- Sektor kelautan dan perikanan sedang bekerja meningkatkan produksi perikanan dengan jumlah besar. Kegiatan tersebut akan melibatkan pelabuhan perikanan, karena akan menjadi lokasi pendaratan bagi perikanan tangkap
- Peran penting dari pelabuhan, menjadi kunci keberhasilan distribusi produk ataupun logistik perikanan. Tetapi, semakin sering pelabuhan didarati kapal perikanan atau logistik, maka potensi penambahan emisi karbon akan terus terjadi
- Salah satu solusinya, adalah dengan mengembangkan pelabuhan perikanan ramah lingkungan. Oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pengembangan dilakukan di lima lokasi pelabuhan perikanan samudera (PPS)
- Dengan menjadi pelabuhan perikanan berwawasan lingkungan, penerapan standar ketertelusuran hasil tangkapan ikan bisa dilakukan dan itu diyakini akan bisa mendorong peningkatan kualitas mutu yang berdampak pada kegiatan ekspor produk perikanan
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan kini sedang menjadi tren di dunia dan terus diadopsi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Konsep tersebut banyak digunakan, karena dinilai akan memberi manfaat banyak dalam waktu yang lama.
Penerapan konsep tersebut juga tengah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan pelabuhan yang ada di Nusantara. Tak hanya pelabuhan perikanan yang menjadi pusat pendaratan ikan, pengembangan juga dilakukan di pelabuhan logistik.
Di antara pengembangan yang dimaksud, adalah empat pelabuhan yang dipilih oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan The Agence Française de Développement (AFD). Keempatnya akan dikembangkan dengan mengadopsi konsep pelabuhan ramah lingkungan.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, keempat pelabuhan yang dipilih adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan di Medan (Sumatera Utara), PPS Cilacap (Jawa Tengah), PPS Kendari (Sulawesi Tenggara), dan PPS Bitung (Sulawesi Utara).
“Pembangunan perikanan berwawasan lingkungan ini merupakan salah satu program prioritas KKP,” jelas dia pekan lalu di Jakarta.
Proses untuk melaksanakan pembangunan pelabuhan berwawasan sudah dilakukan oleh KKP sejak 2014 silam atau delapan tahun yang lalu. Sejak saat itu, pembuatan konsep yang tepat terus dilakukan, dan juga dilanjutkan dengan pemilihan lokasi pelabuhan yang akan dikembangkan.
Sebagai program prioritas, pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan menjadi bagian dari Buku Biru dan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) 2020-2024 dan Buku Hijau 2021 (Dokumen Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri/DRPPLN) Tahun 2020.
“Keduanya sesuai dengan Keputusan Menteri Pembangunan Perencanaan Nasional (PPN)/BAPPENAS Nomor 65 Tahun 2020,” papar dia.
baca : Peran Baru Pelabuhan Laut Indonesia untuk Menurunkan Emisi Karbondioksida
Manfaat dari pengembangan pelabuhan menjadi berwawasan lingkungan, di antaranya adalah fasilitas pelabuhan menjadi lebih baik dan akan berdampak pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat perikanan.
Selain itu, dengan menjadi pelabuhan perikanan berwawasan lingkungan, penerapan standar ketertelusuran hasil tangkapan ikan bisa dilakukan dan itu diyakini akan bisa mendorong peningkatan kualitas mutu yang berdampak pada kegiatan ekspor produk perikanan.
Melalui pengembangan menjadi pelabuhan berwawasan lingkungan, Muhammad Zaini juga sebelumnya sudah mengatakan bahwa itu akan mendukung program peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang saat ini menjadi salah satu program prioritas.
Menurut dia, keberadaan pelabuhan perikanan akan berpean sangat strategis dalam pelaksanaan PNBP pasca produksi yang akan berjalan mulai 2022 ini. Selain pembangunan fisik, peran sumber daya manusia di pelabuhan juga akan membantu proses peningkatan berjalan lebih baik.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut kalau pelabuhan perikanan mendapatkan perhatian khusus dalam program kerja KKP 2021-2024. Perhatian dimaksud di antaranya adalah aspek manajemen kepelabuhanan yang mencakup alur, lalu lintas, serta keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Selain itu, aspek higienitas dan aspek esensial lainnya yang dinilai bisa mendorong upaya peningkatan PNBP dari sumber daya perikanan tangkap juga mendapat perhatian khusus. Semua itu, akan berujung pada peningkatan kesejahteraan nelayan.
baca juga : Perlukah Pelabuhan Ikut Tangani Sampah Laut?
Direktur AFD Kantor Jakarta Emmanuel Baudran menambahkan, pengembangan pelabuhan perikanan berwawasan lingkungan tak hanya akan fokus pada penambahan dan pengembangan infrastruktur saja. Lebih dari itu, ada pengembangan manajerial seperti menjaga mutu ikan, dan bagaimana pemasaran yang tepat sehingga bisa mendorong nilai tambah.
“Indonesia dan Prancis memiliki kesamaan sebagai negara maritim yang memiliki visi untuk mewujudkan ekonomi biru. Sumber daya ikan perlu dikelola dengan baik agar terus berkelanjutan sejalan dengan percepatan ekonomi,” ujarnya.
Pertemuan dengan AFD menjadi lanjutan dari pertemuan sebelumnya yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dengan Menteri Kelautan Prancis Annick Girardin saat melakukan kunjungan kerja ke Indonesia, dan saat kunjungan kerja ke Prancis.
Pada pertemuan lanjutan tersebut, dibahas tentang dokumen kesiapan proyek yang termasuk di dalamnya adalah rencana pembiayaan. Dokumen tersebut diharapkan rampung agar penandatanganan perjanjian pinjaman luar negeri (loan agreement) dapat dilaksanakan pada 2022.
Saat berkunjung ke Indonesia, Menteri Kelautan Prancis Annick Girardin melihat langsung kelengkapan fasilitas yang ada di PPS Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta. Selain meninjau dermaga bongkar, juga melihat aktivitas perikanan tangkap dari menara pengawas syahbandar di pelabuhan perikanan.
Dia berharap, kerja sama ini dapat membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah pesisir. Terlebih, karena Prancis memiliki kesamaan dengan Indonesia dalam permasalahan sektor kelautan dan perikanan.
baca juga : Potensial, KKP Komitmen Kembangkan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap
Perubahan Iklim
Selain pelabuhan perikanan, upaya yang sama juga dilakukan pada pelabuhan logistik yang dikelola Kementerian Perhubungan RI. Pengembangan pelabuhan logistik yang ramah lingkungan dilakukan karena sektor transportasi laut ikut berperan dalam perubahan iklim.
Hal tersebut diakui langsung oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi belum lama ini. Menurut dia, upaya untuk menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan akan terus dilakukan oleh Pemerintah RI agar bisa menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik di kawasan pelabuhan.
“Perlu dilakukan upaya pengendalian iklim melalui pengelolaan pelabuhan yang ramah lingkungan,” jelas dia.
Agar upaya mengembangkan pelabuhan ramah lingkungan bisa berjalan, Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi internasional seperti tentang pencegahan pencemaran dari kapal, dan penggunaan peralatan listrik dalam kegiatan bongkar muat.
Selain itu, upaya lain juga dilakukan agar pelabuhan ramah lingkungan bisa terwujud. Di antaranya adalah aturan penggunaan truk berbahan bakar gas di area pelabuhan, serta penggunaan energi surya di fasilitas pelabuhan seperti, penerangan jalan sel surya, dan lampu LED.
Budi Karya Sumadi berharap, aksi mitigasi perubahan iklim di area perubahan akan bisa mengurangi emisi secara signifikan dan berkontribusi pada pengurangan gas rumah kaca dari sektor transportasi. Hal itu, menjadi langkah nyata untuk mengurangi emisi akibat pertumbuhan lalu lintas di laut.
baca juga : Peran Baru Pelabuhan Laut Indonesia untuk Menurunkan Emisi Karbondioksida
Salah satu yang bisa berperan untuk ikut mewujudkan pelabuhan ramah lingkungan, adalah peran dari Syahbandar. Keberadaan pejabat tersebut diyakini bisa berbuat lebih banyak, dari sekedar meningkatkan keselamatan pelayaran, dan mencegah aktivitas ilegal di sektor perikanan.
Dengan misi tersebut, Kemenhub dan KKP bersinergi untuk menjaga pelabuhan menjadi lebih baik lagi. Upaya yang dilakukan, adalah dengan melibatkan pegawai dari Kemenhub dan KKP untuk menjadi Syahbandar.
Di luar peran di atas, pelabuhan juga menjadi fasilitas penting bagi pelaku usaha yang akan memasarkan produk perikanan. Tanpa pelabuhan yang memiliki fasilitas lengkap, akan sulit untuk mengirim produk ke lokasi yang ingin dituju.
Pelabuhan sendiri menjadi bagian dari penguatan dan perluasan konektivitas antara pusat pengumpulan dengan pusat distribusi, baik itu pengolahan atau pemasaran. Dengan adanya pelabuhan, konektivitas antara hulu dengan hilir juga akan tercipta dengan harmonis.
Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Artati Widiarti pernah mengatakan, jika semua kondisi di atas bisa terjadi, maka itu akan berdampak pada ketahanan pangan, kesejahteraan masyarakat, menyediakan lapangan kerja, dan tumbuhnya industri perikanan di Indonesia timur.
Agar distribusi logistik perikanan bisa efisien dan sesuai dengan harapan, KKP menetapkan lima koridor yang bisa menghubungkan pusat pengumpulan dan pusat distribusi. Kelimanya adalah Kendari-Surabaya/Jakarta, Makassar–Surabaya/Jakarta, Bitung–Surabaya/Jakarta, Ambon–Surabaya/Jakarta, dan Mimika–Surabaya/Jakarta.
baca juga : Pentingnya Menata Kembali Pelabuhan
Kehadiran lima koridor logistik perikanan, diharapkan bisa mendorong proses efisiensi pada saluran logistik dan sekaligus memperluas akses pasar di saat bersamaan. Dengan demikian, itu bisa menjangkau daerah konsumsi dan industri untuk pemerataan konsumsi ikan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, pelaksanaan lima koridor tersebut akan dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kesiapan daerah dan pelaku usaha. Diharapkan, Pemerintah Daerah bisa memberi dukungan melalui pendampingan dan sosialisasi kepada pelaku usaha setempat.
“Kita bangkitkan gairah dan geliat usaha perikanan yang terdampak pandemi Covid-19 melalui pengaturan stok dan mekanisme distribusi, pemberian bantuan sarana dan prasarana logistik, Sistem Resi Gudang, dan fasilitasi kemudahan akses distribusi dan pembiayaan,” pungkas dia.