Sejak 2007, putusan Mahkamah Agung memerintahkan penyitaan kebun sawit 47.000 hektar di hutan Register 40 Padang Lawas, Sumatera Utara, dari ‘tangan’ pengusaha Darius Lungguk Sitorus, Direktur Utama PT Torganda. Sudah berjalan delapan tahun, eksekusi lapangan mandek. Mandul di daerah, kini, kasus ditangani pemerintah pusat. Beberapa menteri terkait turun tangan. Dari rapat di Medan, Sumut, bersama jajaran kepala daerah, dilanjutkan di Jakarta.
Pada Selasa (30/6/15), Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno; Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; serta Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, rapat bersama di Manggala Wanabhakti. Hasil pertemuan, belum ada kepastian tanggal eksekusi, namun akan terlaksana tahun ini. Terpenting, dalam penyelesaian kasus ini, tak akan merugikan masyarakat hingga warga tak perlu termakan hasutan perusahaan. Dari rapat itu juga terungkap, ribuan lahan sudah memiliki sertifikat dan sementara dibekukan sampai ada penyelesaian kasus.
Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Polhukkam mengatakan, dalam rapat kali ini kembali ditegaskan negara harus hadir di tengah warga sekaligus harus meletakkan wibawa negara. “Presiden bilang, selesaikan secara hukum dan dengan baik. Akan dilakukan eksekusi di lapangan dengan cara yang baik, ada penegakan hukum, dan sosialisasi pada masyarakat,” katanya usai pertemuan tertutup.
Dia mengatakan, lahan yang selama ini dikelola korporasi akan dialihkan kepada negara lewat BUMN. Namun, katanya, rakyat di sana tak diganggu. “Penghasilan tetap, hanya manajemen diganti dari korporasi ke negara. Intinya itu saja. Jadi semua pihak, kementerian dan lembaga mendukung ini akan lakukan segera. Hukum ditegakkan dan tak merugikan rakyat.”
Tedjo tak bisa memberikan kepastian tanggal eksekusi tetapi akan berlangsung dalam tahun ini. Soal penolakan warga, katanya, karena mereka belum mendapatkan informasi benar dan ada upaya penghasutan kepada warga bahwa mereka akan dirugikan.
“Seolah-olah kalau diambil alih mereka jadi gak ada kerjaan. Gak begitu. Andai sekarang gaji mereka satu rupiah, diambil negara ya tetap satu rupiah. Gak berubah. Kalau punya lahan satu hektar tetap satu hektar. Tetapi pengelolaan ini akan dikelola negara.”
Untuk itu, katanya, kepada warga akan ada sosialisasi terlebih dahulu. Kepada perusahaan akan ada pemanggilan. “Akan dipanggil. Kalau serahkan dengan baik ya sudah. Kita hitung-hitungan, berapa keuangan ke negara, berapa hak rakyat. Semua dihitung. Kalau tidak, proses hukum jalan. Kita minta yang bersangkutan bekerja sama dengan pemerintah secara baik-baik.”
Siti Nurbaya, Menteri LHK mengatakan, mengacu pada UU P3H Pasal 46, terhadap perampasan kejahatan kehutanan maka pengelolaan dilakukan BUMN kebun. “Jadi kita sudah coba komunikasi dengan Menteri BUMN juga,” ujar dia.
Register 40 itu masuk kawasan hutan tetapi kondisi lapangan sudah menjadi kebun sawit yang diperkirakan masih produksi hingga 2029.
Bagaimana kelanjutan nasib hutan setelah itu? Menurut Siti, kalau bicara pemerintah, seharusnya hutan yang habis kembali menjadi hutan lagi. “Tapi itu kan kebijakan. Kita harus lihat lagi perkembangan selanjutnya. Karena di sana sudah ada masyarakat dan tadi Ferry (Menteri Agraria) jelaskan ada petani plasma dan ada bersertifikat.”
Untuk itu, sementara ini sertifikat lahan di Register 40 yang sudah keluar dibekukan selama proses belum selesai. Namun, setelah lahan kembali ke negara akan ada kebijakan pemerintah lagi.
“Apakah itu pelepasan atau apa namanya, yang instrumen di KLHK, akan dihidupkan lagi. Dengan kata lain hak milik masyarakat apabila sudah diberikan oleh negara nanti kita letakkan di tempat yang pas dalam kebijakan-kebijakan yang ada. Posisi seperti itu.”
Pembekuan sertifikat-sertifikat warga itu, katanya, karena ada mekanisme atau prosedur pelepasan kawasan yang salah. “Kita sedang pelajari hubungan sebab akibat dari sertifikat itu dengan korporasi dan kejahatan korporasi. Pada dasarnya, negara melindungi masyarakat.”
Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang mengatakan, ada sekitar 1.800 keluarga yang mendapatkan sertifikat, masing-masing dua hektar. Jadi, ada 3.640 hektar lahan di Register 40 yang menurut dugaan Ferry, mendapatkan sertifikat dari program pemerintah. Meskipun dibekukan sementara tetapi dipastikan tak akan merugikan warga. “Tentu saja harus melindungi warga negara. Jadi tetap berikan manfaat dan tak matikan kehidupan mereka,” ucap Ferry.
Pembekuan ini, katanya, guna menghindari pengalihan hak milik atau diperjualbelikan. Karena, bukan mustahil, dalam kondisi seperti ini dimanfaatkan pihak lain untuk menakut-nakuti warga agar menjual atau mengalihkan kepemilikan. “Status tetap mereka punya dan komunikasi kepada mereka. Dibekukan selama penyelesaian masalah dan mereka tak dirugikan.”