Soal SP3 Perusahaan, Panja Karhutla DPR Temukan Kejanggalan. Apakah Itu?

Penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada 15 perusahaan tersangka pembakar hutan dan lahan masih jadi bahasan panjang. DPR membentuk panitia kerja kebakaran hutan dan lahan (panja karhutla). Pada 30 Juli-2 Agustus 2016, panja bentukan Komisi III DPR ini menemukan beberapa kejanggalan.

Benny K Harman, Ketua Panitia Kerja Karhutla Komisi III DPR mengatakan, hasil tinjauan lapangan, panja menemukan terkait alasan hukum dan mekanisme proses penetapan perusahaan sebagai tersangka tak transparan.

”Seharusnya memiliki dasar hukum. Berdasarkan KUHP ada mekanisme dalam penentuan menjadi tersangka harus didahului dengan penerbitan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP),” katanya usai rapat, di Jakarta, Rabu (14/9/16).

Baca juga: Setop Penyidikan Belasan Kasus Karhutla Perusahaan, Polda Riau Dilaporkan ke Kompolnas

Mekanisme ini, katanya, seharusnya diketahui dan diawasi kejaksaan. Namun, kata Benny, dalam proses penetapan tersangka perusahaan, langkah ini tak ditempuh kepolisian.

Temuan lain, ada dugaan beberapa perusahaan tersangka izin mati maupun sudah dicabut. Panja memakai istilah perusahaan fiktif. Dalam catatan DPR, ada PT Dexter Rimba Perkasa (HTI). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  per 4 Februari 2015 telah mencabut  izin usaha HTI perusahaan yang keluar pada 2007 dengan luasan 21.880 hektar.

Ada PT Hutan Sola Lestari (HPH), yang pencabutan izin pada 21 September 2015—terkena sanksi administrasi karena hutan terbakar—juga masuk SP3. Lalu, PT PAN United dicabut izin 26 September 2012 dan PT Siak Timber izin cabut 23 Maret 2013.

Taufiqulhadi, anggota Komisi III DPR menilai, polisi tak serius dalam penanganan karhutla melibatkan perusahaan besar. ”Penetapan tersangka terlihat dan terkesan terburu-buru. Apakah hanya karena Presiden datang, marah-marah dan langsung menetapkan tersangka?” katanya.

Baca juga : Kasus Korporasi, Kapolri Larang Polisi Daerah Keluarkan SP3

Temuan-temuan ini, katanya, akan ditindaklanjuti dengan meminta penjelasan pihak terkait agar lebih obyektif, transparan dan akuntabel.

”Penting untuk melihat lebih jauh dan dalam untuk mendapatkan penjelasan pemerintah dan penegak hukum (terkait kasus SP3),” kata Benny.

Menurut dia, Komisi III akan bekerja selama enam minggu dan memanggil beberapa pihak terkait seperti KLHK, organisasi lingkungan seperti Walhi, dan Jikalahari, DPRD Riau Komisi A (Tim Pansus Karhutla Riau), para saksi ahli SP3, perusahaan dan pakar hukum lingkungan hidup.

Panja juga akan mengundang kapolda beberapa provinsi seperti Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Papua dan Kejaksaan Tinggi Riau.

”Kami mempertanyakan apakan proses putusan ini (SP3-red) adalah proses hukum semata atau ada proses non-hukum yang mengintervensi kasus ini,” katanya.

15 perusahaan perkebunan dan kehutanan di Riau yang terima SP3:

*PT Bina Duta Laksana (Pulpwood) = APP (Sinar Mas Forestry Affiliated)
*PT Ruas Utama Jaya (Pulpwood) = APP (Sinar Mas Forestry Affiliated)
*PT Perawang Sukses Perkasa Industri (Pulpwood) = APP (Sinar Mas Forestry Affiliated)
*PT Suntara Gajapati (Pulpwood) = APP (Sinar Mas Forestry Affiliated)
*PT Dexter Timber Perkasa (Pulpwood)
*PT Siak Raya Timber (Pulpwood) = APRIL affiliated (RGE)
*PT Sumatera Riang Lestari (Pulpwood) = APRIL affiliated (RGE)
*PT Bukit Raya Pelalawan (Pulpwood) = APRIL affiliated (RGE)
*PT Hutani Sola Lestari (Pulpwood) = APRIL affiliated (RGE)
*KUD Bina Jaya Langgam (Pulpwood) = APRIL JV (RGE)
*PT Rimba Lazuardi (Pulpwood) = APRIL affiliated (RGE)
*PT PAN United (Palm Oil)
*PT Parawira (Palm Oil)
*PT Alam Sari Lestari (Palm Oil)
*PT Riau Jaya Utama (Palm Oil)

Sumber: Greenpeace

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,