- Sedikitnya ada 1.167 titik lokasi yang tersebar di 19 lokasi perairan di seluruh Indonesia yang disebut potensial memiliki warisan benda bawah air yang sangat berharga dan bersejarah. Warisan itu adalah benda muatan kapal tenggelam (BMKT)
- Barang yang berasal dari BMKT disebut sangat bernilai tinggi, karena berasal dari kapal-kapal di masa lalu dengan ragam budaya dan koleksi benda. Potensi itu yang membawa banyak kapal-kapal untuk berburu BMKT
- Perburuan BMKT tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada tahapan yang harus dilewati dan diikuti oleh para pihak yang tertarik. Semua tahapan itu, bertujuan untuk menjaga BMKT tetap ada di tangan yang tepat
- Selain itu, BMKT juga berkaitan erat dengan kelestarian alam yang ada di bawah air lokasi perairan laut. Itu pula kenapa, Pemerintah Indonesia dengan berbagai upaya memperbaiki pengelolaan melalui pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kerja sama dengan negara lain
Perairan laut Indonesia memang menjadi incaran banyak pihak untuk diburu. Bukan hanya mengincar potensi sumber daya laut yang dikenal sangat kaya saja, namun juga ada potensi barang berharga yang masuk kelompok benda muatan kapal tenggelam (BMKT).
Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam, BMKT adalah benda muatan kapal tenggelam yang memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, budaya, dan/atau ekonomi yang berada di dasar laut.
Bukti bahwa BMKT adalah incaran yang banyak diburu, ada pada tiga kapal ikan Indonesia (KII) yang ditangkap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat kapal pengawas kelautan dan perikanan HIU 11 menggelar operasi pada 11 Juli 2023.
Tiga unit KII yang ditangkap di sekitar perairan laut pulau Pengikik dan perairan sekitar pulau Tambelan itu, diketahui sedang melakukan pengangkatan BMKT tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Kedua perairan itu secara administrasi masuk ke dalam Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin menyatakan, ketiga kapal tersebut adalah KM CC berukuran 16 gros ton (GT), KM RI (15 GT), dan KM PI berukuran 6 GT.
Ketiga kapal tersebut diketahui berasal dari Kota Tanjung Pinang, dan mempekerjakan 44 awak kapal perikanan (AKP) dengan status Warga Negara Indonesia (WNI). Saat tiga kapal tersebut diperiksa, petugas menemukan 1.218 keping BMKT, terdiri dari guci besar, guci sedang, guci kecil, piring, mangkok, dan koin kuno.
baca : Benda Berharga di Bawah Laut Itu Bukan Harta Karun, tapi Cagar Budaya
Dia menjelaskan, sesuai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk di dalamnya kegiatan pengangkatan BMKT, wajib memiliki Perizinan Berusaha.
Menurut Adin Nurawaluddin, Perpres 8/2023 menyebutkan bahwa pengelolaan BMKT dilakukan salah satunya melalui pengangkatan BMKT, dan dilakukan oleh pelaku usaha melalui mekanisme perizinan berusaha dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha berbasis resiko.
Hasil kajian sementara terhadap barang bukti yang ditemukan, jenis BMKT yang diangkat secara ilegal ini diduga memiliki kemiripan dengan pengangkatan BMKT dari perairan Batu Belobang dan Kijang (Kepri), maupun pengangkatan BMKT dari perairan Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
“Diperkirakan pembuatannya dilakukan pada zaman Dinasti Song yang berasal dari Tiongkok pada abad 10 hingga 13 masehi,” tutur dia.
Dia menyebut, selain mengenakan sanksi administratif kepada pelaku berupa paksaan Pemerintah dengan melakukan penyegelan atas BMKT yang telah diangkat, juga dilakukan kajian oleh Tim Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk penetapan status BMKT yang sudah diangkat.
“Apakah termasuk Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) atau bukan,” tegas dia.
Diketahui, menjaga dan melindungi benda bersejarah yang ditemukan dari bawah air, memang menjadi pekerjaan yang tidak mudah untuk dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Tugas tersebut tetap harus dilakukan, karena menjadi warisan budaya air Indonesia yang tidak ternilai.
baca juga : Menjaga Surga Benda Bersejarah di Perairan Laut Indonesia
Selain benda dari bawah air yang sudah menjadi koleksi Negara, ada juga benda serupa yang saat ini masih tercecer di bawah air dan belum diangkat. Jika harus dikumpulkan, pekerjaan tersebut juga diyakini tidak akan mudah untuk dilakukan.
Tingkat kesulitan yang bervariasi dan sulit untuk dihindari saat mengumpulkan, menjaga, dan melindungi benda bersejarah yang berasal dari bawah air, rupanya sudah disadari oleh Pemerintah Indonesia saat ini.
Pertimbangan itu juga, yang kemudian menjadi dasar KKP untuk belajar lebih banyak kepada negara lain tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan saat melindungi dan menjaga benda berharga dari bawah air.
Lintas Negara
Negara yang diajak untuk bekerja sama untuk bisa melindungi warisan budaya air Indonesia itu, adalah Australia. Tepatnya, Flinders University yang berlokasi di Adelaide, Australia Selatan. Kerja sama itu diharapkan bisa semakin memperkuat tata kelola warisan budaya air yang sama-sama dimiliki Indonesia dan Australia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan kalau kedua negara, baik Indonesia atau pun Australia, selama ini memang sudah sama-sama mengoleksi benda bersejarah yang berasal dari bawah air masing-masing negara.
Latar belakang yang sama tersebut diharapkan bisa menjadi kekuatan untuk terus mengembangkan strategi dalam melaksanakan tata kelola benda warisan bawah air. Baik Indonesia atau Australia diharapkan bisa bekerja sama untuk saling berbagi data dan informasi.
Kemudian, melakukan kajian ilmiah untuk menelusuri dan menganalisis, membangun basis data, serta meningkatkan kapasitas dan berbagi pengetahuan. Semua langkah teknis itu diakui akan menjadi strategi utama untuk mencapai tujuan utama, yaitu menjaga dan melindungi warisan bawah air.
Menurut dia, penggunaan metodologi inovatif untuk menemukan asal usul sejarah benda-benda bersejarah diharapkan juga bisa membantu proses pemecahan teka-teki dari benda-benda bersejarah yang sudah ada. Juga, diharapkan bisa menciptakan narasi sejarah baru yang relevan dengan masa lalu kemaritiman.
“Tak hanya itu, inisiatif-inisiatif tersebut diharapkan dapat mendukung konservasi in situ dan pemanfaatan warisan maritim bawah laut secara optimal,” terang dia.
baca juga : Wisata Sejarah Bawah Air, Potensi Berharga Laut Nusantara
Tegasnya, dari kerja sama yang dijalin dengan Australia, di masa depan diharapkan akan terungkap sejarah masa lalu maritim Indonesia. Jika itu bisa tercapai, maka generasi di masa mendatang diharapkan bisa terinspirasi.
“Artefak bawah laut juga dapat memberikan dampak yang berarti bagi kemajuan perekonomian kelautan kita,” tambah dia.
Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda menyebut kalau kerja sama yang dijalin KKP dengan Flinders University sebenarnya bukanlah kali pertama. Kerja sama dengan salah satu universitas riset ternama itu sebenarnya sudah dilakukan sejak Februari 2021.
Saat itu, perguruan tinggi negeri tersebut statusnya masih menunggu kejelasan, apakah bisa melakukan riset penelusuran sejarah 2.000 artefak atau tidak. Semua koleksi tersebut akan ditelusuri, karena seorang kolektor benda bersejarah mendonasikannya kepada Flinders untuk dijadikan materi pengajaran kuliah.
Pertimbangan tersebut, akhirnya membawa Flinders menjalin kerja sama dengan Indonesia, dengan fokus untuk membantu pemanfaatan koleksi benda muatan kapal tenggelam (BMKT) yang sudah diangkat ke darat dan menjadi koleksi.
Intinya, dari kerja sama tersebut KKP sebagai representasi Pemerintah Indonesia berharap menaruh harapan untuk bisa membangun narasi pengetahuan tentang sejarah maritim. Narasi tersebut bisa lebih lengkap, akurat, dan penuh dengan catatan fakta dan data.
Pernyataan itu tak hanya diungkapkan Miftahul Huda, namun juga oleh Martin Polkinghorne, salah satu dosen senior Departemen Arkeologi pada universitas tersebut. Keduanya mengatakan kalau memanfaatkan BMKT sebagai bagian untuk membangun narasi pengetahuan sejarah maritim sudah menjadi bagian dari kajian kesejarahan yang dilakukan Flinders dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.
Selain dengan UGM, kerja sama juga dilakukan Flinders dengan Pusat Arkeologi dan Seni Rupa Regional SEAMEO (SPAFA). SEAMEO adalah organisasi menteri-menteri pendidikan Asia Tenggara yang beranggotakan 11 negara dan berpusat di Bangkok, Thailand.
Miftahul Huda menerangkan, selain kajian bersama dengan melibatkan Flinders, kajian juga dilakukan dengan berfokus pada legalitas dari setiap benda bersejarah bawah air yang berasal dari BMKT yang sudah diangkat.
Kajian legalitas tersebut akan dilakukan oleh pakar hukum dari University of Queensland. Diharapkan, kegiatan itu bisa memunculkan peluang untuk melakukan repatriasi artefak ke Indonesia.
Agar lebih lengkap dan detail, kegiatan analisis studi batuan asal atau provenance juga dilakukan dengan melibatkan KKP bersama pembanding koleksi BMKT yang saat ini disimpan di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Saat ini, KKP sudah melakukan inventarisasi pengumpulan data, membuka akses terhadap koleksi BMKT yang memiliki kemiripan dengan koleksi yang tersimpan di Southeast Asia Ceramic Archaeology Laboratory (SEACAL).
baca juga : Sebanyak Apa Harta Karun yang Ada di Perairan Indonesia Sekarang?
Penelusuran Artefak
Akses tersebut dibuka, agar bisa dilakukan proses dokumentasi dan pelacakan asal dan sejarah artefak tersebut. Kemudian, dilakukan sinergi dengan kegiatan percepatan program penyelesaian basis data BMKT sebagai bentuk kontribusi dalam bentuk barang (in-kind).
Flinders sendiri berkomitmen untuk menyediakan tenaga inventarisasi selama empat tahun proyek berlangsung. Juga, berkomitmen untuk membantu KKP dalam melakukan percepatan untuk pengumpulan data BMKT di Cileungsi, dan melakukan analisis saintifik asal artefak /BMKT termasuk kesejarahan.
Kemudian, membantu pengelompokan data (katalog) dan penerjemahan BMKT, peralatan dokumentasi (kamera) dan pengolahan data (komputer) untuk digunakan di Cileungsi, serta melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) KKP.
Berkaitan dengan SDM, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP) KKP I Nyoman Radiarta menyebut kalau kerja sama dengan Flinders University menjadi salah satu upaya untuk mengembangkan kompetensi SDM.
Upaya tersebut diharapkan bisa meningkatkan kemampuan SDM dalam mengelola kawasan konservasi perairan. Termasuk, wilayah perairan yang menyimpan warisan bawah laut dan wisata bahari yang menyimpan beragam BMKT.
Ada pun, kerja sama untuk pengembangan SDM akan berfokus pada manajemen dan teknologi perikanan, teknologi budi daya dan pengolahan produk, biologi kelautan, kesehatan ikan, manajemen patologi dan rekayasa kelautan, prosedur keselamatan dan permesinan, serta penanganan kapal dan navigasi.
Selain untuk pengembangan SDM dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan, kerja sama dengan Flinders juga menjadi penting karena bisa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat kelautan dan perikanan yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Mereka semua, adalah target dari para pemburu harta karun yang ada di wilayah pesisir, terutama di bawah air. Contoh nyata dari banyaknya perburuan itu, ada di Kepulauan Riau, serta Ternate dan Tidore di Maluku Utara.
“Dengan mengintegrasikan marine heritage dengan marine tourism, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang objek bawah air dan sejarah maritim Nusantara,” ungkap dia.
Namun demikian, agar semua rencana dan strategi untuk pengembangan tata kelola kawasan konservasi yang mengintegrasikan pengelolaan warisan bawah air bisa berjalan baik, diperlukan rencana aksi yang jelas dan tegas.
Termasuk, menyiapkan segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti balai pelatihan, museum maritim, dan pengembangan SDM yang mampu mengelola BMKT. Tentu saja, dengan memperhatikan ketelitian dan kecermatan yang tinggi.
Diketahui, BMKT memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, budaya, dan ekonomi yang berada di dasar laut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, terdapat 1.167 titik di 19 lokasi perairan di Indonesia yang memiliki potensi BMKT. (***)