- Pertemuan ke-4 Negara Anggota untuk Kesepakatan Negara Pelabuhan (4th Meeting of Parties to the port state measures agreement/PSMA) selesai digelar pada pekan lalu di Bali. Pertemuan itu dihadiri 295 peserta, terdiri dari negara anggota PSMA, FAO, organisasi internasional, dan observer
- Kegiatan akbar itu berhasil mengadopsi tiga kebijakan, dan menetapkan satu kebijakan. Selain itu, pertemuan berhasil menyepakati penerbitan dokumen Bali Strategy yang berisi panduan bagi negara anggota untuk menerapkan kebijakan PSMA
- Salah satu poin utama dari pertemuan itu, adalah disepakatinya penerapan sistem pertukaran informasi secara global untuk memantau kinerja pelabuhan dan memaksimalkan penerapan kebijakan PSMA
- Saat ini, PSMA diterapkan di empat pelabuhan di Indonesia. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka wacana untuk menambah jumlah pelabuhan perikanan dan umum untuk dijadikan lokasi penerapan PSMA
Para pihak yang terlibat dalam kesepakatan negara pelabuhan (the port state measures agreement/PSMA) menyepakati penerapan sistem pertukaran informasi global atau Global Information Exchange System (GIES) untuk memantau kinerja pelabuhan.
Kesepakatan tersebut terjadi di akhir pertemuan global ke-4 negara anggota PSMA yang digelar di Bali, pada pekan lalu. Dengan diberlakukannya GIES, maka diharapkan tingkat kepatuhan kapal-kapal perikanan asing semakin membaik saat berada di pelabuhan perikanan.
Pertemuan yang digagas Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) itu menyepakati penerapan GIES sebagai bagian dari upaya penguatan untuk pemberantasan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUUF).
Direktur Divisi Perikanan dan Akuakultur FAO Manuel Barange menerangkan, upaya penguatan pemberantasan IUUF juga disepakati dilaksanakan oleh negara pelabuhan dengan memperluas aksi untuk inspeksi kapal, dan meningkatkan kapasitas negara berkembang.
Khusus untuk penerapan GIES, dia menyebut kalau saat ini praktiknya sudah memasuki fase percontohan dan siap untuk diterapkan menjadi sistem yang beroperasi secara penuh. Cara tersebut diharapkan bisa untuk meningkatkan kepatuhan kapal perikanan asing terhadap PSMA.
Upaya penerapan PSMA tersebut, diakuinya menjadi bagian dari pemberantasan IUUF melalui peninjauan regulasi yang berlaku di negara anggota. Kemudian dilakukan identifikasi untuk memperkuat kapasitas kelembagaan, dan meningkatkan sistem pemantauan serta pengawasan.
“Sehingga mereka dapat secara efektif menerapkan PSMA dan instrumen internasional lainnya. untuk mempromosikan perikanan berkelanjutan,” ungkap dia.
baca : Komitmen Negara Pelabuhan untuk Menghentikan Praktik IUU Fishing
Agar praktik IUUF bisa dihentikan dan kepatuhan terhadap PSMA bisa semakin membaik, Manuel Barange mengatakan kalau FAO akan terus mendorong setiap negara mempelajari bagaimana penerapan PSMA yang optimal.
Mengingat, saat ini fakta menyebut kalau satu dari tiga ikan adalah hasil tangkapan secara berlebihan. Oleh karena itu, jika permintaan terhadap makanan dari laut semakin meningkat, maka penangkapan yang berkelanjutan menjadi sangat penting.
Dia menambahkan, PSMA adalah perjanjian internasional pertama yang mengikat dan dirancang untuk mencegah, menghalangi, dan menghapuskan IUUF dengan menghentikan kapal asing yang terlibat di dalamnya, menggunakan pelabuhan, mendaratkan tangkapannya, hingga menolak mereka masuk.
“PSMA adalah instrumen kunci untuk memblokir produk ikan yang berasal dari IUUF memasuki pasar internasional. PSMA memiliki tingkat kepatuhan tertinggi dari semua instrumen perikanan internasional,” papar dia.
Manuel Barange melanjutkan, saat ini sudah ada 75 pihak yang mematuhi PSMA, termasuk Uni Eropa dan Timor Leste yang menjadi pihak terakhir dalam perjanjian akhir bulan lalu. Jumlah tersebut mewakili sebanyak 59 persen negara pelabuhan secara global.
Kepala Tim Proses Perikanan Global dan Regional FAO Matthew Camille menjelaskan, sistem GIES memang menjadi sangat penting untuk mendukung penerapan PSMA. Pasalnya, GIES akan berbagi informasi penting, termasuk laporan pemeriksaan dan tindakan yang diambil terhadap kapal penangkap ikan asing yang terlibat dalam IUUF.
“Kami membutuhkan pertukaran informasi dan digitalisasi yang disederhanakan untuk PSMA agar dapat memerangi IUU fishing secara efektif,” kata.
Lebih detail, Ketua Sidang Pertemuan PSMA di Bali, Nilanto Perbowo memaparkan bahwa ada dokumen Bali Strategy dihasilkan dari pertemuan tersebut. Dokumen tersebut berisi tujuh strategi negara anggota untuk memperkuat implementasi pada tingkat nasional, regional, dan global.
baca juga : Benarkah Penangkapan Ikan Terukur Bersinergi di Pelabuhan Perikanan?
Adapun, tujuh strategi tersebut adalah:
- Memperkuat kebijakan, hukum, kerangka kerja institusi dan mekanisme operasional;
- Integrasi dan koordinasi di tingkat nasional dan regional;
- Kerja sama dan pertukaran informasi;
- Akses masuk dan penggunaan pelabuhan;
- Inspeksi dan tindak lanjutnya;
- Peran negara bendera; dan
- Hubungan dengan hukum internasional dan instrumen internasional lainnya
Dengan disepakatinya Bali Strategy, diharapkan itu bisa menjadi panduan bagi setiap negara anggota saat melaksanakan PSMA dan bisa menjadi alat untuk memperkuat saat PSMA dilaksanakan pada tingkat nasional, regional, dan global.
“Strategi ini untuk memperkuat kebijakan, hukum, kerangka kerja, institusi dan mekanisme operasional,” terang dia.
Selain itu, juga untuk koordinasi di tingkat nasional dan regional, kerja sama dan pertukaran informasi, akses masuk dan penggunaan pelabuhan, inspeksi dan tindaklanjutnya, peran negara bendera, serta hubungan dengan hukum internasional dan instrumen internasional lainnya.
baca juga : Mencegah Praktik Perikanan Ilegal dari Pelabuhan
Pertukaran Informasi
Selain Bali Strategy, pertemuan PSMA di Bali juga menghasilkan dokumen Terms of Reference for the Technical Group on Information Exchange, dan Questionnaires for the review and assessment of the Effectiveness of the PSMA.
Melalui dua dokumen tersebut, negara pihak maupun non pihak diminta membuka informasi terkait kapal yang meminta izin sandar di pelabuhan negara peserta. Kemudian meninjau pelaksanaan PSMA di negara masing-masing.
Proses sidang awalnya berlangsung alot karena tiap peserta memiliki kepentingan masing-masing, meski akhirnya sepakat mengadopsi dua dokumen itu sebagai komitmen memberantas praktik IUU fishing secara global.
Direktur Kepelabuhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tri Aris Wibowo menambahkan, penerapan PSMA di Indonesia saat ini berjalan di tiga pelabuhan perikanan dan 1 pelabuhan umum.
Namun, jumlah tersebut dinilai masih belum cukup jika melihat luas wilayah laut Indonesia. Oleh karena itu, pihaknya akan membahas penambahan pelabuhan untuk memperkuat penerapan PSMA di Tanah Air.
Dia menyebut, Thailand yang secara geografis luas wilayahnya lebih kecil, ternyata sudah menetapkan 23 pelabuhan perikanan untuk penerapan PSMA. Untuk itu, Indonesia seharusnya bisa menambah jumlah pelabuhan lebih banyak lagi dari sekarang.
Adapun, empat pelabuhan yang sudah beroperasi adalah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman di Jakarta Utara (DKI Jakarta), PPS Bitung di Kota Bitung (Sulawesi Utara), PPS Bungus di Kota Padang (Sumatera Barat), dan Pelabuhan Umum Benoa di Kota Denpasar (Bali).
baca juga : Pentingnya Menata Kembali Pelabuhan
Tri Aris Wibowo menjelaskan, PSMA FAO pada 2009 dan diratifikasi oleh Indonesia pada 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 tentang Pengesahan Agreement On Port State Measures To Prevent, Deter, And Eliminate Illegal, Unreported, And Unregulated Fishing (Persetujuan Tentang Ketentuan Negara Pelabuhan Untuk Mencegah, Menghalangi, Dan Memberantas Penangkapan Ikan Yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, Dan Tidak Diatur).
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengingatkan kepada KKP untuk memperkuat koordinasi dengan instansi lain dalam implementasi PSMA di pelabuhan perikanan dan umum.
Namun demikian, dia menyebut ada tantangan yang harus dilewati oleh Indonesia jika ingin menjadikan PSMA sebagai instrumen penting untuk penegakan aturan di laut. Tantangan itu, adalah perlu adanya panduan bersama untuk pemeriksaan kapal yang dilakukan oleh otoritas terkait di pelabuhan Indonesia yang bertujuan untuk menghindari tumpang tindih.
“Kesiapan dan kapasitas otoritas pelabuhan Indonesia juga perlu diantisipasi dengan baik,” ucap dia.
Moh Abdi Suhufan juga menambahkan, selain untuk mencegah praktik IUUF, PSMA juga diharapkan bisa melaksanakan pemeriksaan terhadap awak kapal penangkap ikan untuk memastikan kondisi dan perlindungannya. Juga, untuk mencegah kerja paksa dan perbudakan di kapal penangkap ikan.
Kata dia, penerapan PSMA di pelabuhan Indonesia diharapkan bisa mencegah dan memantau terjadinya kerja paksa di kapal penangkap ikan. Dengan demikian, tidak hanya menjadi mandat untuk menjaga kepentingan Indonesia secara global, namun juga PSMA bisa memberi manfaat bagi Indonesia.