Pemda Masih Minim Terapkan Larangan Alih Fungsi Lahan Pertanian

Perubahan lahan pertanian menjadi kebun sawit, tambang, sampai pemukiman masih terus terjadi di berbagai daerah di negeri ini. Padahal, Indonesia sudah memiliki UU yang mengatur larangan alih fungsi lahan pertanian. Sayangnya, baru kurang dari 50% pemerintah daerah menindaklanjuti ketentuan UU ini. Belum lagi mekanisme pengawasan lemah.

UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini sudah dilengkapi aturan turunan,  yakni, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012. Aturan ini menyebutkan alih kepemilikan lahan pertanian boleh tetapi tak bisa alih fungsi.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian dari 350-400 kabupaten/kota, baru 180 kabupaten/kota mengadopsi aturan lahan pertanian pangan berkerlanjutan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).

”Ada kajian KPK, alih fungsi lahan sawah 50.000-60.000 hektar setiap tahun,” kata Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan KPK, baru-baru ini.

Angka ini, katanya, setara Indonesia kehilangan pasokan beras 300.000 ribu ton per tahun. Jadi, upaya peningkatan produksi pangan, pada beras, tak sebanding dengan lahan pertanian yang menyusut di beberapa daerah.

KPK menyebutkan,  bahwa kondisi ini didukung perilaku pemerintah daerah merasa pengalihan fungsi lahan pertanian lebih menguntungkan bagi pendapatan daerah.

”Kalau hanya sawah, pemda hanya mendapat PBB, perumahan jauh lebih besar,” katanya.

Padahal, membangun sawah yang memiliki irigasi dengan produktivitas sama sebelumnya, memerlukan 10 tahun.

Bersama Kementerian Dalam Negeri, KPK akan berkoordinasi mendorong pemerintah daerah segera memiliki lahan pangan paten dan berkelanjutan.

Gatot Irianto, Direktur Sarana dan Prasarana Kementerian Pertanian bilang, sudah 5 juta hektar masuk lahan pangan pertanian berkelanjutan, dan target 10 juta hektar.

Kementan, katanya, akan ekstensifikasi untuk mengamankan lahan produktif 132.000 hektar tahun ini. ”Moratorium alih fungsi lahan sangat perlu, kalau tidak kecepatan alih fungsi lahan makin dahsyat,” katanya.

Untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementan tahun depan berencana memberikan sertifikasi lahan pertanian massal dan gratis. Tujuannya, memberikan kepastian kepemilikan dan mendapatkan insentif.

Rencana ini, katanya, akan dibahas bersama Kementerian Perekonomian karena melibatkan lintas lembaga dan kementerian seperti Kementan, Kementerian ATR/BPN, Badan Perencanaan Nasional dan Kementerian Keuangan.

”Kita akan mintakan insentif Kemenkeu untuk daerah yang memiliki perda dan wilayah jelas dalam mempertahankan lahan pertanian” katanya.

Bahasan soal alih fungsi lahan ini, katanya, akan ditindaklanjuti tiga bulan ke depan yang akan mengintegrasikan antara data kementerian dengan kementerian lain.

Kalau lahan tani terus tergerus, impor makin tinggi. Data Badan Pusat Statistik, selama Januari-September 2016, impor beras naik lima kali lipat menjadi 1,14 juta ton atau US$472,5 juta, dibandingkan tahun lalu, 229.611 ton.

Print

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,