- Setelah tidak berbuah dengan baik selama lima tahun terakhir, akibat La Nina dan Le Nino, tahun ini ribuan pohon duku di Sumatera Selatan berbuah lebat. Tapi, para pemilik kebun duku merana, sebab harganya anjlok.
- Harga duku Komering yang dikenal manis dan berkulit tipis, kisaran Rp2 ribu per kilogram dari tangan petani atau pemilik kebun duku.
- Duku selain sebagai sumber nutrisi dan ekonomi, juga sebagai obat untuk sejumlah penyakit bagi masyarakat di sekitar Sungai Komering.
- Perubahan iklim berdampak terhadap tanaman duku. Kenaikan suhu membuat pohon duku kehilangan air atau nutrisi.
Selama lima tahun terakhir, sebagian besar pohon duku [Lansium domesticum] tidak berbuah yang diduga akibat dampak La Nina dan El Nino. Namun, tahun ini ribuan pohon duku di Sumatera Selatan berbuah lebat. Meski begitu, para pemilik kebun duku merana. Mengapa?
“Tahun ini buah duku melimpah. Tapi harganya anjlok. Hanya Rp2 ribu per kilogram yang dibeli para pengepul,” kata Budi Masriadi [48], warga Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan, Rabu [27/3/2024].
Dijelaskan Budi, anjloknya harga tersebut dikarenakan duku yang dihasilkan tidak dapat dikirim ke Jakarta dan Jawa, yang selama ini menjadi pasar utama.
“Informasinya, pelabuhan Bakauheni terlalu padat untuk angkutan kebutuhan sembako pada bulan Ramadan dan Idul Fitri, sehingga para pengepul atau pedagang berhenti membawanya ke Jawa.”
Dari puluhan ton duku yang dihasilkan dari kebunnya, Budi mengaku hanya mendapatkan uang kisaran Rp25 juta. “Padahal beberapa tahun lalu, kami bisa mendapatkan uang mencapai Rp100 juta.”
Sementara, harga duku di pasaran Kota Palembang kisaran Rp3-4 ribu per kilogram. “Kalau sudah menghitam terpaksa kami jual Rp2 ribu per kilogram. Harga modal,” kata Ambiri [45], pedagang buahan di Pasar Induk Jakabaring, Palembang, Kamis [28/3/2024].
Tahun-tahun sebelumnya, termasuk ketika buah duku tidak melimpah, harganya dapat mencapai Rp20-25 ribu per kilogram.
Duku dari Sirah Pulau Padang dikenal sebagai “duku Komering”. Disebut duku Komering karena pohon duku ini tumbuh di wilayah sekitar Sungai Komering yang panjangnya sekitar 360 kilometer. Rasanya manis dan berkulit tipis. Di Indonesia, diperkirakan hanya duku Komering yang memiliki rasa seperti ini.
Hampir semua masyarakat yang menetap di sekitar Sungai Komering, baik di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU], Kabupaten OKU Timur, Kabupaten OKU Selatan, dan di Kabupaten OKI, menanam pohon duku di kebunnya. Tidak sedikit yang menanam belasan hingga puluhan pohon.
Dikutip dari buku “Ekologi Duku Komering [2018]” karya Ari Sugiarto dan Habifa Marisa disebutkan persebaran duku Komering di Kabupaten OKI berada di Kecamatan Sirah Pulau Padang dan Pampangan. Sedangkan di Kabupaten OKU Timur di Kecamatan Cempaka, Madang Suku I, Madang Suku II dan Semendawai Barat.
Bahkan sejak delapan tahun terakhir, banyak masyarakat menanam pohon duku, sebagai upaya memperbaiki hutan di rawa gambut yang sudah terbuka.
Penyebaran bibit pohon duku pernah dilakukan oleh Edi Rusman, warga Desa Perigi Talangnangka, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten OKI.
Edi yang memiliki 50 pohon, dapat menghasilkan ratusan juta rupiah setiap tahun. “Tapi sekarang hanya puluhan juta. Harganya benar-benar anjlok. Satu pohon yang biasa dibeli pengepul Rp8-10 juta, sekarang ini hanya kisaran Rp4-5 juta,” katanya.
Selain dari sejumlah wilayah di sepanjang Sungai Komering, di Sumatera Selatan duku juga dihasilkan dari sejumlah lokasi di Kabupaten Muaraenim dan Kabupaten Musi Banyuasin [Muba]. Tapi duku yang dihasilkan dari Muaraenim dan Muba, sedikit memiliki rasa asam.
Obat-obatan
Buah duku selain sebagai sumber nutrisi dan ekonomi, juga sebagai bahan obat untuk sejumlah penyakit bagi masyarakat yang menetap di sepanjang Sungai Komering.
“Kalau diare atau sakit perut, kami merebus kulit buahnya. Kalau sakit kuning, kami merebus batangnya, dan getah dari batangnya untuk menawar racun sengatan kalajengking,” kata Budi.
Sementara daunnya digunakan untuk mengobati benjolan di tubuhnya. Caranya, daun dilayukan di atas api kemudian ditempelkan atau diusap di bagian benjol tersebut.
“Kalau di kebun, kita sering membakar kulit buah sebagai pengusir nyamuk. Pokoknya banyak untung atau manfaatnya dari menanam duku,” kata Budi.
Berdasarkan penelitian Laila Hanum [Unsri] dan Rina S Kasiamdari [UGM], berjudul “Tumbuhan Duku: Senyawa Bioaktif, Aktivitas Farmaklogis dan Prospeknya dalam Bidang Kesehatan”, disimpulkan duku, kokosan, dan langsat dari berbagai daerah di Indonesia termasuk genus [marga] Lansium, untuk kategori jenis adalah L. domesticum Corr. Pada kategori infraspesies dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok duku dan kelompok langsat-kokosan.
Pada daun, buah, kulit kayu, dan kulit buah duku, mengandung berbagai senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas farmakologis luas di antaranya sebagai antikanker, antimalaria, antimikroba, antimelanogenesis, antioksidan, dan antibabesial.
Perubahan iklim
Dijelaskan Edi, selama 15 tahun terakhir musim buah duku tidak menentu. Kadang buah lebatnya, terkadang tidak. “Nah, tahun ini sebenarnya kejutan. Pohon-pohon duku buahnya banyak,” katanya.
Kalau musim kemarau terlalu panjang dan panas [El Nino], buah duku tidak berbuah dengan baik. “Begitupun sebaliknya, kalau hujan berlangsung sepanjang tahun [La Nina], pohon duku juga tidak berbuah.”
Dijelaskan Ari Sugiarto, tanaman duku yang masuk Ordo Sapindales, terancam perubahan iklim.
Berdasarkan penelitiannya [1977-2017] telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 1,5 derajat Celcius. Peningkatan suhu udara rata-rata harian sebesar 1,3 derajat Celcius dan peningkatan suhu udara maksimum sebesar 1,2 derajat Celcius.
Peningkatan suhu udara minimum sebesar 1,5 derajat menyebabkan meningkatnya laju transpirasi duku sebesar 3,66 mm3/g tanaman/jam. Sedangkan peningkatan suhu udara rata-rata harian sebesar 1,3 derajat, menyebabkan meningkatnya laju transpirasi duku sebesar 7,76 mm3/g tanaman/jam.
Peningkatan suhu udara maksimum sebesar 1,2 derajat menyebabkan meningkatnya laju transpirasi duku sebesar 4,03 mm3/g tanaman/jam. Transpirasi merupakan proses biologis, yaitu air hilang dalam bentuk uap air dari bagian udara tanaman.
Jika respirasi dan transpor zat terganggu, menyebabkan tumbuhan kekurangan nutrisi. Ini dikarenakan, tanaman memiliki suhu optimum yang berbeda untuk berkembang.
Duku Komering, Si Manis yang Rentan Terhadap Perubahan Iklim