Dalam tiga tahun terakhir, Pemerintah Indonesia terus aktif untuk menghentikan aktivitas perikanan ilegal yang dilakukan para pencari ikan dari seluruh dunia. Aktivitas tersebut dinilai merugikan Indonesia, karena menurunkan populasi ikan di perairan laut. Namun, pengawasan seperti itu belum terjadi untuk ikan yang ada di perairan tawar.
Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryono, menjelaskan, ikan yang tumbuh di air tawar, bisa ditemukan di habitat air yang mengalir (Lotik) seperti sungai dan air yang menggenang (Lentik) seperti danau, waduk, dan rawa.
“Perairan umum daratan air tawar ini terutama ada di pulau Kalimantan dan Sumatera,” ucap dia di Jakarta, pekan lalu.
Secara keseluruhan, Haryono mengatakan, perairan umum daratan di Indonesia saat ini luasnya mencapai 55 juta hektare. Dengan rincian, luas perairan sungai 11,95 juta ha, perairan danau/waduk 2,1 juta ha, dan perairan rawa 39,4 juta ha.
Dengan luasan seperti itu, Haryono menyebut, ikan bisa berkembang dengan baik. Namun, terdapat sejumlah ikan endemik yang populasinya mulai terancam. Ikan jenis tersebut, biasanya tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas.
“Selain ikan endemik, ada juga ikan asli atau lokal, ikan langka, ikan terancam punah, ikan introduksi, dan ikan invasif,” papar dia.
Mengingat ikan air tawar tumbuh dan berkembang biak di perairan daratan, Haryono mengatakan, jumlahnya dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan. Salah satunya, adalah ikan endemik yang kini jumlahnya terus menurun.
Di Indonesia, kata Haryono, total ada 4.782 spesies ikan asli Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah perairan. Dari jumlah tersebut, ikan air tawar memiliki 1.248 spesies, ikan laut dengan 3.534 spesies, ikan endemik 130 spesies, introduksi 120 spesies, terancam punah 150 spesies, dan invasif sebanyak 13 spesies.
Konservasi
Agar ikan endemik bisa terus bertahan dan populasinya meningkat lagi, perlu dilaksanakan konservasi sumberdaya ikan yang ada di perairan daratan. Prinsip konservasi, menurut Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Sulistiono, sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
“Dalam UU tersebut diatur tentang konservasi sumber daya ikan yang dilakukan melaui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik,” tutur dia.
Menurut Sulistiono, dalam melaksanakan konservasi sumber daya ikan, prosesnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan. Selain dalam UU, konservasi juga diatur lebih rinci di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang di dalamnya diatur tentang pengelolaan konservasi atau habitat ikan.
“Termasuk di dalamnyya adalah pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem,” ujar dia.
Selain mengatur tentang konservasi, Sulistiono menyebutkan, di dalam PP disebutkan juga aturan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari jenis-jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.
Lebih jauh Sulistiono mengatakan, banyak pendapat dari para ahli tentang batasan konservasi. Namun, itu semua tergantung dari waktu, keahlian, dan pandangan terhadap alam beserta dinamikanya.
“Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pengertian konservasi tidak ada yang berdiri sendiri, tetapi selalu dikaitkan dengan objek pengaturan hukumnya,” jelas dia.
Dengan adanya konservasi, Sulistiono mengatakan, upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk di dalamnya adalah ekosistem, jenis, dan genetika bisa menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.
Alasan kenapa beberapa jenis ikan perlu diberikan tindakan konservasi, kata Sulistiono, adalah karena mereka mengandung nilai ekonomi, nilai sosial, nilai ekologi, nilai budaya, nilai religi, nilai estetika, dan adanya ancaman kepunahan.
Adapun, tujuan dilaksanakan konservasi jenis ikan tertentu, menurut Sulistiono, adalah: 1) Menjaga atau meningkatkan produksi; 2) Keseimbangan alam; 3) Perbaikan genetika/spesies; 4) Menggali manfaat potensial; 5) Turisme; 6) Pendidikan dan penelitian; 7) Estetika; 8) Endemik, etnik; 9) Kesehatan lingkungan; dan 10) Kelestarian keanekaragaman.
Ekspor Ilegal
Penurunan ikan endemik di Indonesia, menurut petugas karantina dan budidaya ikan air tawar museum Dunia Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah Muchamad Catim Magfur, disebabkan karena berbagai faktor. Salah satunya, karena saat ini terus terjadi pengiriman ikan ke luar negeri secara tidak resmi.
Pengiriman secara ilegal itu, menurut dia, bisa terjadi karena pengawasan yang masih lemah dilakukan petugas di lapangan. Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus segera mengambil tindakan cepat untuk menyelamatkan ikan endemik yang jumlahnya semakin sedikit dari waktu ke waktu.
“Kita semua harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik untuk menjaga populasi ikan air tawar yang ada di Indonesia. Saat ini, jumlahnya semakin menurun, seperti jenis Arwana, karena pengawasan yang masih kurang,” tegas dia.
Dalam menjaga populasi, menurut Catim, berbagai upaya sudah ditempuh dengan melibatkan instansi seperti LIPI, IPB, dan pengusaha ikan air tawar. Upaya tersebut, diharapkan bisa menjaga populasi ikan-ikan endemik yang ada di Indonesia.
Menurut Catim, upaya penyelamatan ikan endemik seperti Arwana, perlu dilakukan, karena selama beberapa waktu belakangan ini di wilayah Papua, ikan arwana kerap di jarah orang-orang tak bertanggung jawab. Ikan dengan nilai jual tinggi itu kemudian dikirim ke luar negeri melalui jalur tak resmi.
“Harus ada tindakan langsung dari Pemerintah untuk menghentikan pengiriman ilegal untuk ikan air tawar seperti Arwana. Jika dibiarkan, maka populasinya terancam akan habis,” desak dia.
Saat ini, di Indonesia sebanyak 8500 spesies ikan air tawar hidup di perairan tanah air atau 26 persen dari spesies ikan dunia. Dari semua itu, ada sekitar 440 ikan endemik yang harus terus dijaga kelestariannya.
Ancaman Ikan Asing
Selain eksploitasi secara ilegal, ancaman keberlangsungan ikan air tawar, salah satunya juga karena masuknya ikan asing dan hama penyakit ikan. Sejak lama, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya mengendalikan penyebaran hama penyakit ikan, pengendalian keamanan hayati, pengendalian komoditi yang dilarang atau dibatasi, serta pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan.
Penjagaan itu, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan menuju kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan dan petani ikan. Karena itu, menurut dia, perlu kehati-hatian dalam rencana pemasukan jenis ikan baru ke suatu negara atau perairan.
“Kehadiran spesies ikan baru, yang dikenal sebagai Species Asing Invasif (SAI) mendesak populasi ikan asli atau endemik, baik melalui pemangsaan, kompetisi makanan, maupun keunggulan reproduksinya,” ujar dia
Karena dominasi yang sangat kuat, Susi mengatakan, ikan-ikan asli menjadi semakin sulit dan terancam hidupnya dan pada akhirnya tersisihkan. Kemudian, ikan-ikan tersebut akan digantikan oleh ikan asing introduksi yang berbahaya.
Susi mengungkapkan, faktor kehati-hatian menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam rencana pemasukan atau introduksi jenis ikan baru ke suatu negara atau perairan. Meskipun, pada tingkat tertentu, introduksi ikan baru memang terbukti mampu meningkatkan produksi perikanan.
“Namun disisi lain, upaya tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan dan atau spesies asli di suatu negara atau wilayah,” tegas dia.
Adapun, hingga saat ini, di Indonesia sudah terjadi beberapa kali introduksi ikan asing di perairan. Dari data yang dirilis BKIPM, kasus-kasus tersebut menyebar di sejumlah daerah, dengan rincian: Ikan mujair di Waduk Selorejo Jawa Timur; Ikan nila di Danau Laut Tawar, Aceh; Ikan toman di Bangka; Ikan louhan di Waduk Cirata, dan waduk Sempor Jawa Tengah; Ikan red devil di Waduk Sermo, Yogyakarta, Waduk Cirata dan Waduk Kedungombo; Ikan oscar dan golsom di Waduk Jatiluhur; Lobster air tawar di danau Maninjau; dan Ikan mas di danau Ayamaru, Papua.
Ikan-ikan asing tersebut, biasanya selalu menjadi invasif di tempat tinggalnya yang baru. Di beberapa perairan, populasi jenis ikan asli/endemik mengalami penurunan setelah ikan asing masuk. Populasi tersebut contohnya adalah ikan depik (Rasbora tawarensis) di danau Laut Tawar Aceh, ikan belida dan tapah di Bangka, ikan wader dan ikan betik di Waduk Sempor Jawa Tengah dan ikan pelangi (Melatonia ayamaruensis) di danau Ayamaru, Papua.
BKIPM menyebutkan, kejadian lebih parah terjadi pada ikan moncong bebek (Adrianichthys kruyti) dan Xenopoecilus poiptae yang asli Danau Poso (Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah), dan ikan X Surasinorum yang asli Danau Lindu (Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah), yang saat ini telah punah akibat introduksi ikan mujair di kedua danau tersebut.
Selain menyebabkan kepunahan spesies ikan, BKIPM mencatat, masuknya ikan asing juga membawa jenis-jenis penyakit asing eksotik yang ganas. Tercatat, ada sekitar 13 jenis penyakit asing yang masuk dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar antara lain Ichthyophtirius multifiliis, Lernaea cyprinacea, White Spot Syndrome Virus (WSSV), Viral Nervous Necrosis Virus (VNNV), Koi herpesvirus (KHV), dan Taura Syndrome Virus (TSV).