Rencana restorasi lahan gambut seluas 615.907 hektare di Sumatera Selatan, kemungkinan akan mengalami pengurangan. Kenapa?
“Saat ini ada 28 perusahaan yang sudah menyampaikan data kontijensi terkait lokasi restorasi di lahan konsensinya. Menurut mereka, sebagian lahan yang dijadikan sasaran restorasi bukan lagi lahan gambut,” kata Dr. Najib Asmani, Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan, Kamis (10/08/2017).
“Perbedaan ini karena peta yang digunakan, satu menggunakan skala 1:250 ribu dan satunya lagi menggunakan skala 1:50 ribu. BRG menggunakan skala 1:250 ribu sementara Sumatera Selatan memiliki peta skala 1:50 ribu,” kata Najib. Meskipun begitu, kepastian luasan lahan gambut yang akan direstorasi akan ditentukan hasil kerja tim verifikasi lapangan yang akan dikomandani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Baca: Lahan Gambut Seluas 615.907 Hektare Bakal Direstorasi, Begini Rencananya
Seperti diketahui, target restorasi gambut di Sumatera Selatan sekitar 615.907 hektare. Lokasinya berada di wilayah kebakaran 2015, termasuk di lahan konsesi, juga areal gambut yang berada di berbagai status fungsi kawasan.
Terkait lokasi restorasi di lahan konsesi, BRG (Badan Restorasi Gambut) mengeluarkan arahan sejumlah pihak untuk melakukan restorasi terhadap lahan gambut yang menjadi target di Sumatera Selatan itu.
Di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), misalnya, PT. Buluh Cawang Plantations harus melakukan restorasi lahan gambut seluas 84 hektare; PT. Persada Sawit Mas seluas 1.604 hektare; PT. Bumi Andalas Permai seluas 136.841 hektare; PT. Bumi Mekar Hijau seluas 107.619 hektare; PT. Karawang Ekawana Nugraha seluas 1.204 hektare; serta PT. SBA Wood Industries seluas 86.897 hektare. Pemerintah Sumsel atau Dinas Kehutanan melakukan restorasi seluas 6.727 hektare dan pemerintah kabupaten atau provinsi seluas 49.736 hektare.
Di Kabupaten Banyuasin, Pemerintah Sumsel atau Dinas Kehutanan melakukan restorasi seluas 1.261 hektare dan PT. Tri Pupajaya seluas 3.592 hektare. Di Kabupaten Musi Banyuasin, restorasi dilakukan Pemerintah Sumsel atau Dinas Kehutanan seluas 16.924 hektare; PT. Mentari Subur Abadi seluas 2.465 hektare; PT. Muaro Kahuripan Indonesia seluas 27 hektare; PT. Panca Tirta Budi Agung seluas 2.265 hektare; Pemerintah daerah kabupaten dan provinsi seluas 14.457 hektare; PT. Rimba Hutani Mas seluas 23.118 hektare; serta PT. Tiesico Cahaya Pertiwi seluas 3.430 hektare.
Adapun data keberatan tersebut, mencakup batas HGU, data titik penataan, dan lokasi sekat kanal.
Ke-28 perusahaan itu, untuk perkebunan adalah PT. Aburahmi, PT. Adira Agro, PT. Banyu Kahuripan Indonesia, PT. Buana Sriwijaya Sejahtera, PT. Buluh Cawang Plantation, PT. Cahaya Sawit Sejahtera, PT. Cipta Lestari Sawit, PT. Dwi Reksa Usaha Perkasa, PT. Dendy Marker Lestari, PT. Daya Semesta Agro, PT. Golden Blossom, PT. Hortinesia Permai, PT. Hindoli, PT. Kelantan Sakti, PT. Mentari Subur Abadi, PT. Mitra Agrolika, PT. Mahkota Andalan Sawit, PT. Mutiara Bunda Jaya, PT. Persada Sawit Mas, PT. Pinang Witmas Sejahtera, PT. Proteksindo, PT. Panca Tirta Budi Agung, PT. Surya Agro Persada, PT. Surya Cipta Kahuripan, PT. Tunas Baru Lampung, PT. Telaga Hikmah, PT. Wana Potensi Guna, dan PT. Waringin Agro Jaya.
Sementara IUPHHK/sektor kehutanan adalah PT. Bumi Mekar Hijau, PT. Sebangun Bumi Andalas, PT. Bumi Persada Permai, PT. Rimba Hutan Mas, PT. Tripupa Jaya, dan PT. Sumber Hijau Permai.
RREG dan RTT di Muba dan OKI
Sebelumnya, World Resources Institute (WRI) Indonesia, Wetlands International Indonesia (WII), dan World Agroforestry Centre (ICRAF) yang tergabung dalam Konsorsium Perencanaan Restorasi Gambut Sumatera Selatan bekerja sama dengan TRG Sumsel menggelar FGD pengembangan dokumen Rencana Restorasi Ekosistem Gambut (RREG) dan Rencana Tindak Tahunan (RTT). Tujuannya, sebagai cetak biru dalam implementasi program restorasi gambut di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Ogan Komering Ilir (OKI), di Palembang, 7 Agustus 2017 lalu.
Pada acara itu Dr. Najib Asmani mengatakan, pengembangan dokumen perencanaan diharapkan dapat sinergis dan saling mengisi dengan kebijakan daerah, yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kontijensi Restorasi Gambut. Dengan begitu, dalam operasionalisasinya nanti didukung oleh perangkat daerah dan pendanaan yang memadai.
Dr. Myrna Safitri (Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG) memberikan arahan terkait pentingnya memperhatikan kerangka pengamanan sosial dalam perencanaan restorasi gambut. Juga, revitalisasi kehidupan masyarakat melalui program Desa Peduli Gambut.
“Upaya restorasi gambut jangan sampai menimbulkan konflik dan menghilangkan hak akses masyarakat. Upaya perencanaan juga harus didukung masyarakat serta menjadi tanggung jawab bersama,” katanya.
Myrna juga menyampaikan kerangka program Desa Peduli Gambut dapat dimanfaatkan sebagai intervensi pembangunan desa-desa di dalam dan sekitar Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), yang menjadi target restorasi gambut. Sekaligus, digunakan sebagai alat ukur bersama untuk menetapkan kontribusi program pada capaian kemajuan status desa-desa gambut. Oleh sebab itu, upaya ini harus didukung data yang akurat dan terkini serta instrumen kelembagaan dan kebijakan terpadu.
Guru Besar Universitas Sriwijaya, Dr. Robiyanto Susanto, selaku Ketua Tim Ahli Restorasi Gambut sekaligus Ketua Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial Sumatera Selatan, mengatakan salah satu model pengembangan restorasi gambut secara terpadu adalah dengan Kawasan Ekonomi Khusus Gambut, seperti yang tengah diujicobakan di Kabupaten Banyuasin.
Selain itu, instrumen kebijakan Perhutanan Sosial perlu dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan berbagai permasalahan konflik lahan di lapangan. “Dalam perencanaan juga perlu pembagian peran (role sharing) dan biaya (cost sharing) yang jelas antar pemangku kepentingan, terutama pada Unit Pengelola Restorasi Gambut tiap KHG.”
MEKAR
Dr. Satrio Adi Wicaksono dari WRI Indonesia dalam paparannya menekankan, proses penyusunan dokumen perencanaan bisa dilakukan secara inklusif dan partisipatif. Proses penyusunannya juga akan mengadopsi Metode Evaluasi Kesempatan Restorasi (MEKAR) yang sebelumnya pernah digunakan untuk menilai potensi restorasi di Daerah Aliran Sungai Musi.
Metode ini memberikan kesempatan para pihak untuk berproses secara aktif dalam penyusunan dokumen perencanaan restorasi gambut melalui kombinasi pendekatan top down dan bottom-up.
“Perencanaan yang dilakukan bukan hanya berdasarkan data-data yang dihasilkan dari teknologi serta metode analitik yang akurat, tetapi juga pada pengetahuan lokal,” jelasnya.
Dalam dokumen perencanaan restorasi gambut, setidaknya tiga kegiatan utama akan diintegrasikan, yang dikenal dengan istilah 3R, yaitu: Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi kehidupan masyarakat.
“Pengembangan dokumen perencanaan restorasi gambut perlu memperhatikan kegiatan yang sedang berlangsung, perencanaan lain yang telah ada, serta pengalaman para pihak,” pungkasnya.