- Orangutan telah melalui banya hal untuk bertahan hingga saat ini. Penelitian terbaru terhadap gigi orangutan mengungkap kondisi iklim masa lalu dan masa depan di wilayah Asia Tenggara.
- Gigi orangutan moderen dari Kalimantan dan Sumatera menunjukkan bahwa gigi orangutan dapat merekam pola curah hujan musiman saat ini, dan bagaimana El-Nino berpengaruh terhadap habitat mereka.
- Sementara fosil gigi orangutan di Sumatera dan Kalimantan menjelaskan bahwa iklim yang sedikit lebih kering dan kurang bervariasi, selama Akhir Pleistosen di wilayah tersebut.
- Studi ini dapat menjadi sumber informasi berharga untuk memprediksi bagaimana orangutan akan merespon perubahan iklim di masa depan, dan mempelajari pola migrasi manusia purba.
Orangutan menyimpan banyak pengetahuan berguna bagi manusia. Banyak hal telah mereka lalui untuk bertahan hingga saat ini. Penelitian terbaru menemukan, gigi orangutan ternyata menyimpan rahasia tentang iklim masa lalu di wilayah Asia Tenggara.
“Temuan ini akan menjadi perhatian luas bagi mereka yang menggunakan dan mengembangkan metode dan alat untuk merekonstruksi kondisi lingkungan dalam sejarah dan arkeologi masa lalu,” jelas Tanya M Smith dkk. [2024] di jurnal eLife, edisi 8 Maret 2024.
Penelitian ini menganalisis gigi orangutan moderen dan fosil dari Kalimantan dan Sumatera. Dengan menggunakan metode canggih, para peneliti mengukur rasio isotop oksigen dalam enamel gigi, yang bertindak sebagai pencatat sejarah lingkungan dan pola makan.
Hasilnya, gigi orangutan moderen dari Kalimantan dan Sumatera menunjukkan variasi musiman yang serupa dengan curah hujan di pulau tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa gigi orangutan dapat merekam pola curah hujan musiman.
“Komposisi isotop oksigen pada enam individu moderen dari Kalimantan dan Sumatera sangat mirip. Hal ini luar biasa mengingat perbedaan pola makan yang besar antara orangutan pemakan buah dan manusia omnivora yang tinggal di pesisir. Ini menunjukkan bahwa nilai email mereka sebagian besar dipengaruhi curah hujan regional,” tulis Smith.
Selain itu, orangutan dari kedua pulau lebih menyukai buah matang jika tersedia, dengan beberapa perbedaan dalam konsumsi kulit kayu, daun, buah mentah, dan serangga yang bervariasi antar lokasi dan musim.
“Variasi musiman dalam pola makan dan stratifikasi makanan di kanopi juga dapat berkontribusi terhadap variasi isotop oksigen enamel dalam individu, selain tren curah hujan musiman yang kami amati dalam kumpulan data kami,” tulis penelitian tersebut.
Sebagai informasi, penelitian yang sama juga menjelaskan bahwa pola curah hujan dan perubahan iklim memiliki pengaruh signifikan pada habitat orangutan di Indonesia. Pola curah hujan di Indonesia dikendalikan oleh sistem monsun Asia dan Australia, menghasilkan variasi tahunan yang tergantung pada geografi, topografi, dan arah angin monsun.
Variasi curah hujan ini menghasilkan struktur hutan dan menciptakan hutan tropis, yang pada gilirannya mempengaruhi akses orangutan terhadap makanan, tempat berlindung, dan pergerakan.
“Perubahan iklim tahunan akibat El-Niño Southern Oscillation [ENSO] juga memengaruhi curah hujan. Variasi pola curah hujan ini mempengaruhi struktur habitat primata, seperti orangutan,” jelas riset tersebut.
Iklim purba
Untuk merekonstruksi iklim purba di Asia Tenggara, penelitian ini menganalisis nilai isotop fosil gigi orangutan dari Gua Sibrambang [sekarang bernama Gua Liadah Ajer] di Sumatera dan Gua Niah di Kalimantan.
Hasilnya, nilai isotop pada gigi orangutan menunjukkan adanya kesamaan antarlokasi dan dengan individu Sumatera moderen, menunjukkan iklim yang sedikit lebih kering dan kurang bervariasi selama Akhir Pleistosen.
Hal ini konsisten dengan sejumlah penelitian lain yang merekonstruksi iklim paleoklimat di Kalimantan dan Flores pada Akhir Pleistosen dan awal Holosen, yang menunjukkan lingkungan yang lebih kering dan lebih terbuka.
Dengan demikian, penelitian gigi orangutan lanjutan, memberikan informasi lebih baik dalam perdebatan mengenai apakah manusia menggunakan koridor sabana yang gersang untuk menghindari hutan tropis yang lebat.
“Atau, apakah manusia mahir dalam menjajah lingkungan tersebut selama migrasi mereka ke seluruh kepulauan Asia Tenggara,” tulis penelitian tersebut.
Riset ini juga memberikan informasi penting tentang hubungan manusia dan orangutan di masa lalu. Bukti serbuk sari dari situs arkeologi Gua Niah menunjukkan bahwa terdapat sejumlah pergeseran ekologi lokal dari hutan hujan dataran rendah ke lingkungan yang lebih terbuka selama Alhir Pleistosen dan memasuki Holosen.
“Manusia mungkin mulai berburu orangutan pada masa tersebut [45 ribu tahun lalu].”
Dengan kata lain, penelitian ini memiliki implikasi penting untuk konservasi orangutan. Memahami bagaimana orangutan beradaptasi dengan perubahan iklim di masa lalu, dapat memprediksi bagaimana mereka akan merespon perubahan iklim di masa depan.
“Studi ini menunjukkan bahwa gigi orangutan dapat menjadi sumber informasi berharga tentang iklim dan lingkungan di Asia Tenggara pada masa lalu. Termasuk, potensi gigi orangutan sebagai sumber informasi migrasi manusia purba,” jelas Smith.
Pentingnya orangutan
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar di Asia, yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Dikutip dari Borneo Orangutan Surival [BOS] Foundation, ada tiga spesies orangutan yang hidup yaitu Pongo pygmaeus [orangutan kalimantan], Pongo abelii [orangutan sumatera], dan Pongo tapanuliensis [orangutan tapanuli]. Mayoritas, sekitar 85%, orangutan terdapat di Indonesia [Sumatera dan Kalimantan], sementara 15% berada di Sabah dan Sarawak, Malaysia.
Sebagai spesies kunci, orangutan berperan penting dalam kesehatan ekosistem hutan tropis, habitat mereka. Mereka berperan penting menyebar biji berbagi jenis buah dan memiliki jelajah yang jauh.
Melindungi orangutan di habitat alaminya, berarti kita turut menjaga kelangsungan hidup ratusan spesies flora-fauna di hutan, yang tentu saja penting bagi kehidupan umat manusia di Bumi.
Referensi:
Smith, T. M., Arora, M., Austin, C., Nunes Ávila, J., Duval, M., Lim, T. T., Piper, P. J., Vaiglova, P., de Vos, J., Williams, I. S., Zhao, J. X., & Green, D. R. (2024). Oxygen isotopes in orangutan teeth reveal recent and ancient climate variation. In eLife (Vol. 12). Cold Spring Harbor Laboratory. https://doi.org/10.7554/eLife.90217