- Luas lahan sorgum di NTT mencapai 3.447 hektar, terluas di Indonesia. Pada tahun 2023, luas ini diproyeksikan mencapai 25 ribu.
- Tantangan pengembangan sorgum di tingkat petani adalah faktor modal hingga paca panen.
- Petani masih mengingat dan mengalami trauma saat terjadi badai Seroja April 2021 yang mengakibatkan sorgum gagal panen.
- Pegiat penanaman sorgum berharap, target luasan sorgum dapat diikuti dengan penyediaan bibit dari lokal, bukan bibit dari luar.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) digadang-gadang akan menjadi sentra pengembangan sorgum, -tanaman pangan alternatif dari beras. Lahan-lahan sorgum pun di buka termasuk di lokasi food estate di Pulau Sumba.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanian,Muhammad Ismail Wahab menyebutkan, luas lahan sorgum di NTT tahun 2023 diproyeksikan sebesar 25 ribu hektar dari total luas lahan sorgum 115 ribu hektar di seluruh. Indonesia.
Selain NTT sorgum, sebut Ismail, bakal menyebar di Provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Dengan luas lahan sorgum tersebut, maka produksi sorgum bisa mencapai 96.540 ton.
“Pulau Sumba ke depannya akan dijadikan sentra sorgum di NTT dengan rencana penanaman seluas 25 ribu hektar,” paparnya seperti dikutip dari Lombok Post.
Ismail menjelaskan,luas lahan sorgum di NTT saat ini 3.447 hektar dan terluas di Indonesia. Dirinya mengestimasi, dengan produktivitas sebesar 3 ton per hektar saja, maka produksi sorgum NTT tahun 2023 berjumlah 11.470 ton.

Baca juga: Jejak Sorgum di NTT dan Penanaman Kembali oleh Petani
Perlu adanya kehendak baik
Pegiat sorgum Maria Loretha mengatakan, di NTT hanya 3 kabupaten saja yang saat ini giat menanam sorgum yakni Flores Timur (Flotim), Lembata, dan Nagekeo.
Di Nagakeo luas lahan sorgum adalah 25-30 hektar. Di Lembata 80 hektar, dan terluas di Flotim mencapai sekitar 400 hektar.
“Jangan kita bermimpi besar dan targetnya besar tentang sorgum, perlu jelas langkah ke arah sananya seperti apa. Kendalanya adalah perlu niatan dan kehendak baik dari pemerintah untuk mendukung pengembangan sorgum ini,” sebut Maria.
Pendiri Yayasan Agro Sorgum Flores (Yasores) ini berharap pemda di NTT dapat lebih fokus kepada pengembangan sorgum. Dia menyebut masih banyak lahan tidur yang belum digarap.
Bagi Benyamin Daud, Direktur Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Keuskupan Larantuka (Yaspensel), saat ini masyarakat melihat sorgum sekedar tanaman pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja.
Dia menyebut, masyarakat masih mengingat dampak badai Seroja tahun 2021, yang membuat tanaman mereka gagal panen. Akibatnya produk sorgum tahun 2022 pun merosot tajam. Trauma kegagalan ini membuat semangat petani menurun.
“Masyarakat mengurangi luasan tanam, hanya sekedar untuk dapatkan tambahan makanan dan bibit,” ucapnya.
Yaspensel memiliki 19 kelompok desa dampingan petani sorgum yang tersebar mulai dari Kabupaten Manggarai, Nagekeo, Ende, Flotim, hingga Lembata. Pasca pandemi Covid-19, Yaspensel hanya fokus mendampingi petani sorgum di Kabupaten Flores Timur dan Lembata.
Benyamin menyebut tantangan pengembangan sorgum yakni modal untuk membuka lahan, hingga terbatasnya alat pengolahan pasca panen.
“Kami menginginkan akses pasar yang mudah dan tidak bebelit-belit. Kami juga sedang menanam sorgum besar-besaran untuk benih,” pungkasnya.

Baca juga: Sorgum Sebagai Sumber Bahan Pangan, Kenapa Tidak?
Pengembangan benih
Maria Loretha menyebut para petani sorgum umumnya keberatan jika benih didatangkan dari luar NTT. Baginya, jangan sampai suatu ketika nanti, petani sorgum tergantung kepada perusahaan benih tertentu. Dia cenderung memberdayakan potensi benih lokal yang dapat didaftarkan di Pengawas Benih Tanaman (PBT).
“Benih kurang, tapi apabila kita semua bekerja keras di akhir tahun 2023 benih sudah mencukupi jika ada pengembangan lahan sorgum besar-besaran di NTT,” ujarnya.
Pemikirannya selaras dengan Marcia Pabendon, peneliti BRIN yang banyak meneliti tentang sorgum. Dia bilang pemerintah provinsi dan kabupaten perlu pro-aktif untuk mengadakan benih lokal. Setiap benih itu, sebutnya harus jelas dari penangkar dan proses sertifikasinya.
“Saya harap Flores Timur berada di garda terdepan dalam pengembangan benih. Yang harus diupayakan adalah sorgum label putih dan ungu, dan itu harus diperbanyak,” pesannya.
Benih label kuning adalah benih penjenis, label putih benih dasar, label ungu benih pokok, sementara label biru merupakan benih sebar.