Satu individu gajah sumatera jantan jinak yang ditempatkan di Conservation Response Unit (CRU) Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, ditemukan mati. Bunta, gajah patroli tersebut, dibunuh dengan cara diracun. Satu gadingnya, diambil oleh pembunuh sadis itu.
Bunta yang berumur 27 tahun ditempat di CRU yang terletak di Desa Bunin, Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, bersama tiga gajah jinak lainnya sejak Januari 2016. Tujuannya, membantu mengatasi konflik gajah liar dengan masyarakat di daerah tersebut.
Bunta merupakan gajah jantan andalan CRU Serbajadi, CRU yang dikunjungi aktor Hollywood, Leonardo DiCaprio, Maret 2016 silam. Selain bertubuh besar dan bergading panjang, gajah ini hanya bisa dikendalikan oleh mahout yang berpengalaman sekaligus berani.
Berdasarkan informasi yang disampaikan tim CRU Serbajadi pada 9 Juni 2018, sekitar pukul 08.00 WIB, mahout atau perawat gajah hendak memindahkan Bunta yang berada di hutan wilayah CRU.
Namun, saat didatangi ternyata Bunta sudah tidak bernyawa dan satu gadingnya hilang. Mahout segera melaporkan kejadian ini ke Polsek Serbajadi dan selanjutnya diteruskan ke Polres Aceh Timur.
Baca: Leonardo DiCaprio Disambut Lilik dan Nonik Saat Sambangi CRU Serbajadi Aceh Timur
Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Kuncoro, S.I.K mengatakan, gajah tersebut kemungkinan dibunuh dengan cara diracun melalui pisang dan mangga yang diberikan kepadanya. Sisa pisang dan mangga ditemukan di lokasi kejadian.
“Setelah gajah ini mati, satu gadingnya diambil dengan cara membelah pipinya,” jelasnya
Polres Aceh Timur masih meminta keterangan saksi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Pelaku terus diburu dan ditangkap.
“Kami masih menunggu identifikasi penyebab kematian gajah tersebut dari tim dokter hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh,” ujar Wahyu.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, dirinya tidak habis pikir ada orang yang tega membunuh gajah jinak. Padahal gajah tersebut difungsikan membantu masyarakat mengatasi konflik gajah dengan manusia.
“Ada manusia yang tega membunuhnya, ini sangat tidak bisa diterima akal sehat. Sadis,” ujarnya.
Sapto mengatakan, tim dokter BKSDA Aceh telah berangkat ke lokasi untuk melakukan nekropsi tubuh satwa langka dilindungi tersebut. BKSDA menyerahkan penanganannya ke kepolisian, namun tetap membantu apa yang dibutuhkan.
“Kami sangat kehilangan gajah jantan ini. Bunta adalah gajah jantan besar andalan. Saya telah perintahkan semua CRU dan Pusat Konservasi Gajah Saree, Kabupaten Aceh Besar, untuk diawasi ketat,” ujar Sapto.
Tangkap pelaku dan pembeli
Masyarakat Aceh mendesak, pengusutan kematian Bunta dilakukan tuntas. Bukan hanya fokus pada pelaku, tapi penegak hukum juga menangkap orang yang memesan atau membeli gading tersebut.
“Kalau gajah jinak dibunuh, itu pasti dilakukan sengaja, apalagi lokasi kejadian hanya beberapa ratus meter dari CRU. Polisi dan BKSDA harus mengusut tuntas kasus ini, pelaku dan pembeli gading harus ditangkap,” sebut Khairul, mewakili masyarakat.
Khairul menambahkan, keberadaan gajah jinak di CRU yang tersebar di tujuh kabupaten di Aceh sangat membantu mengatasi konflik gajah. Tim penanganan konflik tidak perlu membawa gajah dari Saree, bila terjadi perseteruan gajah liar dengan manusia di daerah. “Kita sangat sedih, pelaku sangat tega membunuh gajah yang membantu masyarakat. Pelaku harus dihukum berat.”
Sekretaris Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), Badrul Irfan menyebutkan hal yang sama. Menurutnya, pembunuhan gajah jinak merupakan masalah serius dan kasusnya harus segera diungkap.
“Pembunuhnya sangat berani. Penegak hukum harus segera mengusut masalah ini, sanksi hukum maksimal harus diberikan,” ungkap Badrul yang pernah menjabat Kepala Unit Patroli Gajah Unit Manajemen Leuser di Aras Napal, Besitang, Sumatera Utara.
Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nasir mengatakan, besar kemungkingan pembunuh ini paham seluk beluk CRU. Bahkan, kapan mahout datang mengambil gajah untuk dipindahkan, dia tahu. “Pelaku dan pembeli harus ditangkap untuk memutuskan mata rantai perdagangan gading gajah,” ujarnya.
Kepolisian di Kabupaten Aceh Timur juga masih memiliki pekerjaan rumah terkait pembunuhan gajah sumatera yang terjadi di Kecamatan Banda Alam dan Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
“Yang paling dekat adalah kasus pembunuhan dua individu gajah sumatera dan perburuan gajah jantan di HGU PT. Dwi Kencana Semesta pada 2017. Hingga saat ini, kita tidak dengar sejauh mana penanganannya,” tambahnya.
Kepolisian, jaksa penuntut umum, dan majelis hakim harus memiliki pemahaman yang sama, gajah ini penting bagi kehidupan manusia. Pelaku harus dihukum berat. Berkaca pada kasus perburuan gajah di Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, agen gading gajah tersebut hanya divonis sembilan bulan penjara dan eksekutor yang memakai senjata AK-56 juga divonis sangat rendah.
“Ini sangat mengecewakan, karena hingga saat ini penegak hukum belum menganggap kasus perburuan satwa dilindungi sebagai kejahatan luar biasa,” tandasnya.