Angin puting beliung mengamuk di kota Bogor, pada Kamis (6/12/2018) sore kemarin. Akibatnya ratusan rumah rusak, beberapa pohon tumbang dan mobil yang rusak tertimpa pohon. Satu orang meninggal dunia, yaitu Enny Retno (45) karena mobilnya tertimpa pohon tumbang.
Angin yang menerjang sebagian kota Bogor selama kurang lebih lima menit, memporakporandakan wilayah kecamatan Bogor Selatan dan sebagian Bogor timur.
Beberapa pohon tumbang pun terlihat di sepanjang Jalan Pamoyanan, Batu Tulis, dan Lawing Gintung.
Suasana mencekam dirasakan langsung oleh wartawan Mongabay-Indonesia. Didahului oleh petir yang besar sebanyak dua kali, yang langsung diikuti oleh angin puting beliung yang keras selama beberapa menit, dan kemudian disertai hujan kencang yang turut memperbesar kerusakan yang terjadi.
baca : Ketika Beragam Bencana Mengancam, BNPB Sebut Lingkungan Rusak jadi Pemicu
Menurut Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Dodo Gunawan memasuki musim hujan saat ini, memang mulai sering terjadi fenomena cuaca ekstrim seperti kejadian di kota Bogor. “Kondisi cuaca ekstrim termasuk puting beliung itu ada kaitannya sebagai dampak perubahan iklim yang makin sering terjadi. Sering terjadi angina kencang pada saat musim penghujan,” kata Dodo yang dihubungi Mongabay-Indonesia pada Jumat (7/12/2018).
Dia mencontohkan terjadinya badai tropis, salah satunya badai Cempaka yang terjadi tahun lalu. “Itu (badai Cempaka merupakan) kejadian langka. Padahal biasanya tidak mendekati Indonesia. Meski sifatnya random, tidak berpola, dengan ciri-ciri umum terjadi saat musim pancaroba,” katanya disela-sela mengikuti KTT Perubahan Iklim (COP) di kota Ketowice, Polandia.
Saat ini, lanjutnya, kejadian cuaca ekstrim belum ada berpola, karena kejadiannya sangat local. BMKG sendiri belum bisa memetakannya.
baca : 10 Tempat Angin Terkencang di Muka Bumi
Puting Beliung
Berdasarkan keterangan UPT BMKG Stasiun Klimatologi (Staklim) Bogor, pada pukul 14.30-15.30 WIB, citra satelit Himawari terpantau liputan awan konvektif dengan jenis Cumulonimbus di wilayah Bogor bagian selatan. Awan tersebut dapat menyebabkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai angin kencang, puting beliung serta kilat atau petir.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Bogor, Hadi Saputra menyebutkan, kecepatan angin yang melanda wilayah Batu Tulis dan sekitarnya di Kecamatan Bogor Selatan sekitar 30 knot (50 km per jam) dalam satu hembusan.
Sebetulnya apa itu angin puting beliung yang begitu perkasa mampu menghancurkan benda yang dilewatinya itu ?
Kabag Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan mengatakan, bahwa indikasinya akan terjadi angin keras dalam waktu singkat yang disertai hujan deras dan petir sudah terlihat satu hari sebelumnya. Di mana udara pada malam hingga pagi hari terasa sangat gerah. Lalu dia menjelaskan jika udara terasa panas dan gerah tersebut diakibatkan adanya radiasi matahari, yang cukup kuat, yang ditunjukkan oleh perbedaan suhu udara (> 4.5°C) Selain itu ada kelembaban udara yang cukup tinggi.
Tahap selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam yang dikenal dengan awan Cumulonimbus. Jika 1-3 hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim transisi, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang baik yang masuk dalam kategori puting beliung maupun yang tidak.
Menurut Wikipedia, Puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Orang awam menyebut angin puting beliung adalah angin Lesus, di daerah Sumatera disebut Angin Bohorok dan masih ada sebutan lainnya.
baca juga : Mengapa Cuaca Ekstrem Terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa?
Angin Down Burst
Sedangkan Pakar meteorologi dari ITB, Dr. Tri Wahyu Hadi menanggapi peristiwa di Bogor itu bukan puting beliung. “Kalau dari dari yang saya pelajari, secara ilmiah kemungkinan besar termasuk fenomena down burst,” katanya kepada Mongabay-Indonesia, Jumat (7/12/2018).
Angin kencang adalah angin dibuat oleh area udara yang dingin secara signifikan akibat hujan, setelah mencapai permukaan tanah, menyebar ke segala arah memproduksi angin kencang. Tidak seperti angin tornado, angin dalam suatu angin kencang diarahkan ke arah luar dari titik di mana menyentuh tanah atau air. Angin kencang kering dikaitkan dengan badai dengan hujan sangat sedikit, sementara angin kencang basah diciptakan oleh badai dengan jumlah curah hujan yang tinggi.
Down Burst ini cukup banyak terjadi menyertai hujan dari awan cumulonimbus seperti penjelasan BMKG. “Jadi ini angin kencang dan merusak itu terkait dengan beberapa fenomena yang berbeda,” tambahnya.
Antisipasi di Kota Bogor
Ahli spasial klimatologi IPB, Perdinan, yang dihubungi Mongabay-Indonesia, Jumat (7/12/2018) menjelaskan risiko angin kencang biasanya muncul pada peralihan musim karena perbedaan tekanan. Kota Bogor dengan struktur kawasan yang berkontur tidak datar menjadi salah satu pemicu terjadinya puting beliung. Perbedaan tekanan dan gerakan angin terus menimbulkan akumulasi awan yang disertai angin seperti yang tengah terjadi saat ini.
“Kami sudah menyarankan perlu dilakukan serangkaian langkah antisipatif diantaranya pemetaan wilayah berpotensi angin kencang, pemetaan distribusi spasial pohon dengan jenis dan umur, pemetaan topografi dan kemiringan wilayah, serta penataan pepohonan di wilayah kota,”ujarnya.
Menurutnya, biasanya banyak pihak akan lupa dengan kejadian bencana ini sehingga catatan hanya tertinggal di kutipan media.
Ia menghimbau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) harus segera mengumpulkan semua data-data kejadian sejak 10 tahun terakhir dan memetakan tingkat bahaya dan frekuensinya. Selanjutnya bisa dijadikan sebagai pedoman mitigasi berdasarkan daerah yang rawan bencana. Dengan demikian, ke depan Kota Bogor dapat lebih antisipatif dalam menyikapi setiap perubahan dan risiko yang akan terjadi.