- Sejumlah LSM lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Jaring Nusa KTI mengkritik visi misi capres dan cawapres terkait industri hilirisasi dan penataan ruang.
- Hilirisasi industri tambang nikel yang saat ini sedang meluas dan akan dilanjutkan oleh paslon capres-cawapres dikhawatirkan akan merusak ekosistem pulau-pulau kecil dan merebut ruang hidup warganya.
- Jaring Nusa KTI mendorong moratorium tambang nikel dan industri hilirisasinya dan menawarkan model industri yang menghormati kearifan lokal dan tidak menguntungkan oligarki.
- Diskusi Jaring Nusa KTI ini penting untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang industri ekstraktif dan turunannya, serta dampaknya terhadap tata ruang dan wilayah masyarakat pesisir.
Sejumlah pemimpin LSM dan organisasi lingkungan yang tergabung dalam koalisi Jaring Nusa membedah visi misi calon presiden dan wakilnya di Pemilu 2024 ini. Ada yang mendorong moratorium tambang nikel dan industri hilirisasinya yang dinilai merusak ekosistem pulau-pulau kecil, menganalisis tingkat eksploitasi di program perikanan dan kelautan, sampai menawarkan model alternatif.
Hal ini terangkum dalam serial diskusi ke-3 bertajuk “Meneropong Visi Misi Capres-Cawapres: Melihat Masa Depan Negara Kepulauan Indonesia” oleh Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia (KTI), dihelat online pada 7 Februari 2024.
Sejak di deklarasikan pada 19 Agustus 2021 lalu, Jaring Nusa KTI diniatkan memberikan konstribusi perubahan yang lebih baik bagi kondisi pesisir, laut pulau kecil khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Jumlah anggota Jaring Nusa saat ini sebanyak 18 organisasi dan komunitas yang tersebar di wilayah KTI seperti Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Diskusi ini untuk membaca secara kritis pandangan calon presiden-wakil presiden yang tertuang dalam visi-misi mereka terkait isu hilirisasi industri dan penataan ruang. Apa dampaknya saat ini, dan apakah ada wacana terkait penataan ruang yang adil dan berkelanjutan?
Asmar JN, dinamisator Jaring Nusa KTI menyatakan narasi hilirisasi banyak diperbincangkan saat debat capres dan cawapres. Karena itu, diskusi yang dihelar Jaring Nusa ini menjadi penting menjelaskan ke masyarakat, apa itu industri ekstraktif dan turunannya. “Selain ekspansi industri, jangan lupa melihat tata ruangnya. Apakah ekspansi mengganggu wilayah masyarakat pesisir?” sebutnya.
KTI memilik ribuan pulau-pulau kecil, bagian penting dari ekosistem bumi yang kaya akan keanekaragaman hayati. Namun, saat ini ancaman kegiatan pertambangan dari masifnya perluasan industri ekstraktif telah mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sumatera Selatan yang menganalisis isi visi misi ketiga pasangan calon (paslon) capres-cawapres memaparkan, secara umum strategi industriliasasi adalah jalan utama meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketika produk diproses untuk bernilai lebih tinggi, proses industrial mutlak dilakukan. Namun harus dikaji, mana bagian yang merugikan.
baca : Oligarki Tambang dan Energi di Balik Capres-Cawapres, Apa yang Rawan Tersandera?
Visi Misi Capres-Cawapres
Dalam visi misinya, paslon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menggunakan 78 kata industri atau industrialisasi. Pembangunan ekonomi disandarkan pada sektor agromaritim dan industrialisasi. AMIN membangun industri yang didasari kebutuhan masyarakat, riset dan inovasi. Hilirisasi dan reindustrialisasi. Membangun kawasan industri berbasis bio region dan keunggulan di masing-masing daerah.
Anies dan Muhaimin ingin membangun industri padat karya yang diklaim mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dari industri padat modal. Anies Muhaimin menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen dari industrialisasi baru. Arah pembangunan industrialisasi capres dan cawapres nomor urut 1 di antaranya industri agromaritim, industri manufaktur, dan industri kreatif.
Sementara terkait pengelolaan program kelautan, AMIN menulis 27 kata pesisir, 40 kata laut, dan menggunakan diksi kepulauan sebanyak 26 kata. Program utama AMIN pada isu pesisir adalah memperkuat kapasitas masyarakat pesisir terhadap adaptasi dampak perubahan iklim dan bencana ekologis. AMIN berencana menaikkan dana desa, bantuan permodalan, industri wisata, memitigasi bencana alam, membangun jaringan telekomunikasi yang andal, di kawasan pesisir di Indonesia.
AMIN berencana membangun kawasan industri perikanan di kawasan pesisir dan membangun ekonomi maritim dan kelautan (Revolusi Agromaritim). Membangun sistem transportasi yang memadai di kawasan pesisir dan kepulauan, dan mendistribusikan guru ke wilayah pesisir, kepulauan dan pedalaman. Pembangunan kawasan pesisir, kepulauan dan pedalaman dipisahkan dengan pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua.
perlu dibaca : Laporan Jatam Beberkan Jaringan Oligarki Tambang dan Energi di Kubu Capres Cawapres
Sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, paslon nomor urut 2, memasukan 50 kata industri atau industrialisasi pada visi misinya. Arah pembangunan industry capres cawapres nomor 2 berbasis sumber daya alam, khususnya mineral. Prabowo Gibran juga akan membangun industry militer atau pertahanan.
Prabowo-Gibran akan melanjutkan program hilirisasi di berbagai sektor dengan meningkatkan pembangunan pabrik smelter. Akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha yang ingin membangun industri dengan keringanan bahkan menghapus PPN. Memperluas kawasan industri di berbagai daerah. Mendorong sekolah-sekolah agar menciptakan lulusan yang berorientasi di sektor industri.
Sedangkan untuk isu kelautan, Prabowo-Gibran menulis 5 kata pesisir, 18 kata laut, dan satu kata kepulauan. Berencana memberikan program KIS, KIS lansia, Kartu Indonesia Pintar, Kartu sembako, Kartu Prakerja, Mekaar, PKH, dan Kartu Anak Sehat di kawasan pesisir. Berencana memberikan program kredit usaha bagi nelayan di pesisir. Meningkatkan nilai tambah setiap potensi sumber daya pesisir seperti perikanan tangkap, budidaya udang, budidaya garam, budidaya rumput laut, dan budidaya lobster melalui industrialisasi yang berkelanjutan.
Paslon ini ingin membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di pesisir. Mambangun transportasi yang yang mengintegrasikan antara darat laut dan udara. Melindungi laut Natuna. Meningkatkan dan menggenjot produksi hasil laut Indonesia. Memanfaatkan secara maksimal kekayaan laut Indonesia tanpa merusak lingkungan. Meninjau dan membahas kembali pemekaran daerah administrasi didasarkan pada penelitian mendalam tentang rentang kendali optimal bagi negara kepulauan yang sangat luas. Prabowo-Gibran menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7 persen
baca juga : Dampak Pertambangan bagi Masyarakat Pesisir: Harapan atau Ancaman?
Terakhir pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD (GAMA) menggunakan 37 kata industrialisasi di dalam visi misinya. Ingin membangun ekonomi biru dengan membangun industri maritim. Membangun industri digital, industri pertahanan atau militer, dan industri pangan berkelanjutan. Menjadikan riset dan inovasi sebagai pondasi industrialisasi. Mengembangkan industri keuangan di Indonesia. Menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7 persen.
Sedangkan untuk isu kelautan, GAMA menulis kata pesisir sebanyak 4 kali, laut 22 kata, pulau kecil/kepulauan 3 kata. Pesisir berada di visi misi lingkungan hidup. Penghijauan wilayah pesisir, ruang terbuka hijau memadai dan mitigasi bencana. Menguatkan industri galangan, industri perikanan dan hasil laut, pengelolaan kampung pesisir. Menjalankan tata kelola laut yang inklusif dan berkelanjutan dan mengatasi pencemaran laut. Mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim.
Melanjutkan hilirisasi sumber daya alam pertambangan, perkebunan, pertanian serta perikanan dan kelautan dilakukan secara menyeluruh hingga menciptakan produk akhir bernilai tinggi. Mewujudkan logistik murah dengan mengoptimalkan sea lines of communication dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Mewujudkan ekonomi biru, potensi maritim, penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zonasi, perikanan budidaya berkelanjutan, maritim unggul, industri maritim jaya, dan wisata maritim mendunia.
baca juga : Aliansi Sulawesi Tampik Klaim Dampak Positif Hilirisasi Nikel
Kesimpulan Analisis
Menurut Muhammad Al Amin, ketiga paslon tidak tegas menolak hilirisasi nikel. Potret tiga tahun terakhir di sejumlah titik tambang nikel seperti Morowali, dampaknya buruk seperti laut keruh, ikan berkurang, nelayan jadi buruh industri mineral, polusi pencemaran laut dan nelayan migrasi ke wilayah tangkap lain. “Warga akan secara bertahap tergusur karena lingkungan sudah tidak sehat,” imbuhnya.
Di Sulteng, tak hanya pabrik, juga pengambilan deposit nikel di pegunungan yang berdampingan laut. Kalau ada calon ingin melanjutkan dan memperluas, risiko hilirisasi ini dinilai akan berdampak pada ekosistem. “Harga nikel dunia menurun karena pasokan lebih dan mengganggu harga. Biaya lingkungan pasti meningkat. Biaya pemulihan dan sosial warga terdampak dengan harga nikel di pasar tidak setara,” tegas Amin. Karena itu harus dievaluasi besar-besaran.
“Siapa pun terpilih kami akan meminta moratorium hilirisasi industri nikel di pesisir Indonesia Timur,” lanjutnya.
Peneliti lain adalah Muhammad Karim, akademisi Universitas Trilogi, Jakarta. Ia mengkritisi paradigma green and blue economy. Tujuannya efisiensi namu tidak muncul keadilan ekonomi, sosial, dan ekologi. Ia mencontohkan kebijakan yang seolah green atau blue di industri perikanan padahal masih banyak substitusi impor. Penangkapan terukur berbasis kuota, orientasinya ekspor. Menurutnya kuota bisa dipindahtangankan/dijualbelikan, sementara masyarakat adat dan nelayan tradisional tidak diajak diskusi.
Ia menyimpulkan harus ada perubahan paradigma pertumbuhan ekonomi, tak hanya mengejar peningkatan juga mempertimbangkan pemulihan ekologi, keadilan, kebahagiaan warga, dan kesehatan. Selain itu, menorong pemikiran alternatif perekonomian nusantara, produk industri berbasis budaya dan keunikan etnik.
Berikutnya mereformasi kelembagaan perikanan tangkap nasional, memposisikan nelayan sebagai produsen pangan. “Menurut saya pulau kecil tidak bisa ditambang, karena vegetasi endemik dan kehidupan warganya akan hilang,” papar Karim.
baca juga : Pemilu 2024: Visi Misi Capres-Cawapres Belum Berpihak pada Konservasi Laut Berbasis Masyarakat
Penguatan Masyarakat
Analis lain adalah Cliff Marlessy, Direktur Locally Managed Marine Areas (LMMA) Indonesia. Ia juga memaparkan kondisi kerusakan sejumlah pulau karena industri ekstraktif tak hanya pertambangan, juga pariwisata bahari, dan budidaya perikanan yang meminggirkan nelayan lokal.
Ia mencontohkan, sebagian pulau di Sangihe rusak karena industri ekstraktif. Pulau Lombok penuh industri budidaya udang. Industri pariwisata besar-besaran di Morotai terbengkalai padahal mendorong harga tanah naik. Pemekaran wilayah Papua demi kepentingan politik membelah warga. Di Sumba, ada perampasan tanah untuk investasi pariwisata yang populer karena tradisi Nyale dan Pasola. Lelang Pulau Widi di Halmahera Selatan yang kini sudah dibatalkan.
“Beberapa tahun lalu negara sibuk jual hutan tapi tidak dipulihkan. Sekarang sibuk dengan tambang. Tidak ada yang memperbaiki. Komitmen pada lingkungan tidak terlihat. Wacana memberi perhatian masyarakat adat tapi tidak ada pemulihan lingkungan,” tukas Cliff.
Solusi yang dikembangkan pihaknya adalah memperkuat masyarakat, mendorong Pemdes untuk menyusun tata ruang pesisirnya. Mendorong dana alokasi khusus (DAK) dari pengelolaan ruang laut, tak hanya darat. “UU Kelautan tak mengakui hak masyarakat pada laut, kami pakai UU Desa. Desa harus minta ke kabupaten, padahal punya hak,” keluhnya. Padahal sudah ada praktik cerdas masyarakat misal sasi laut, panglima laut, dan lainnya.
LMMA Indonesia disebut mendampingi lima provinsi pada 278 desa yang sudah membuat regulasi pengelolaan pesisir di Papua, Maluku, NTT dengan wilayah laut seluas 1,3 juta Ha.
Peneliti berikut adalah Parid Ridwanuddin, Manager Kampanye Pesisir, Laut & Pulau-Pulau Kecil WALHI. Ia menekankan istilah ekstraktivisme, upaya mengakumulasi keuntungan ekstraktif dengan kekerasan dan kehancuran.
Ia merujuk data WALHI, selama 10 tahun terakhir, lebih 800 orang dikriminalisasi karena mempertahankan ruang hidup. Sejumlah kebijakan lingkungan terkesan kolonialisme karena merebut ruang hidup.
Ia mencontohkan dalam UU Minerba, pasal 28A, menyebutkan wilayah hukum pertambangan adalah seluruh ruang hidup. Gagasan kolonialisme ini menurutnya harus dikikis. Karena dari analisis aktor dan jaringan sekitar 55% anggota DPR merupakan pebisnis tambang dan migas. Lebih buruk lagi, menurutnya, di era Jokowi, pihak pemerintah dan swasta menyatu sedangkan LSM jauh berada di akar rumput.
Parid mengingatkan hal itu bukan kutukan sumber daya alam tapi kutukan oligarki atau kapitalisme. “Industri nikel untuk ekspor, hilirisasi untuk siapa? Dampak ekstraktivisme ini sama dengan yang terjadi di negara-negara lain,” pungkasnya. (***)