Komoditas lobster masih menjadi primadona untuk diperjualbelikan di pasar internasional. Itu terbukti, dengan tingginya permintaan komoditas tersebut dari seluruh negara di dunia. Akibat tingginya permintaan, sejumlah negara yang tidak memiliki komoditas lobster, secara terang-terangan melakukan transaksi jual beli.
Salah satu negara tersebut, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, adalah Vietnam, yang beberapa tahun terakhir fokus mengembangkan lobster sebagai komoditas andalan untuk diperjualbelikan di pasar internasional.
Untuk bisa mengembangkan lobster dan menjualnya ke pasar internasional dengan harga yang tinggi, Susi menyebut, negara seperti Vietnam memerlukan benih lobster dari negara yang memilikinya. Indonesia menjadi salah satu Negara yang secara sembunyi-sembunyi sudah memasok benih lobster ke negara komunis tersebut dalam beberapa tahun.
baca : Dengan Modus Baru, Penyelundupan Benih Lobster ke Singapura Semakin Marak
Untuk mencegah semakin banyaknya benih lobster diselundupkan ke negara lain seperti Vietnam, Pemerintah terus melaksanakan operasi pemantauan di seluruh Indonesia, mencakup pintu keluar dan masuk seperti bandar udara dan pelabuhan laut.
Dari 1 Januari hingga 22 Februari 2018, upaya penyelundupan benih lobster sudah digagalkan hingga 12 kali, dengan menyelamatkan 252.454 ekor benih lobster yang bernilai Rp49.290.800.000. Tercatat 5 kasus terjadi di Surabaya (Jatim), 3 kasus di Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang, Banten), dan 2 kasus Bandara Ngurah Rai (Bali).
“Kemudian ada satu kasus di Jambi, dan satu kasus di Bandara Internasional Lombok (Nusa Tenggara Barat). Semua kasus tersebut melibatkan tersangka sebanyak 20 orang,” jelasnya di Tangerang, akhir pekan lalu.
Kasus terakhir terjadi pada Kamis (22/2/2018) lalu di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Pemerintah berhasil menyelamatkan 1 unit koper berisi 14.507 ekor benih lobster yang dikemas dalam 32 kantong.
baca : Penyelundupan Lewat NTB Didominasi Benih Lobster
Meski hanya sekoper, Susi mengatakan, kerugian Negara mencapai Rp2,9 milar. Kerugian bertambah besar jika benih selundupan berhasil dibesarkan di negara tujuan dan dijual ke pasar internasional dengan harga tinggi.
Operasi itu melibatkan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM KKP), Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan Avian Security (Avsec) Bandara Soekarno-Hatta.
Di hari yang sama, tim operasi juga berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 71.982 ekor benih lobster dari Terminal 2 yang rencananya akan terbang menggunakan pesawat Lion Air tujuan Singapura. Semua benih lobster tersebut saat digagalkan sudah dikemas dalam 193 kantong yang disimpan dalam 4 unit koper. Jika berhasil lolos, Negara harus menelan kerugian hingga Rp14.396.400.000.
“Sepanjang 2017 tim berhasil menggagalkan upaya penyelundupan hingga 77 kasus dengan nilai kerugian mencapai Rp336.377.700.000 dari 2.237.240.00 ekor,” tandas Susi.
baca : Penyelundupan Benih Lobster Lagi dari Bali
Dari dua kasus yang terakhir digagalkan, tim berhasil mengamankan barang bukti dan empat orang kurir dengan inisial YYA, AJ, PF, MRW, serta seorang pengendali berinisial PMW. Kelima orang tersebut kemudian diperiksa lebih lanjut oleh Bea Cukai Soekarno-Hatta berkoordinasi dengan BKIPM dan Bareskrim Polri.
Susi mengatakan, para pelaku terancam hukuman sesuai pasal 102A huruf a UU No.17/2007 tentang Kepabeanan dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun, dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Menurut Susi, benih lobster termasuk dalam jenis hasil laut yang dilarang penangkapannya berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.56/PERMEN-KP/2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portinus Pelagicus spp.) dari wilayah Republik Indonesia.
“Bibit lobster belum bisa dikembangbiakkan (secara alami). Kita tidak mau mengulang kesalahan ikan sidat yang sudah punah karena glass eels-nya (benih sidat) dulu diizinkan untuk diekspor juga untuk budidaya. Akhirnya terputuslah mata rantai kehidupan ikan sidat itu. Di laut dan muara tidak ada lagi, sekarang nyari pun sulit sekali,” paparnya.
baca : Kenapa Penyelundupan Benih Lobster Terus Meningkat?
Tak Berhenti
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan Penyelundupan benih lobster dari Indonesia ke luar negeri diduga kuat masih terjadi, meski Pemerintah terus mengintensifkan perburuan pelaku penyelundupannya.
Bahkan dalam tiga tahun terakhir, penyelundupan benih lobster semakin sulit dibendung. “Praktik penyelundupan benih lobster yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat,” ungkapnya di Jakarta belum lama ini.
Regulasi pelarangan ekspor benih lobster dari KKP dinilai belum efektif mengurangi eksploitasi benih lobster ilegal. Terlihat dari nilai benih lobster yang diselundupkan terus meningkat.
Abdi menyangsikan nilai sebenarnya dari penyelundupan benih lobster yang berhasil digagalkan selama ini, mengingat potensi penyelundupannya jauh lebih besar. Oleh itu, dia menduga, masih ada praktik terlarang tersebut yang berhasil lolos dan otomatis tidak tercatat di data aparat terkait.
“Ini sangat memprihatinkan dan bukan tidak mungkin nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktik ini sesungguhnya bisa lebih besar mengingat benih lobster yang lolos jumlah bisa lebih banyak,” jelasnya.
baca : Demi Kelestarian Laut, Nelayan NTB Janji Tidak Lagi Menangkap Benih Lobster
Abdi menambahkan, terus meningkatnya aktivitas penyelundupan benih lobster dari Indonesia, terjadi karena permintaan produk tersebut juga terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Benih lobster yang diselundupkan, biasanya dijual dengan harga tinggi untuk negara tujuan seperti Vietnam.
Peneliti DFW-Indonesia Muh Arifuddin mengingatkan bahwa kasus penyelundupan benih lobster bukanlah kasus sepele karena jumlah dan nilai penyelundupan benih lobster dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dia menganalisa, Vietnam yang selama ini dikenal sebagai negara produsen penghasil lobster, mempunyai politik dagang mempertahankan image tersebut.
Untuk mencegah terus meningkatnya penyelundupan benih lobster, Pemerintah harus melaksanakan budidaya lobster yang selama ini belum dikembangkan serius oleh KKP.
Kendala budidaya lobster belum berkembang karena hingga saat ini pemanfaatan teknologi reproduksi belum baik, dan juga persoalan pakan serta penyakit yang belum terpecahkan.
“KKP mesti lebih proaktif melakukan promosi dan pendampingan terhadap kelompok pembudidaya agar mereka mau mengembangkan budidaya lobster,” tandasnya.
baca : Saat Pocongan Lobster Dimusnahkan, Maka Langkah Baru Dijejak
Jika ingin budidaya lobster berkembang, KKP harus melakukan perubahan fundamental terhadap program budidaya tersebut. KKP tidak boleh lagi hanya sekedar menyediakan dan membagikan bibit secara gratis kepada kelompok, namun harus memberikan pendampingan secara intensif.
Tak hanya melakukan pendampingan, KKP juga perlu segera menetapkan sentra pengembangan budidaya lobster berdasarkan lokasi yang dekat dengan ketersediaan benih alam. Dan juga harus memberikan dukungan terhadap pengembangan riset dan teknologi budidaya sehingga menjadi jelas proses budidaya dari hulu ke hiir.
“Sejauh ini Nusa Tenggara Barat, Bali dan Jawa Timur merupakan lokasi potensial pengembangan budidaya lobster di Indonesia,” papar Arifuddin.
Untuk melaksanakan budidaya lobster dibutuhkan kesabaran dan ketekunan, sebab perlu 1-2 tahun untuk panen dan lobster sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
“Budidaya lobster juga membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Sehingga diperlukan konsistensi program dan kesungguhan pemerintah untuk mengembangkan lobster sebagai salah satu komoditas unggulan perikanan Indonesia,” pungkasnya.