- Merpati pos dikenal kemampuannya dalam menemukan jalan ke kandang. Meski dilepas di tempat baru dengan jarak ribuan kilometer, dia hampir selalu bisa kembali.
- Merpati mempunyai kemampuan magnetoresepsi yaitu menggunakan medan magnet bumi sebagai kompas.
- Merpati menggunakan beberapa informasi atau menggabungkannya sekaligus untuk menghasilkan arah terbaik, seperti penciumannya dan navigasi visual
- Merpati menghadapi persoalan baru: perubahan iklim. Kabut, hujan, dan angin kencang mempengaruhi kemampuan terbang merpati.
Merpati pos (homing pigeon) terkenal karena kemampuannya dalam menemukan jalan ke kandang. Meski dilepas di tempat baru dengan jarak ribuan kilometer, dia hampir selalu bisa kembali. Karena kemampuannya itu, sebelum telegram ditemukan, merpati pos pernah dipakai untuk membawa pesan saat perang. Bahkan Julius Caesar pernah menggunakan merpati untuk membawa kabar penaklukannya atas Gaul ke Roma sekitar 57 SM.
Merpati pos merupakan varian dari spesies Columba livia domestica, satu dari 352 spesies merpati dalam keluarga Columbidae yang tercatat dalam daftar The International Ornithological Committee (IOC). Kini ada ratusan merpati breeding yang digunakan untuk berbagai keperluan. Merpati umumnya dimanfaatkan untuk lomba balap, hias, juga diambil dagingnya.
Kemampuan luar biasa dari merpati telah menarik perhatian para ahli sejak lama. Diketahui merpati menggunakan berbagai cara untuk bisa menemukan rumahnya. Merpati dikenal sebagai hewan yang setia dengan pasangannya. Sepasang merpati jantan dan betina akan bersama-sama memelihara anak-anaknya hingga dewasa. Jadi, bisa kembali kerumah setelah terbang jauh menjadi hal penting bagi sepasang merpati.
Sekitar lima puluh tahun lalu para ahli telah menemukan bahwa beberapa hewan ternyata bisa merespon magnet bumi. Kemampuan ini disebut magnetoresepsi. Organisme rupanya bisa menggunakan medan magnet bumi sebagai kompas.
Kemampuan ini sangat diperlukan bagi merpati. Terlebih saat dia tidak bisa melihat matahari karena tertutup awan misalnya. Namun meski telah mengetahui arah, merpati masih memerlukan peta imajiner agar bisa pulang ke rumah.
baca : Kisah Nyata Merpati Penyelamat Ratusan Tentara pada Perang Dunia I
Beberapa percobaan mengungkapkan merpati juga menggunakan penciumannya untuk menandai suatu lokasi saat berada jauh dari kandang. Lewat aroma yang terbawa angin, merpati seperti menggambar peta dalam ingatannya. Merpati baru beralih lagi ke navigasi visual saat mereka telah berada dekat kandang. Tampaknya merpati menggunakan beberapa informasi atau menggabungkannya sekaligus untuk menghasilkan arah terbaik.
Kepastian bahwa indera penciuman terlibat langsung dalam sistem navigasi bisa dibuktikan ketika merpati kehilangan indera penciuman. Saat indera ini tidak ada atau terganggu, maka dia akan kebingungan.
“Menipu mereka dengan mengalirkan udara dari tempat yang salah dan mereka akan terbang ke arah yang salah,” kata Tim Guilford, yang cukup banyak menghasilkan penelitian tentang merpati ini dalam tulisannya di Conversation. Dia seorang ahli perilaku hewan dari Universitas Oxford.
Guilford menjelaskan, dengan penciumannya itu kemungkinan burung akan mempelajari komposisi kasar dari perubahan atmosfer yang menjadi ciri khas daerah asalnya. Burung juga akan membandingkannya dengan saat dipengaruhi angin yang datang dari arah berbeda. Kawasan berair seperti laut yang terbuka misalnya, tentu berbeda dengan kawasan darat yang kering.
baca juga : Adu Cepat Burung Merpati Makin Diminati Para Penghobi
Baru-baru ini para peneliti mencoba mengungkap tabir bagaimana mekanisme medan magnet mempengaruhi organ burung merpati. Peneliti dari Universitas Melbourne, David Simpson, bersama timnya mencari tahu hubungan magnetoresepsi merpati pos dengan gumpalan kecil yang kaya zat besi di telinga bagian dalam. Mereka menggunakan mikroskop magnetik jenis baru.
Sebelumnya ada dua pendapat utama terkait bagaimana magnetoresepsi bekerja. Pertama, merpati pos dan burung migran lainnya memiliki protein di retina matanya yang disebut cryptochromes. Dengannya, burung memungkinkan untuk melihat medan magnet bumi.
Kedua, lewat gumpalan bahan magnetik di dalam organ tertentu. Misalnya di telinga bagian dalam merpati. Partikel logam yang dikenal sebagai kutikulosom ini sangat kecil ukurannya, lebih lembut dari sebutir pasir.
“Hasil kami menunjukkan sifat magnetik kutikulosom tidak cukup kuat untuk bertindak sebagai magnetoreseptor berbasis partikel magnetik. Faktanya, partikel tersebut harus seratus kali lebih kuat untuk mengaktifkan jalur sensorik yang diperlukan bagi magnetoresepsi pada merpati,” tulisnya seperti dikutip dari Conversation.
Meskipun hasilnya tidak terlalu menggembirakan pada penelitian merpati, namun mereka berharap penggunaan teknologi itu bisa dipakai untuk mempelajari sejumlah calon magnet di berbagai spesies lain termasuk hewan pengerat, ikan, dan kura-kura.
baca juga : Dijuluki Merpati Bermahkota, Burung Ini Hanya Ada di Papua
Kini merpati menghadapi persoalan baru: perubahan iklim. Sebelumnya para pemilik merpati mengkhawatirkan serangan dari para predator yang menyebabkan burung kesayangannya tidak kembali. Namun cuaca kini juga berpengaruh. Kabut, hujan, dan angin kencang mempengaruhi kemampuan terbang merpati.
“Ketika ditelusur, burung ini menggunakan bentang alam, sungai, jalan, dan bukit untuk menandai jalan pulang, dengan begitu kabut dan awan rendah adalah sebuah hambatan,” mengutip Guardian.
Pernah ada laporan ribuan merpati hilang karena diterjang badai dalam sebuah lomba. Ribuan merpati yang dilepas di selatan Perancis seharusnya tiba di Belgia. Namun badai musim panas membuat burung-burung itu kehilangan arah, kelelahan, hingga justru berbelok terbang ke Jerman. Akibatnya para penghobi pun rugi. Maklum merpati lomba berharga mahal.***