- Dua bayi mola berenang ke permukaan air laut.
- Aktifitas berenang ke perairan dangkal dilakukan mola untuk berjemur.
- Mola atau sunfish adalah perenang laut dalam.
- Peneliti belum menemukan banyak informasi perihal persebaran dan pola hidup ikan berbentuk grigil ini.
Seorang penyelam scuba menangkap momen langka dari dua mola-mola samudra yang berenang di lepas pantai British Columbia di Kanada. Para ahli mengidentifikasi berdasarkan lekukan perut ikan sunfish yang bersudut dan ukurannya kecil merupakan tanda “bayi”.
“Mereka terlihat seperti Mola mola yang masih sangat muda,” kata Marianne Nyegaard, ahli biologi kelautan yang mengkhususkan diri pada mola-mola laut dan seorang rekan peneliti di Museum Auckland di Selandia Baru, dalam unggahan di Facebook pada akhir Oktober lalu.
Dikutip dari Livescience, rekaman itu dilakukan oleh jurnalis warga Timothy Manuelides di utara Port Hardy di daerah Browning Pass. Dalam unggahan video menunjukkan dua mola-mola yang berkilauan ditemani oleh sekumpulan ikan rockfish dan ikan rockfish ekor kuning .
Diperkirakan ukuran anak sunfish tersebut memiliki diameter sekitar 24 inci atau setara 60 sentimeter. Setelah dewasa mola-mola dapat tumbuh hingga diameter 10 kaki atau 3 meter.
Artinya anak-anak ini lima kali lebih kecil dari mola-mola dewasa. Akan tetapi 240 kali lebih besar dari ukuran bayi mereka yang baru lahir, yaitu 0,1 inci (2,5 milimeter).
baca : Mola-mola, Ikan Raksasa yang Menggemaskan
Sangat sedikit yang diketahui tentang kehidupan awal mola-mola. Begitu pula tentang telur mereka yang seukuran serangga. Itupun hanya dapat diidentifikasi melalui pengurutan DNA.
Berdasarkan dokumentasi yang didapat menunjukan bahwa mola-mola dapat berenang lebih cepat daripada yang diasumsikan banyak orang. Apalagi melihat tubuhnya yang dikenal cuma “sepotong”.
“Mereka sering dianggap lambat,” tulis Jackie Hildering, seorang peneliti dan direktur pendidikan dan komunikasi untuk Marine Education and Research Society (MERS) yang ikut dalam penyelaman.
Menurutnya, asumsi itu muncul dari mengamati aktivitas dari perilaku yang suka “berjemur”. Di mana mola-mola naik ke permukaan untuk mendapatkan sinar matahari yang hangat setelah menghabiskan waktu di kedalaman laut yang dingin.
“Mereka juga bisa cukup diam di permukaan untuk menghilangkan parasit yang dibantu oleh burung seperti albatros,” kata Hildering.
Habitat mola-mola samudera ditemukan di hampir seluruh samudra di dunia. Mulai dari perairan tropis hingga laut beriklim sedang.
Mola menghabiskan sebagian besar waktunya di antara permukaan air dan kedalaman 660 kaki atau setara 200 meter.
baca juga : Asyiknya Melihat Terapi Spa Ikan Mola-mola
Mereka telah lama dianggap sebagai satu-satunya spesies Mola di Pasifik timur laut, sampai para peneliti menemukan spesies lain yaitu mola-mola hoodwinker atau mola tecta di lepas pantai Kanada.
“Tahun ini sangat luar biasa karena kami mengetahui ada tujuh penampakan mola di daerah Browning Pass,” tulis Hildering dalam unggahannya. Demi mengkaji fenomena penampakan kemunculan mola yang berulang, dia dibentuk tim peneliti khusus mengamati hal itu..
Misterius
Mola-mola adalah ikan bertulang terbesar dan umumnya hidup di perairan beriklim sedang dan tropis. Mereka sering terlihat berjemur dan itu yang menyebabkan mereka sering disalahartikan sebagai hiu ketika sirip punggungnya yang besar muncul di atas air.
Mola-mola dinamai demikian bukan karena bentuk tubuhnya yang melingkar, melainkan karena mereka berjemur di bawah sinar matahari di permukaan laut. Kira-kira begitu alasan ikan tersebut juga kadang disebut sunfish.
Para ilmuwan meyakini aktifitas tersebut sebagai cara mereka menghangatkan diri setelah menyelam dalam waktu yang lama di perairan yang dingin dan gelap untuk mencari makanan.
Tanda bahwa mereka perenang laut dalam terlihat dari warna mola yang keperakan dan memiliki tekstur kulit yang kasar. Mereka bisa menyelam hingga 2600 kaki atau 792 meter. Umumnya mereka suka berenang di kedalaman 48 meter hingga 192 meter.
Uniknya, mola tidak memiliki ekor. Tetapi para peneliti ragu akan hal itu sebab mereka mencatat bahwa mola-mola di sebelah kanan kehilangan sebagian ekornya.
baca juga : Ikan Mola-Mola Ditangkap dan Dijual Nelayan di Sikka. Perlukah Ikan Ini Dilindungi?
Sejauh ini baru diindentifikasi 2 jenis mola yang memiliki ekor yaitu mola mola samudra dan mola tecta. “Tecta” dalam Bahasa Latin punya arti “tersembunyi”.
Pada tahun 2017, penelitian tentang keberadaan spesies ini dipublikasikan dan diperkirakan hanya ada di perairan beriklim sedang di belahan bumi selatan. Baru sejak tahun 2019 dipertanyakan apakah mereka ditemukan di perairan yang lebih dingin dan – ternyata benar! Mereka telah disalahartikan sebagai Mola mola.
Untuk membedakan antara mola-mola hoodwinker dan mola-mola samudra, para peneliti melihat ekornya, atau matanya : Ekor mola-mola samudra memiliki tepi berenda, sedangkan ekor mola-mola hoodwinker membulat dengan lekukan di bagian tengah.
Namun ada persama pada keduanya. Gigi mereka sama-sama menyatu menjadi struktur seperti paruh. Itu cukup bisa diandalkan dalam berburu mangsa utamanya yakni ubur-ubur. Mereka juga akan memakan ikan kecil dan sejumlah besar zooplankton dan ganggang.
Dihimpun dari beberapa penelitian, populasi mola-mola dianggap rentan. Mereka sering tersangkut di jaring insang yang hanyut dan dapat mati lemas karena sampah laut, seperti kantong plastik, yang menyerupai ubur-ubur.
Belum lagi fenomena pemutihan karang akibat perubahan iklim. Hal itu berpengaruh terhadap kesedian sumber pakan mereka.
Mola-mola adalah ikan terberat dari semua ikan bertulang, dengan spesimen besar yang mencapai 4,3 meter secara vertikal dan 3 meter secara horizontal dan beratnya hampir 2260 kg. Itu setara dengan berat seekor badak putih.
Rekor ikan mola-mola terberat yang pernah tercatat hingga saat ini adalah Mola-mola ‘Majestic’ seberat 3 ton mencetak rekor dunia baru untuk ikan bertulang terbesar yang pernah ditemukan.
Mola-mola raksasa sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, tetapi jumlah pastinya tidak diketahui. Para ilmuwan pun merasa masih banyak pertanyaan yang belum terjawab perihal satwa unik ini.
“Kami tidak tahu berapa lama mereka hidup atau seberapa cepat mereka tumbuh di alam liar,” kata Tierney Thys, seorang ahli biologi kelautan dari Akademi Ilmu Pengetahuan California dan Penjelajah National Geographic. “Kami juga tidak memiliki pemahaman yang baik tentang berapa banyak individu yang ada di dunia atau seberapa besar populasi regional.” (***)
Referensi : livescience.com, nationalgeographic.com, dan nationalgeographic.com