerintah menyelesaikan persoalan ini tidak secara kaku atau dibatasi wilayah administratif. Pemerintah seharusnya menyusun upaya mitigasi dan penanggulangan bencana melalui pendekatan bentang alam, baik penyelesaian di tingkat DAS maupun kawasan esensial.”
WALHI juga menuntut pemerintah memberikan edukasi dan melibatkan masyarakat secara bermakna di sekitar kawasan untuk sama-sama menyusun dan merumuskan upaya mitigasi dan penanggulangan bencana
“Tuntutan lainnya, kami meminta gubernur harus menindak tegas aktivitas pertambangan di kawasan inti dan penyangga pegunungan Latimojong.”
Rizal Pauzi, Ketua Serikat Hijau Indonesia (SHI) Sulsel, menyatakan, bencana banjir dan longsor pada prinsipnya bisa diminimalisir dan bisa dicegah namun terbentur sejumlah hal.
“Dari aspek pencegahan kami melihat salah satu masalah utama yakni pada kebijakan soal lingkungan kita belum jelas. Salah satunya terkait perubahan UU Pemerintahan Daerah dari No.32 tahun 2004 ke UU No.23 tahun 2014, di mana kewenangan kehutanan dan pertambangan ditarik dari kewenangan kabupaten ke provinsi, sementara dalam hal bencana menjadi tetap kewenangan kabupaten, sehingga ini butuh kebijakan sinkronisasi yang jelas dan terukur,” katanya.
Sementara dari aspek penanganan, Rizal menilai perlu adanya penerapan model adaptif governance di daerah rawan bencana agar terdapat penanganan yang bencana dapat dilakukan dengan cepat. selain itu, dengan model ini masyarakat sudah terlatih untuk menyelamatkan diri dari bencana.
“Harapan kita, political will pemerintah harus kuat dalam mewujudkan kebijakan dan sistem yang berbasis pada keadilan ekologi,” tambahnya. (***)
Banjir dan Longsor Landa Sulsel Bukti Ketidakseriusan Pemerintah Kelola Kebencanaan