- Spanyol menjadi saksi dimulainya proses transformasi awak kapal perikanan (AKP) dari Indonesia dari tradisional ke modern. Fase tersebut menjadi tonggak bersejarah bagi Indonesia, negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia
- Perjanjian yang resminya bernama Mutual Recognition Agreement (MRA) itu akan menjamin AKP asal Indonesia untuk mendapatkan perlindungan dari Spanyol, dan Indonesia sebagai rumah mereka. Kedua negara akan bekerja keras untuk menerapkan perjanjian dengan cara masing-masing
- Perlindungan yang dilakukan kedua negara, dilakukan melalui peningkatan sertifikasi dan standar kompetensi para AKP dengan tujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang nyaman dan aman. Pada akhirnya, AKP juga akan merasakan kesejahteraan ekonomi karena perlindungan sudah terwujud
- Penerapan MRA menjadi tantangan bagi Indonesia untuk bisa meningkatkan standar kompetensi lulusan dalam negeri untuk bekerja sebagai AKP. Peningkatan dilakukan sesuai Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Dinas Jaga Bagi Awak Kapal Penangkap Ikan (STCW-F)
Indonesia baru saja menandatangani kesepakatan bersama dengan Spanyol tentang Perjanjian Pengakuan Bersama (Mutual Recognition Agreement/MRA). Perjanjian tersebut akan menjamin awak kapal perikanan (AKP) asal Indonesia yang bekerja di industri perikanan negara tersebut.
Langkah tersebut menjadi tonggak penting untuk peningkatan perlindungan personel kapal penangkap ikan yang berasal dari Indonesia dan bekerja di industri perikanan luar negeri. Baik Indonesia atau Spanyol akan sama-sama memberikan perlindungan penuh kepada AKP Indonesia.
Perlindungan yang dilakukan kedua negara, dilakukan melalui peningkatan sertifikasi dan standar kompetensi para AKP dengan tujuan untuk menciptakan kondisi kerja yang nyaman dan aman. Pada akhirnya, AKP juga akan merasakan kesejahteraan ekonomi karena perlindungan sudah terwujud.
Kerja sama dengan Spanyol diharapkan menjadi langkah awal untuk mewujudkan kerja sama serupa antara Indonesia dengan negara lain yang mempekerjakan AKP dari Indonesia. Upaya tersebut bisa menjadi bagian dari perlindungan hak dan kesejahteraan AKP yang bekerja di luar negeri.
Namun demikian, walau menjadi perkembangan yang positif, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia melihat ada tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia setelah perjanjian ditandatangani. Termasuk, tantangan meningkatkan standar kompetensi lulusan dalam negeri.
Terutama, peningkatan yang dilakukan melalui sekolah menengah atas dan politeknik perikanan, merujuk pada Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Dinas Jaga Bagi Awak Kapal Penangkap Ikan (STCW-F).
Upaya tersebut bertujuan untuk memastikan sumber daya manusia bidang perikanan dan kelautan di Indonesia dapat bersaing dan memenuhi persyaratan kerja menjadi AKP di Spanyol, dan atau profesi serupa di negara lain.
baca : Perlindungan terhadap Awak Kapal Perikanan Terancam oleh Uji Materi UU 18/2017?
Tantangan kedua, Indonesia harus melakukan koordinasi dan sosialisasi perjanjian secara intensif bersama Kementerian Luar Negeri RI. Tujuannya, untuk menjamin kelancaran proses administrasi dan sosialisasi langsung kepada AKP Indonesia di Spanyol, untuk memenuhi standar yang dipersyaratkan sesuai perjanjian MRA.
Upaya-upaya tersebut menjadi penegas bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran di luar negeri, termasuk profesi AKP di kapal perikanan asing.
Tantangan ketiga, bagaimana Indonesia bisa mengembangkan perjanjian serupa MRA dengan negara tujuan lain, di mana sebagian besar pekerja perikanan di atas kapal dari Indonesia ditempatkan. Negara-negara tersebut seperti Korea Selatan, Jepang, Thailand, dan Taiwan.
Itu berarti, perjanjian MRA dengan Spanyol menjadi acuan penerapannya melalui kerja sama di negara tujuan lainnya. Upaya ini akan memastikan standar perlindungan yang komprehensif bagi seluruh pekerja perikanan migran Indonesia.
Dalam penilaian DFW Indonesia, apa yang dilakukan oleh Indonesia akan menempatkan para pekerja di kapal perikanan dari Indonesia sebagai tenaga ahli yang diakui standar dan kemampuannya di dunia. Juga, akan menjadi standar baru yang bisa diterapkan secara internasional.
DFW Indonesia menjelaskan, perjanjian yang sudah ditandatangani tersebut mencakup di dalamnya tentang pembahasan standar sertifikasi yang diterapkan oleh Indonesia. Terutama, berdasarkan STCWF yang diterbitkan Organisasi Maritim Internasional (IMO) pada 1995.
Perjanjian tersebut melalui proses selama dua tahun sejak 2022 untuk melakukan negosiasi antara kedua negara. Tujuannya, untuk memastikan bahwa pekerja pada kapal perikanan dari Indonesia yang bekerja di Spanyol memiliki sertifikasi yang diakui dan sesuai secara internasional.
Lebih detail, DFW Indonesia mengatakan kalau perjanjian MRA juga menyebutkan tentang kesepakatan verifikasi elektronik cepat untuk memeriksa keaslian sertifikasi. Untuk keperluan itu, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan dua tautan situs web validasi keaslian sertifikat yang diterbitkan Indonesia.
Dengan demikian, Pemerintah Spanyol secara langsung bisa melakukan verifikasi seluruh dokumen yang diajukan AKP Indonesia yang sedang bekerja di kapal perikanan milik Spanyol. Kedua tautan yang dimaksud, adalah https://akapi.kkp.go.id/auth/login dan https://pelaut.dephub.go.id.
baca juga : Nasib Buruk Awak Kapal Perikanan di Kapal Perikanan Asing
Selain kesepakatan mengenai standar sertifikasi, perjanjian MRA juga berisi kesepakatan untuk menetapkan kewajiban bagi kedua belah pihak agar melakukan inspeksi fasilitas secara berkala di pusat pelatihan, mengacu pada STCW-F 1995.
Itu artinya, Pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memeriksa fasilitas di kapal Spanyol, tempat AKP Indonesia bekerja. Kewenangan itu akan menjadi cara untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan dan keamanan.
Pada tahapan tersebut, Indonesia diuji untuk bisa menunjukkan ketegasan saat menindaklanjuti perjanjian perlindungan para pekerja kapal perikanan dari Indonesia. Upaya itu harus diawasi ketat, karena ada potensi konflik perselisihan antara pemberi kerja dan pekerja.
Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan sebelumnya sudah mengatakan bahwa Indonesia masih menghadapi persoalan personel kapal penangkap ikan atau AKP. Salah satunya, karena sebagian besar AKP Indonesia tidak memiliki sertifikasi dasar dan sertifikat berjenjang keahlian, serta keterampilan untuk bekerja di kapal penangkap ikan.
Berdasarkan riset yang sudah dilakukan DFW Indonesia di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman di Muara Baru, Jakarta Utara, diketahui kalau sebanyak 94 persen personel kapal penangkap ikan tidak memiliki sertifikasi dasar awak kapal penangkap ikan.
Fakta tersebut sungguh ironis. Mengingat, AKP wajib memiliki sertifikat dasar dan keahlian, karena bisa meningkatkan keselamtan dan kesempatan kerja di kapal ikan asing. Juga, pada waktu bersamaan juga bisa meningkatkan kesejahteraan personel kapal penangkap ikan.
Diketahui, perjanjian MRA disepakati pada Februari 2024 dengan menggarisbawahi komitmen Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan jaminan perlindungan bagi Personel Kapal Penangkap Ikan Indonesia yang bekerja di Spanyol. perairan.
Selain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), wakil Indonesia pada penandatangan perjanjian MRA di Spanyol adalah Kementerian Perhubungan RI dan Kementerian Luar Negeri RI. Kemenhub berjanji akan melaksanakan perjanjian tersebut dengan segera.
Hal itu diungkapkan Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kemenhub RI Hartanto yang juga menjadi salah satu seorang delegasi Indonesia pada penandatangan perjanjian tersebut. Menurut dia, pada penerapannya, MRA akan melaksanakan pengakuan terhadap sertifikasi AKP kedua negara.
baca juga : Potensi Resiko di Balik Regulasi Baru untuk Awak Kapal Perikanan
Merujuk pada STCWF 1995, MRA mencakup kerja sama saling pengakuan terhadap sertifikat keahlian dan sertifikat keterampilan yang diterbitkan oleh otoritas kompeten para pihak untuk AKP masing-masing negara.
Selanjutnya, kerja sama menyepakati untuk menerbitkan pengesahan sebagai bukti saling pengakuan sertifikat tersebut, verifikasi berbasis data elektronik, dan inspeksi berkala terhadap pusat pelatihan. Selain itu, juga menerbitkan sertifikasi yang memungkinkan seseorang bekerja di kapal penangkap ikan.
“Sebagaimana tercantum dalam Bab I lampiran Konvensi Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi, dan Dinas Jaga untuk Pelaut, 1978 yang diamandeman atau STCW/1978,” terangnya.
Dia yakin, MRA bisa memberikan manfaat positif bagi Indonesia, karena memberikan peluang kerja sektor perikanan dengan gaji dan perlindungan yang sangat baik bagi AKP di Spanyol. Semua itu meliputi izin resmi tinggal di Spanyol, uang pensiun, asuransi, dan sebagainya.
Transformasi SDM
Hartanto menilai, perlu ada langkah kongkret bagi para AKP untuk bisa memiliki sertifikat keahlian yang memadai untuk bisa menjalankan profesi dan kerja yang membutuhkan keahlian khusus seperti di samudera Indonesia yang luas, dan juga di beberapa perairan negara lainnya.
Perlunya AKP memiliki sertifikasi akan menjadi bagian dari transformasi sumber daya manusia (SDM) AKP dari tradisional menjadi profesional. Upaya itu sekaligus menjadi bagian dari misi melaksanakan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam kelautan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Sekaligus mengoptimalkan pemerataan ekonomi, peningkatan daya saing produk, dan optimalisasi perikanan tangkap berkelanjutan,” tuturnya.
Di sisi lain, Hartanto mengingatkan bahwa penerapan perjanjian MRA memerlukan sinergi dengan pemangku kepentingan berkaitan dengan pembaharuan sertifikasi AKP warga negara Indonesia (WNI) di Spanyol yang mencantumkan STCW-F 1995.
Berkaitan dengan hal tersebut, KKP ditetapkan menjadi bagian yang mempersiapkan sistem portofolio untuk pembaharuan sertifikat yang mencantumkan STCW-F 1995 bagi AKP WNI di Spanyol yang telah siap diberlakukan.
Lebih jauh, Indonesia berupaya untuk terus menjalin komunikasi tentang perkembangan portofolio pembaharuan sertifikasi AKP WNI di Spanyol yang mencantumkan STCWF 1995 dengan basis data pelaut. Semua itu dilakukan dengan diskusi dan kunjungan lapangan KKP ke Spanyol, dan Konfederasi Perikanan Spanyol (CEPESCA).
Kepada CEPESCA, Indonesia telah meminta informasi terkait dengan kurikulum Pelatihan Marinero Pescador yang diterapkan oleh Spanyol. Itu untuk memastikan bahwa pelatihan di kedua negara sudah sesuai dan berjalan baik.
Selain dengan pihak terkait di Spanyol, Pemerintah Indonesia juga melakukan pertemuan dengan para AKP WNI untuk mensosialisasikan sistem portofolio pembaharuan Sertifikat AKP, sekaligus mendengarkan saran dan masukan mereka dalam upaya peningkatan perlindungan bagi AKP WNI.
baca juga : Bagaimana Mencegah Perdagangan Orang Berkedok Perekrutan Awak Kapal Perikanan?
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM) KKP I Nyoman Radiarta yang menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia (RI) memberikan penjelasannya tentang perjanjian MRA yang dijalankan Indonesia bersama Spanyol.
Menurutnya, kebutuhan sertifikasi yang merujuk pada STCWF 1995, difasilitasi Pemerintah Indonesia melalui dua pendekatan skema, yaitu skema portofolio dan skema regular atau non portofolio. Keduanya dinilai menjadi pendekatan penerbitan sertifikat, sekaligus menjadi solusi terbaik untuk AKP Indonesia yang ingin terus bekerja atau akan bekerja di kapal perikanan Spanyol.
Dia memaparkan, skema portofolio adalah proses reakreditasi sertifikat yang telah dimiliki AKP Indonesia yang sedang bekerja di Spanyol dan ingin meneruskan pekerjaanya. Sedangkan, skema regular atau on portofolio berlaku bagi mereka yang baru akan mendaftar untuk bekerja di kapal perikanan Spanyol.
Seperti disebutkan pada awal tulisan, Pemerintah menyiapkan dua tautan situs web yang dapat digunakan untuk melakukan validasi keaslian sertifikat yang diterbitkan Indonesia. Hal itu, agar Pemerintah Spanyol bisa secara langsung melakukan pengecekan kembali terhadap semua dokumen yang diusulkan AKP Indonesia di Spanyol.
Selain itu, KKP melakukan sosialisasi langsung ke AKP Indonesia yang saat ini sedang bekerja di Spanyol terkait skema portfolio sertifikasi. Tujuannya, agar mereka bisa memenuhi standar yang diperlukan oleh Pemerintah Spanyol, sebagaimana sudah disepakati dalam perjanjian MRA.
Perjanjian MRA diharapkan bisa menjadi salah satu solusi pemenuhan kebutuhan tenaga kerja di atas kapal perikanan berbendera Spanyol atau di Spanyol. Bahkan, sebelumnya KKP sudah mendapatkan permintaan untuk penempatan Perwira Kapal pada kapal perikanan Spanyol.
Pada kesempatan lain, I Nyoman Radiarta mengatakan, Indonesia dan Spanyol sedang melakukan pembahasan untuk memperbarui Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua negara dengan memasukkan lingkup kerja sama yang dibutuhkan kedua pihak.
“Termasuk pemenuhan kebutuhan tenaga kerja perikanan di level perwira, nakhoda, dan ahli mesin kapal,” ungkapnya.
baca juga : Belum Ada Kepastian Nasib Awak Kapal Perikanan di ASEAN
Di antara kendala yang dihadapi para AKP Indonesia, adalah kemampuan bahasa Spanyol dan Inggris yang tidak ada, dan sertifikasi keahlian yang harus dilakukan pengecekan validasi oleh AKP secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan aturan STWCF 1995.
Terkait kemampuan bahasa, dia mengatakan bahwa di dalam kurikulum pelatihan perikanan di Indonesia, saat ini sudah ditambahkan materi bahasa Inggris perikanan. Diharapkan itu bisa menjadi pegangan dasar bagi AKP dari Indonesia yang akan bekerja di Spanyol, umumnya di luar negeri.
Isu kebutuhan penempatan perwira kapal perikanan asal Indonesia, sebelumnya disampaikan oleh Eduardo Miguez Lopez, Wakil Direktur Puerto De Celeiro, sebuah perusahaan penangkapan ikan di Spanyol.
“AKP dari Indonesia dibutuhkan di Spanyol,” ungkapnya.
Pernyataannya diperkuat oleh Manuel Bermudez Diez, Manajer Proyek Puerto de Celeiro. Katanya, isu utama yang saat ini muncul adalah kebutuhan untuk posisi nakhoda atau skipper pada kapal Spanyol. Kebutuhan itu muncul, karena mayoritas nakhoda di Spanyol sudah mulai memasuki masa pensiun.
Agar AKP Indonesia bisa menempati posisi yang dibutuhkan kapal Spanyol, maka seorang nakhoda atau AKP harus bisa memenuhi persyaratan aturan perikanan setempat. Kebutuhan tersebut kemudian diakomodasi melalui perjanjian MRA yang sudah ditandatangani.
Sekretaris Jenderal CEPESCA Javier Garat Perez menyampaikan apresiasi atas upaya yang sudah dilakukan Indonesia dalam meningkatkan perlindungan kepada para pekerja Indonesia di kapal perikanan berbendera Spanyol.
Dia mengatakan, saat ini pihaknya sangat fokus pada isu sertifikasi dan berharap pelaksanaan MRA bisa mempercepat proses sertifikasi pekerja migran. Program yang dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia sangat bagus dalam menjawab masalah sertifikasi sejak diratifikasinya STCWF 1995.
“Spanyol sangat berharap keahlian AKP yang bekerja di kapal mereka harus sesuai dengan sertifikasi yang disampaikan,” ujar dia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Perikanan dan Budi daya Perairan KKP Spanyol Aurora de Blas Carbonero juga memberikan dukungannya kepada Indonesia. Dia berharap, AKP Indonesia yang bekerja di Spanyol bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan keamanan dan kenyamanan.
Sebelumnya, dalam sebuah unggahan di akun media sosial, KKP menjelaskan profesi AKP yang banyak bekerja di atas kapal perikanan, baik di dalam atau luar negeri. AKP bertugas sesuai dengan jabatan masing-masing yang tercantum dalam buuk sijil AKP.
Ada pun, jabatan AKP meliputi nakhoda; ahli penangkapan ikan (fishing master); perwira yang mencakup mualim (perwira dek) I, mualim II, kepala kamar mesin (KKM), masinis (pembantu KKM) II, masinis III, operator radio, dan perwira quality control.
Kemudian, jabatan AKP juga mencakup anak buah kapal (ABK) yang meliputi serang (senior deckhand), kelasi (deckhand), operator mesin pendingin, juru minyak, dan juru masak. (***)