- Pukat harimau masih digunakan sejumlah kapal penangkap ikan di perairan Aceh.
- Kegiatan yang merusak ekosistem laut dan bertentangan dengan hukum tersebut, telah berlangsung lama dan dikeluhkan nelayan tradisional di Aceh.
- Panglima Laot Aceh mengakui masih ada kapal nelayan yang menggunakan pukat harimau di Aceh Timur, Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Singkil.
- Jumlah kapal pukat harimau diperkirakan sebanyak 20 persen dari total kapal nelayan di Aceh.
Kapal penangkap ikan yang menggunakan pukat harimau masih beroperasi di perairan Aceh. Kegiatan yang merusak ekosistem laut dan bertentangan dengan hukum tersebut, telah berlangsung lama dan dikeluhkan nelayan tradisional.
Ramlan, nelayan asal Kecamatan Nurussalam, Kabupaten Aceh Timur, mengatakan dia dan nelayan lain yang biasa menjaring udang di perairan Aceh Timur cukup terganggu dengan kapal yang menggunakan pukat harimau.
“Di Aceh Timur, kapal pukat harimau telah berlangsung sekitar tahun 1990-an. Hingga saat ini belum terlihat ada tanda-tanda dihentikan,” ungkapnya, pertengahan September 2021.
Di Selat Malaka, kapal tersebut beroperasi mulai dari perairan Aceh Tamiang hingga Aceh Utara. Mereka menarik pukat di sekitar nelayan tradisional yang menjaring udang atau memancing ikan.
“Kami marah bukan karena cemburu, tapi kegiatan itu merusak laut dan terumbu karang, serta membunuh benih-benih ikan. Kegiatan itu melanggar Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1980 tentang penghapusan jaring pukat harimau,” ujarnya.
Baca: Pelaku Bom Ikan Masih Berkeliaran di Pulau Banyak, Kapan Ditertibkan?
Hal yang sama terjadi di Kabupaten Aceh Barat. Nelayan tradisional resah karena ikan berkurang. “Banyak terumbu karang rusak, ikan tidak bisa berkembang biak dan ini berdampak langsung pada nelayan tradisional,” ujar Bustami, nelayan di Kecamatan Samatiga, Aceh Barat.
Pada November 2020, nelayan setempat pernah protes dengan menangkap enam kapal yang menggunakan pukat harimau. “Mereka kami tangkap dan kami serahkan ke Panglima Laot atau lembaga adat laut di Aceh Barat dan pihak terkait,” terangnya.
Baca: Melihat Masa Depan Panglima Laot di Aceh
Masih ada kapal pukat harimau
Panglima Laot Aceh mengakui masih ada kapal nelayan yang menggunakan pukat harimau di Aceh Timur, Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Singkil. “Kami perkirakan, jumlahnya sekitar 20 persen dari total kapal nelayan di Aceh,” ujar Miftach Cut Adek, Wakil Sekretaris Panglima Laot Aceh, baru-baru ini.
Dia mengatakan, Panglima Laot sebagai lembaga adat yang memimpin nelayan telah berkali mengatakan, hukum adat laut di Aceh melarang nelayan menangkap ikan menggunakan alat merusak. Tidak boleh pula menangkap ikan dilindungi.“Menggunakan pukat harimau bertentangan dengan hukum negara dan membunuh benih ikan.”
Miftach berharap, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan segera menertibkan kapal-kapal yang melakukan kegiatan ilegal itu. Demi kepentingan masyarakat dan laut Indonesia.
“Penegakan hukum harus memberi efek jera kepada pemilik kapal dan nelayan yang menggunakan pukat harimau,” katanya.
Baca: Nelayan Aceh: Pemerintah Harus Tegas pada Kapal Asing Pencuri Ikan
Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh [KuALA] mendesak Pemerintah Aceh serius mengawasi laut dari kegiatan menangkap ikan secara ilegal. “Penangkapan dua kapal pukat harimau di Aceh Timur adalah bukti kegiatan merusak itu nyata,” jelas Sekjen Kuala, Gemal Bakri.
Dampak negatif kapal pukat harimau telah dirasakan nelayan tradisional Aceh Timur. Mereka kesulitan mendapatkan udang karena populasinya berkurang. “Kapal pukat harimau menguras semua yang ada di dasar laut, termasuk udang dan ikan,” sambung Gemal.
Gemal berharap, penangkapan kapal pukat harimau, dapat membangkitkan semangat nelayan kecil untuk melaut dan menjaga perairan Aceh. “Panglima Laot harus memanggil pemilik kapal dan menyelenggarakan sidang adat guna menerapkan sanksi sesuai kearifan lokal.”
Baca juga: Paus Sperma Ini Mati di Perairan Aceh Timur
Sebelumnya, tim pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan [KKP] pada 3 September 2021 menangkap dua kapal nelayan yang menggunakan pukat harimau di perairan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur dan mengamankan 15 anak buah kapal.
Subkoodinator Operasional Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan [PSDKP] Lampulo, Banda Aceh, Herno Adianto mengatakan, dua kapal tersebut ditangkap saat beroperasi di Selat Malaka.
“Dua kapal dari Aceh Timur itu adalah KM Lasmana dengan bobot 20 gross ton dan KM Budi Jaya dengan bobot 17 gross ton. Sebanyak 15 anak buah kapal, masing-masing KM Budi Jaya [7 orang] dan KM Lasmana [8 orang] diamankan. Kedua kapal telah ditarik ke pangkalan PSDKP Lampulo, termasuk ABK untuk pemeriksaan lebih lanjut,” paparnya.