- Kabar duka bagi lingkungan hidup dan kemanusiaan. Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan yang menyuarakan penyelamatan Karimunjawa dijatuhi vonis hukum tujuh bulan penjara, denda Rp5 juta oleh Pengadilan Negeri Jepara, Kamis (4/4/24).
- Kasus yang dialaminya bermula dari unggahan video di media sosial Facebook12 November 2022. Pada video itu, dia menceritakan bagaimana kondisi Pantai Cemara, yang tercemar limbah tambak udang.
- Belakangan, pada 8 Februari lalu dia dilaporkan ke Polres Jepara atas video berdurasi 6.03 menit itu. Pelaporan oleh Ridwan, Ketua Perkumpulan Masyarakat Karimunjawa Bersatu. Perkumpulan ini muncul setelah protes atas keberadaan tambakudang di Karimunjawa kian marak.
- Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) menilai, perkara Daniel merupakan perkara yang tidak layak disidangkan. Seharusnya, Daniel lepas dari segala tuntutan hukum. Sebelumnya ICEL menyampaikan amici curia atau sahabat p Tindakan Daniel, menurut ICEL adalah bentuk dari kebebasan berpendapat yang dilindungi baik hukum internasional maupun nasional.
Kabar duka bagi lingkungan hidup dan kemanusiaan. Daniel Frits Maurits Tangkilisan, aktivis lingkungan yang menyuarakan penyelamatan Karimunjawa dijatuhi vonis hukum tujuh bulan penjara, denda Rp5 juta oleh Pengadilan Negeri Jepara, Kamis (4/4/24).
Tangis pengunjung sidang pecah hari itu mendengar putusan terhadap Daniel yang dibacakan Parlin Mangatas Bona, Hakim Ketua, didampingi hakim anggota, Joko Ciptano dan Yusuf Sembiring.
“Menetapkan terdakwa tetap ditahan, serta menetapkan barang bukti berupa handphone berwarna hitam dan nomor SIM Card milik terdakwa Daniel dan Facebook dengan nama Daniel Frits Maurits Tangkilisan dirampas untuk dimusnahkan,” kata Parlin.
Majelis hakim menyebutkan hal yang memberatkan perbuatan Daniel menimbulkan keresahan bagi beberapa orang di Karimunjawa. Sedangkan hal yang meringankan, Daniel belum pernah mempunyai catatan hukum, sopan dan kooperatif selama persidangan.
Rapin Mudiarjo, kuasa hukum Daniel keberatan dengan vonis ini dan menilai hakim menutup hati nurani dalam melihat fakta di persidangan dari saksi, keterangan ahli juga alat bukti. Atas putusan itu, Daniel akan mengajukan banding.
Dia berpendapat, seharusnya majelis hakim mempertimbangkan kasus yang menimpa Daniel sebagai bentuk strategic lawsuit againts public participation (SLAPP). Seharusnya, Daniel ada perlindungan dengan anti-SLAPP. Konsep ini, katanya, menjamin perlindungan hukum kepada masyarakat agar tidak dapat dituntut pidana maupun perdata ketika memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Secara proses kita keberatan dengan hasil persidangan hari ini. Ini bukan persoalan tujuh bulan, ini persoalan penegakan hukum lingkungan.”
Karimunjawa, katanya, adalah tempat yang harus dilindungi bila ada hal yang merusak, potensi merusak. “Itu harus dikedepankan,” sembari berharap, kasus serupa dengan dalil dalil lain ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Tak hanya di dalam ruangan, di halaman pengadilan yang hanya bisa ditempuh dengan jalur laut dari Pulau Karimunjawa itu mata massa aksi gabungan dari berbagai elemen masyarakat juga nampak sembab. Beberapa orang saling memeluk, menguatkan satu sama lain.
Dengan membawa berbagai macam poster bentuk protes kekecewaan terhadap penegak hukum atau pemerintah, maupun poster desakan terhadap pembebasan Daniel, beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam gerakan #SaveKarimunjawa ini melakukan demonstrasi sejak pagi sebelum persidangan mulai.
“Dibilang kecewa ya kecewa. Tapi bagaimana lagi. Saya berharap keadilan bisa ditegakkan seadil-adilnya,” kata Harry Luntungan Tangkilisan, ayah Daniel usai mengikuti proses persidangan dengan mata berkaca-kaca.
Bersama istri, hadir untuk memberikan dukungan moril terhadap buah hatinya.
Dia menyayangkan putusan hakim terhadap putranya. Menurut dia, apa yang Daniel suarakan tidak menyasar ke personal, namun untuk kepentingan lingkungan hidup. Anaknya, yang berusia 50 tahun itu sejak kecil memang sudah peduli terhadap lingkungan hidup.
“Sejak kecil Daniel suka munguti sampah, dia itu selalu resah kalau melihat lingkungan tidak sehat.”
Kasus yang dialami Daniel bermula dari unggahan video di media sosial Facebook 12 November 2022. Pada video itu dia menceritakan bagaimana kondisi Pantai Cemara, yang tercemar limbah tambak udang.
Belakangan, pada 8 Februari lalu dia dilaporkan ke Polres Jepara atas video berdurasi 6.03 menit itu. Pelaporan oleh Ridwan, Ketua Perkumpulan Masyarakat Karimunjawa Bersatu. Perkumpulan ini muncul setelah protes atas keberadaan tambak udang di Karimunjawa kian marak.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 10 bulan penjara kepada Daniel dengan Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia dituding melakukan tindak pidana tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) menilai, perkara Daniel merupakan perkara yang tidak layak disidangkan. Seharusnya, Daniel lepas dari segala tuntutan hukum. Sebelumnya ICEL menyampaikan amici curae atau sahabat pengadilan. Tindakan Daniel, menurut ICEL adalah bentuk dari kebebasan berpendapat yang dilindungi baik hukum internasional maupun nasional.
Bambang Zakaria, Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa menduga, kasus ini seakan ada yang mengkondisikan, diatur sedemikian rupa dengan rapi agar Daniel terjerat hukum. “Kami akan terus mengawal kasus ini.”
Menurut pria yang biasa disapa bang Jack ini, Daniel seharusnya tidak divonis bersalah. “Jangankan dihukum, ditahan saja mestinya tidak layak. Apa yang Daniel tuliskan merupakan bentuk dari keprihatinan melihat lingkungan dirusak dampak limbah tambak udang,” katanya.
Sosok Daniel, kata Bambang, sudah berkontribusi besar dalam pelestarian lingkungan di wilayahnya, seharusnya dia bebas.
Yaswin Idensina, Tim Advokasi dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia menyayangkan putusan hakim. Dia melihat, sejak awal kasus ini terkesan dipaksakan dan tergesa-gesa.
“Ini dalam rangka menakut-nakuti. Untuk lingkungan, ini seolah ada yang dipenjarakan dulu supaya tidak ada lagi orang yang berani bersuara,” katanya.
Walaupun begitu, dia yakin dukungan terhadap aktivis lingkungan ini akan terus bermunculan.
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) melalui rilis yang diterima Mongabay menyatakan, putusan bersalah atas Daniel menambah panjang daftar kriminalisasi warganet yang menyasar pada kelompok kritis dan vokal.
SAFEnet mencatat, sepanjang 2023 setidaknya sudah ada enam orang aktivis dari 126 orang yang dilaporkan ke polisi dengan menggunakan UU ITE.
“Putusan bersalah ini salah satu bentuk pembungkaman atas ekspresi online yang akan sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia,” kata Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Kritik Tambak Udang Cemari Perairan Karimunjawa Berbuntut Jerat Hukum Aktivis Lingkungan