, , ,

Inilah Kondisi Pulau Bangka Setelah Kehadiran Tambang

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, operasi PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka, Sulawesi Utara, setop sejak 2014. Alasannya, perusahaan belum memperoleh izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan sedang proses hukum.

“Masih menunggu hasil kajian lingkungan untuk mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sekarang masih suspend statusnya, kalau layak dilanjutkan, kalau tidak ya dicabut,” kata Paul Lubis, Sekretaris Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, pada Desember 2014, dikutip dari Tambang.co.id.

Lagi-lagi, lain pernyataan pemerintah,  lain di lapangan. Perusahaan tetap bekerja. Tak pelak, kerusakan lingkungan terjadi. Kawasan mangrove terbabat, air laut sudah berubah keruh dan berdampak pada ekosistem di sana.

Rekaman dari Save Bangka Island, soal kondisi Pulau Bangka, terkini terlihat jelas. Foto yang diambil 20 Maret 2015, memperlihatkan, betapa, karang-karang mulai tertutup tumpahan meterial tanah dari daratan. Air lautpun keruh, berwarna kekuning-kuningan.

Di daratan,  pada awal Maret 2015 ini,  terlihat alat-alat berat bekerja, dari truk-truk besar sampai eskavator. Sebagian pepohonan di tepian pantai sudah ludes, tinggal tanah-tanah lapang karena proses reklamasi.

Alat berat terus bekerja buat reklamasi pantai di Pulau Bangka. Ini foto diambil 3 maret 2015 oleh Save Bangka Island. Katanya, pemerintah sudah menghentikan operasi, kok masih berjalan?
Alat berat terus bekerja buat reklamasi pantai di Pulau Bangka. Ini foto diambil 3 maret 2015 oleh Save Bangka Island. Katanya, pemerintah sudah menghentikan operasi, kok masih berjalan?

Kecewa Sidang Lapangan

Sementara itu, sidang gugatan warga masih berjalan. Pada Jumat (13/3/15), PTUN Jakarta menggelar sidang lapangan di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Namun, warga penggugat dilarang mengikuti persidangan. Mereka dihalang-halangi Brimob dan salah satu organisasi adat di Sulut. Tak pelak, para penggugat hanya bisa menyaksikan persidangan dari perahu. Wargapun  kecewa. Mereka mempertanyakan sikap aparat yang tampak memihak perusahaan, PT Mikgro Metal Perdana.

“Intimidasi begitu nyata. Sebagian warga dipaksa kembali ke perahu. Malah yang lain, dari Desa Lihunu, dicegat di pos,” kata Imanuel Tinungki, warga Desa Kahuku, kepada Mongabay di Manado, Selasa, pekan lalu.

Dia kecewa. Namun, berharap, hakim mempunyai hati nurani dan melihat kebohongan. “Misal, dikatakan tidak ada aktivitas pertambangan atau klaim semua warga mendukung.”

Dia menduga, tindakan ini upaya menyembunyikan operasi MMP di Bangka. Imanuel menyatakan, ketika tim PTUN Jakarta tiba, karyawan asing dan lokal disembunyikan. “Alat berat juga disembunyikan di Daro. Setelah sidang lapangan, mereka kembali beroperasi.”

Air laut mulai keruh dan berwarna kekuning-kuningan dampak reklamasi pantai di Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island
Air laut mulai keruh dan berwarna kekuning-kuningan dampak reklamasi pantai di Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island

Dia kecewa tidak bisa menunjukkan lokasi mata air yang putus akibat karena perusahaan tambang. Pipa air bersih dibuat PNPM tidak bisa mengalirkan ke Desa Kahuku. “Air bersih tidak masuk ke Kahuku. Warga harus berinisiatif sendiri memenuhi kebutuhan air bersih.”

Merti Katulung, warga Desa Kahuku, termasuk tim penggugat, juga kecewa. Mulanya dia berencana menunjukkan bukti-bukti operasi perusahaan di Bangka, namun gagal karena dihadang kepolisian dan ormas adat.

“Ini, kan, sidang terbuka. Harusnya, masyarakat Kahuku, Lihunu dan Libas berhak menyaksikan. Ini malah terbalik. Kami coba turun dari perahu, dari aparat kepolisian tetap berkuat tidak bisa.”

“Saya, sebagai penggugat, kecewa karena kami yang mengundang pengadilan meninjau kesaksian Kementerian ESDM dan MMP yang mengatakan tidak ada aktivitas di lapangan. Namun di lapangan lain cerita.”

Padahal, katanya, sudah ada penggusuran gunung, penimbunan mangrove karena reklamasi dan konstruksi jalan. “Kami ingin membuktikan itu. Anehnya, di lapangan penggugat dihalangi menemui ketua pengadilan.”

Reklamasi pantai Pulau Bangka. Pohon-pohon terbabat. Foto ini diambil pada awal Maret 2015. Foto: Save Bangka Island
Reklamasi pantai Pulau Bangka. Pohon-pohon terbabat. Foto ini diambil pada awal Maret 2015. Foto: Save Bangka Island

Menurut kuasa hukum penggugat, kata Merti, MMP tidak berani memberi jawaban ketika tim PTUN menanyakan perihal masuk-tidak Desa Ehe sebagai lokasi pertambangan. “Padahal, Desa Ehe dan Kahuku termasuk areal pertambangan. Mereka takut mengatakan itu.”

Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa, mengecam kinerja aparat kepolisian dalam mengawal sidang lapangan PTUN Jakarta. Menurut dia, sebagai penegak hukum, kepolisian harusnya menjamin kehadiran masyarakat penggugat.

Sayangnya, polisi tidak mengerti hukum. “Harusnya mereka paham dan mengawal sidang lapangan agar berjalan baik dan aman. Bukan mengusir orang. Mereka itu penegak hukum atau bukan? Kalau bukan ya tidak usah pakai seragam. Polisi harusnya netral. Mereka, kan, digaji rakyat. Mereka bukan sekuriti perusahaan.”

Menurut Jull, kepolisian juga mencegat sepeda motor yang dibawa dari Lihunu. Padahal, sepeda motor itu sarana hakim dapat mengunjungi lokasi-lokasi yang ingin ditunjukkan penggugat. “Mereka mencoreng lembaga yang harusnya menjadi pengayom masyarakat.”

Sidang lapanganpun berjalan tidak maksimal, karena penggugat tidak bisa menunjukkan lokasi-lokasi di persidangan hari itu. “Hakim tidak bisa mengakses segala fasilitas yang disediakan penggugat. Hingga beberapa lokasi tidak bisa didatangi, karena jarak cukup jauh jika ditempuh bejalan kaki. Kami menduga ini diatur agar persidangan tidak maksimal,” kata Jull.

Di Jakarta, pada Rabu (18/3/15), sidang lanjutan digelar dengan kesaksian dari warga Pulau Bangka.

Inilah sidang lapangan pada 13 Maret 2015. Warga penggugat dilarang ikut sidang oleh Brimob dan organisasi masyarakat di sana. Foto: Save Bangka Island
Inilah sidang lapangan pada 13 Maret 2015. Warga penggugat dilarang ikut sidang oleh Brimob dan organisasi masyarakat di sana. Foto: Save Bangka Island
Lingkungan laut mulai terdampak reklamasi di tepian Pantai Bangka. Foto: Save Bangka Island
Lingkungan laut mulai terdampak reklamasi di tepian Pantai Bangka. Foto: Save Bangka Island
Awal Maret 2015, alat berat itu masih tampak beroperasi di tepian pantai Pulau Bangka. Aneh, pemerintah pusat bilang dihentikan, tapi tak ada pengawasan di lapangan. Foto: Save Bangka Island
Awal Maret 2015, alat berat itu masih tampak beroperasi di tepian pantai Pulau Bangka. Aneh, pemerintah pusat bilang dihentikan, tapi tak ada pengawasan di lapangan. Foto: Save Bangka Island
Karang inipun sudah terdampak proses reklamasi pantai Pulau Bangka. Foto diambil 20 Maret 2015. Foto: Save Bangka Island
Karang inipun sudah terdampak proses reklamasi pantai Pulau Bangka. Foto diambil 20 Maret 2015. Foto: Save Bangka Island
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,