- Situs Gua Topogaro di Morowali, Sulawesi Tengah, memiliki arti penting bagi para arkeolog dalam negeri maupun luar negeri.
- Di Gua Topogaro ini ditemukan banyak tinggalan arkeologi dan jejak manusia prasejarah yang berumur 42 ribu tahun lalu.
- Diperkirakan, jejak manusia di Topogaro adalah yang paling tua di Sulawesi dan Indonesia bagian Timur.
- Namun sayangnya, situs ini terancam kehadiran tambang nikel yang saat ini marak di Morowali.
Bagi para arkeolog, situs Gua Topogaro sangatlah spesial. Topogaro yang berada di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, memiliki banyak tinggalan arkeologi, khususnya di gua-gua hunian masa lalu.
Peneliti dalam negeri maupun luar, mendapatkan banyak temuan yang bisa memberikan petunjuk masa lalu mengenai migrasi awal manusia prasejarah di kawasan Wallacae dan interaksinya, dengan wilayah bagian timur Indonesia.
Gua Topogaro sendiri berjarak 3 km dari pantai timur Sulawesi dan berada sekira 150 meter di atas bukit. Di sekitar lokasinya terdapat tiga gua yang disebut Topogaro 1, Topogaro 2, dan Topogaro 3; serta terdapat banyak temuan gerabah di rock shelter atau dinding batu yang menjadi pananda kehidupan masa lalu.
Baca: Gua-Gua Prasejarah, Wajah Lain Kawasan Ekowisata Rammang-Rammang
Rintaro Ono, peneliti dari National Museum of Ethnology, Jepang, saat memberikan kuliah umum, Rabu [2 Agustus 2023] dengan topik “Human Migration, Resources Use and Maritime Networks in Wallacea”, menjelaskan bahwa ekskavasi khusus di Gua Topogaro mulai dilakukan pada 2016 hingga 2019, namun terhenti karena pandemi COVID-19 hingga sekarang.
Dari hasil ekskavasi tersebut para peneliti berhasil menggali sekitar 19 lapisan tanah dengan kedalaman berbeda hingga mencapai lebih dari 5 meter. Penelitian di Gua Topogaro ini dilakukan bersama dengan Pusat Penelitian Arkeolog dari BRIN [Badan Riset dan Inovasi Nasional].
Berbagai macam temuan dapat dilihat pada masing-masing lapisan penggalian di setiap Gua Topogaro; mulai dari serpihan alat batu, pecahan gerabah, serpihan berupa perkakas rijang, hewan berukuran kecil dan sedang, hingga cangkang yang memberikan petunjuk bahwa terdapat jejak kehidupan manusia prasejarah di kawasan ini.
Temuan gerabah di Topogaro juga ternyata memiliki kemiripan dengan budaya Lapita yang dapat ditemukan di kawasan Pasifik, yang mengindikasikan adanya interaksi dengan daerah-daerah lainnya di Pasifik.
Dari hasil lapisan penggalian itu dapat dilihat penanggalan jejak manusia yang dimulai dari usia 42 ribu tahun lalu, 30 ribu tahun lalu, 18 ribu tahun lalu, 9 ribu tahun lalu, 5 ribu tahun lalu, 2 ribu tahun lalu, dan 300 tahun lalu masa Pleistosen akhir dan Holosen.
“Temuan dari hasil penanggalan tertua di situs Topogaro diperkirakan berusia sekitar 42 ribu tahun lalu dan merupakan yang paling tua di Sulawesi dan juga Indonesia bagian Timur,” terang Ono, dalam kuliah umum yang digelar secara daring.
Menariknya, hasil ekskavasi di Gua Topogaro 1 dan 2 juga ditemukan banyak sisa-sisa hewan berupa kerang, tulang belulang seperti kuskus, satwa dari famili suidae seperti babirusa dan juga anoa yang diperkirakan usianya antara 8 ribu dan lebih dari 42 ribu tahun lalu.
Tidak hanya itu, di Gua Topogaro 2 juga terdapat satu lukisan cap tangan di dinding sebelah timur yang disebut sebagai temuan penting namun, masih memerlukan analisis lebih jauh. Temuan lukisan ini memiliki kemiripan dengan lukisan purba yang ada di Maros.
Menurut Ono, berdasarkan jejak kebudayaan awal Homo Sapiens yang ada di Sulawesi dan juga Timor, memiliki indikasi bahwa perilaku dan penggunaan teknologinya mirip dengan yang ada di Afrika dan Eropa kontemporer, seperti seni lukisan batu, kail ikan, ornamen kerang, dan juga berbagai variasi alat litik.
Baca juga: Buat Bangga, Lukisan Gua Tertua di Dunia Ternyata Ada di Indonesia
Terancam tambang
Situs Gua Topogaro memiliki arti penting bagi para ilmuwan di Indonesia maupun internasional untuk mengetahui migrasi awal manusia prasejarah.
Namun, situs penting ini terancam kehadiran tambang batu seperti galian C dan juga perusahaan nikel yang sedang marak di Morowali sejak beberapa tahun ini. Bahkan, pada beberapa bagian, kata Ono, separuhnya sudah habis namun beruntungnya situs utama dipastikan aman.
“Meski demikian perlu dilakukan perlindungan melalui pembuatan zonasi di situs Gua Topogaro untuk dilakukan perlindungannya, karena di sekitarnya masih banyak gua dan rock shelter,” ungkapnya.
Bupati Kabupaten Morowali, Taslim, juga berharap ada rekomendasi dari parapihak untuk melindungi situs Gua Topogaro dari ancaman kerusakan. Dia memberikan dukungan penuh kepada para peneliti untuk terus melakukan riset dan menggali potensi cagar budaya yang ada di Kabupaten Morowali. Dengan adanya riset tersebut, Taslim berharap, dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat melalui wisata, pendidikan, dan juga ekonomi.