- Seekor jerapah betina di Kebun Binatang Brights, di timur laut Tennessee, Amerika Serikat, lahir pada 31 Juli 2023 lalu dengan bulu polos. Tanpa pola bintik.
- Lazimnya, anak jerapah dilahirkan dengan bulu yang sama dengan induknya yaitu memiliki bintik-bintik cokelat dari mulai kuku hingga bagian tanduk.
- Satu-satunya catatan mengenai jerapah yang dilahirkan tanpa pola bintik-bintik di bulunya, terjadi di Jepang tahun 1970-an.
- Menurut sebuah penelitian, bintik-bintik yang terdapat pada bulu jerapah tidaklah acak. Anak-anak jerapah akan senantiasa memiliki bulu berpola bintik-bintik dengan bentuk, jumlah, ukuran, serta warna yang sama dengan induknya.
Seekor jerapah betina di Kebun Binatang Brights, di timur laut Tennessee, Amerika Serikat, lahir pada 31 Juli 2023 lalu dengan bulu polos. Tanpa pola bintik.
Lazimnya, anak jerapah dilahirkan dengan bulu yang sama dengan induknya yaitu memiliki bintik-bintik cokelat dari mulai kuku hingga bagian tanduk.
Seperti dilaporkan NPR, Direktur Kebun Binatang Brights, David Bright, mengatakan stafnya telah menghubungi para profesional di seluruh negeri untuk menanyakan seberapa langka jerapah itu.
Sejumlah petugas kebun binatang mengatakan, satu-satunya catatan mengenai jerapah yang dilahirkan tanpa pola bintik-bintik di bulunya, terjadi di Jepang tahun 1970-an.
Gambar-gambar anak jerapah berbulu polos itu dapat dilihat di halaman Facebook Kebun Binatang Brights. Tampak anak jerapah itu berdiri di samping induknya, sangat kontras karena sama sekali tanpa bintik.
“Kami biasanya tidak posting foto bayi binatang di kebun binatang kami. Tetapi, dengan situasi yang unik ini, kami tahu akan membawa banyak perhatian terhadap jerapah, yang akan membantu kami mengarahkan orang ke arah yang benar ‘hei, begini caranya Anda bisa membantu jerapah di alam liar,” jelas David Bright, dikutip kantor berita Associated Press.
Pihak kebun binatang meminta masyarakat untuk membantu memberi nama anak jerapah tersebut, dengan memilih satu dari empat nama yang tersedia dalam bahasa Swahili.
Empat nama tersebut yaitu Kipekee yang artinya unik; Firali, yang berarti tidak biasa atau luar biasa; Shakiri, artinya dia paling cantik; dan Jamella, yang bermakna salah satu yang sangat cantik.
Tim manajemen Kebun Binatang Brights menjelaskan, mereka telah memeriksa ribuan nama yang disodorkan beserta artinya, sebelum akhirnya menentukan empat nama tersebut untuk dipilih. Kepastian nama yang dipilih akan diumumkan pada 4 September mendatang.
Baca: Berleher Panjang, Bagaimana Jerapah Atasi Masalah Tekanan Darah Tinggi?
Penelitian
Menurut sebuah penelitian, bintik-bintik yang terdapat pada bulu jerapah tidaklah acak. Anak-anak jerapah akan senantiasa memiliki bulu berpola bintik-bintik dengan bentuk, jumlah, ukuran, serta warna yang sama dengan induknya. Demikian kesimpulan para peneliti yang dipublikasikan di jurnal PeerJ pada 2018 lalu.
Para peneliti mempelajari 11 atribut bintik total pada jerapah. Para ilmuwan sebelumnya berhipotesis, variasi pola bintik dapat menyamarkan bayi jerapah yang baru lahir dari predator dan bintik muncul secara acak.
Seorang ahli biologi terkemuka, Anne Dagg, menggambarkan kesamaan antara induk jerapah dan keturunannya dalam populasi kebun binatang pada 1968. Namun, analisis dan pengukuran objektif terhadap karakteristik bintik masih kurang pada jerapah liar hingga saat ini.
Penelitian hal tersebut lahir dari rasa ingin tahu akan jawaban yang pasti.
“Kami terinspirasi oleh keingintahuan alami banyak orang tentang bintik-bintik pada jerapah dan dari mana polanya berasal. Itu adalah tema pertanyaan konsisten yang kami dengar ketika berbicara tentang jerapah,” sebut Derek Lee, profesor peneliti di Penn State University, yang juga ilmuwan utama di Wild Nature Institute dan penulis penelitian tersebut, saat menjelaskan kepada NPR.
“Kami mulai mencari jawabannya dalam literatur dan menemukan tidak ada seorang pun yang mengukur pola bulu mamalia yang rumit seperti bintik-bintik,” sambungnya.
Baca: Lucunya si Kindi, Anak Jerapah yang Lahir Saat Pandemi
Lee dan timnya melakukan penelitian dengan menggunakan perangkat lunak analisis gambar untuk menentukan kesamaan ciri-ciri bintik antara induk jerapah Masai liar dan keturunannya di Tanzania. Hewan-hewan tersebut hidup bebas dan tidak dibatasi di lanskap yang luas.
Selama empat tahun, para ilmuwan memotret 31 pasang bulu induk dan anak jerapah. Mereka menemukan bahwa beberapa karakteristik, seperti kebulatan dan kehalusan bintik, memiliki hubungan yang kuat antara induk dan keturunannya, serta kemungkinan besar dapat diwariskan.
Para peneliti juga mengamati seberapa baik bintik-bintik pada anak jerapah melindungi mereka dari predator dengan memungkinkan berbaur dengan satwa liar di sekitarnya. Mereka memotret 258 anak jerapah yang sama enam kali setahun, selama empat tahun.
Tim kemudian menganalisis data tersebut melalui analisis statistik untuk memperkirakan kemungkinan kelangsungan hidup dalam kelompok tersebut. Menurut temuan mereka, anak jerapah dengan bintik-bintik yang lebih besar dan bentuk bintik-bintik yang tidak beraturan lebih mungkin untuk bertahan hidup pada beberapa bulan pertama kehidupannya.
“Peningkatan kelangsungan hidup ini mungkin mencerminkan kamuflase yang lebih baik pada jerapah muda, tetapi juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain yang meningkatkan kelangsungan hidup, seperti pengaturan suhu atau komunikasi visual,” kata Lee.
Baca juga: Tanpa Tidur, Bisakah Hewan Bertahan Hidup?
Dia menambahkan bahwa variabel lain seperti gen yang baik dan bibitan induk mungkin juga berkorelasi dengan sifat-sifat tertentu.
“Fungsi alternatif lain dari bintik-bintik itu juga bisa berada di bawah seleksi alam pada periode yang berbeda dalam kehidupan jerapah seperti pengaturan suhu atau sinyal visual untuk mengidentifikasi individu dan kerabat,” papar Lee.
Tim peneliti berharap, temuan mereka akan membantu penelitian lebih lanjut ke dalam arsitektur perkembangan dan genetik dari pola bulu mamalia yang kompleks dan nilai adaptifnya.
Menurut Giraffe Conservation Foundation, jumlah populasi jerapah yang ada di seluruh Afrika diperkirakan sekitar 117.000 individu. Jumlah tersebut menurun, jika dibandingkan tahun 1980-an yang mencapai 155.000 individu.
*Djoko Subinarto, penulis lepas, tinggal di Bandung, Jawa Barat.