Langkah Penting Penyelamatan Badak Sumatera di Kalimantan Timur

 

 

Sejarah kepunahan badak sumatera di Malaysia, kini menghantui Kalimantan Timur (Kaltim). Semangat menjadi Provinsi Konservasi Badak, membuat Kaltim harus menempuh langkah-langkah penyelamatan. Tidak hanya membuat zonasi khusus, tapi juga berjuang menambah populasi individu badak.

Peneliti badak dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Agil mengatakan, pada awal 2000-an badak sumatera dinyatakan punah di Peninsula, Malaysia.

Sebelumnya, untuk mempertahankan dan menambah jumlah populasi, Pemerintah Malaysia menempuh program konservasi utama yaitu patroli, proteksi dan monitoring intensif. Sayangnya, populasi menurun drastis sejak awal 1980. Pada 2012, Pemerintah Malaysia memasang 200 kamera jebak di Danum Valley, namun hanya satu individu badak yang tertangkap kamera pada 2014. Saat ini, masih tersisa tiga individu di daerah Sabah, yang berada di Rhino Sanctuary.

“Sama seperti di Malaysia, status populasi badak di Kalimantan memiliki konsekuensi dan risiko populasi kecil menuju kepunahan spesies. Faktanya, populasi badak sumatera menurun drastis dari 1984 hingga 2015. Selama 40 tahun, penyusutan populasi badak sumatera mencapai 90 persen,” ungkapnya pada Lokakarya Sosialisasi dan Perencanaan Konservasi Badak di Kalimantan Timur, di Samarinda, Selasa (14/03/17).

 

Baca: Gairah Kalimantan Timur Menjadi Provinsi Konservasi Badak

 

Populasi badak sumatera memang mengkhawatirkan, sebab jumlahnya menurun, paling tidak stagnan. “Sejak 1995 hingga sekarang, monitoring badak dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Kedua area tersebut, merupakan wilayah yang dilindungi secara intensif. Laporan dan temuan perburuan badak di area dengan proteksi yang instensif tidak ditemukan perburuan badak (rhino zero poaching). Tidak ada laporan atau temuan badak mati di TNBBS setelah 2001 dan di TNWK sejak 2006,” kata Agil.

Dari catatan peneliti, populasi badak sumatera saat ini dinyatakan sangat kritis. Terjadi penurun dari 800 individu pada 1984 menjadi sekitar 72 individu (2015) berdasar penelitian Nardelli (2014) dan PHVA (2015). Tidak ada populasi viabel di semua kantong habitat.

Dengan jumlah yang sedikit itu, lanjut Agil, akan sangat sulit menyatukan perkawinan antara badak jantan dan betina. Sedangkan potensi perkawinan sedarah (inbreeding) meningkat dan tidak menambah jumlah kelahiran. “Populasi badak sumatera yang tersebar dengan populasi kecil atau kurang dari 15 individu per kantong habitat, sangat sulit untuk menyatukan dan mengawinkan badak jantan dan betina. Potensi perkawinan sedarah tinggi, namun jumlah kelahiran sangat rendah,” tambahnya.

Agil menerangkan, yang menjadi faktor utama kepunahan badak sumatera adalah populasi. Selain itu populasi badak juga rawan allee effect, indeks inbreeding tinggi, heterositas genetik populasi rendah, timbul kasus patologi pada saluran dan organ reproduksi hingg potensi muncul gen-gen resesif letal (mematikan) atau morfologi abnormal. “Statusnya sangat kritis, apabila tidak ada tindakan penyelamatan, kepunahan akan benar-benar terjadi.”

 

Iman, badak sumatera betina tersisa yang masih ada di Borneo Rhino Sanctuary, Sabah – Malaysia. Foto: John Payne/BORA

 

Program prioritas 

Badak di Kalimantan dipastikan keberadaannya pada 2013 di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur oleh WWF Indonesia. Populasinya diperkirakan sangat kecil, 3 sampai 12 individu di tiap kantong berbeda yang tersebar di Kutai Barat (Kubar) dan Mahakam Ulu (Mahulu). Diperkirakan, saat ini jumlah badak yang ada di Kaltim hanya 15 individu. Sedangkan jumlah di seluruh Kalimantan, belum diketahui pasti.

“Mereka (badak) ini terpisah tanpa ada akses transfer darah baru atau new blood (genetic exchange) antara subpopulasi. Ini masalah utama,” kata Agil.

Mengenai masalah badak yang ada di Kaltim, Agil melanjutkan, fokus utamanya apakah harus bertahan atau akan punah seperti di Malaysia? Apa yang harus dilakukan untuk mencegah kepunahan?

“Harus ada revolusi konservasi badak guna menghasilkan anak-anak badak. Proteksi, monitoring, penyelamatan populasi dan habitat penting dilakukan.”

Meski demikian, pogram konservasi badak dengan populasi kecil harus menggunakan asesmen saintifik yang sangat berguna untuk menemukan badak tersisa di habitatnya, status reproduksi serta variasi genetik (heterosis) dalam populasi. “Masih adakah populasi yang viable di masing-masing kantong? Viable population adalah populasi terkecil yang dapat bertahan tidak akan punah,” katanya.

Untuk itu, lanjutnya, program prioritas konservasi badak di Kalimantan ini dapat dilakukan.

1. Temukan badak dan lokasinya untuk penyelamatan
2. Lakukan penangkapan dan translokasi badak di kantong habitat dengan populasi tidak viabel
3. Evaluasi status reproduksi dan patologi organ reproduksi badak yang tertangkap
4. Evaluasi genetik individu badak
5. Bangun Rhino Sanctuary (RS) untuk badak yang patologis dan rendah potensi reproduksinya
6. Aplikasi Advance Reproductive Technology pada badak yang tidak mampu bereproduksi alami
7. Proteksi penuh spesies dan habitat
8. Bangun Intensive Protection Zone untuk konsolidasi populasi badak (dengan populasi betina dan jantan dewasa yang potensial reproduksi dan genetik beragam)
9. Diseases surveillance di daerah konservasi badak sumatera

 

Penyelamatan di Kalimantan Timur

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Kaltim, Sunandar Trigunajasa, mengatakan pihaknya telah menyiapkan langkah penyelamatan badak sejak 2015. Di mulai 20 Januari 2015, BKSDA Kaltim telah melakukan pengecekan lapangan dan koordinasi dengan pihak terkait yakni Dishut Kubar, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, WWF dan Dit.KKH, mengenai keberadaan dan kondisi badak di Kubar.

Setelah itu, pada 20 Maret 2015, pihaknya melakukan survei gabungan pendahuluan rencana penyelamatan/translokasi badak di Kutai Barat. “Ada tiga kantong penyebaran, namun hanya terindikasi di kantong 1 dan 3,” ujarnya.

Hasil survei lapangan menunjukkan, rencana area konservasi badak berada di Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL). Di kawasan HLKL dan kantong 1, diyakini berpotensi sebagai habitat badak yang aman juga pengembangan populasi liar. Ini dilihat dari kesesuaian habitat, yakni kelerengan, sumber air, dan potensi keragaman pakan yang mencapai 82 jenis.

Sementara di kantong 3, habitatnya cukup baik (jenis pakan, kubangan aktif, air, dan topografi). Ditemuan jejak, feces, plintiran, gesekan, satlick dan tanda-tanda satwa lain. Namun, dilokasi tersebut memiliki ancaman tinggi, yakni pertambangan, perkebunan sawit, ilegal logging, pencari gaharu dan klaim lahan. Di kantong 3 inilah, temuan foto dan video dua badak.

“Dalam rangka penegakan hukum terhadap kegiatan yang mengancam keberadan badak dan habitatnya, diperlukan kolaborasi berbagai pihak, juga pemerintah pusat dan daerah. Status kawasan juga kurang mendukung pembangunan sanctuary,” ungkapnya.

 

 

Provinsi istimewa

Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), Widodo S. Ramono, mengatakan, badak itu sangat istimewa. Otomatis, wilayah yang ada badaknya juga istimewa. Berbeda dengan satwa lain, badak memiliki siklus kawin yang tidak sering. Untuk menambah populasi, dibutuhkan waktu bertahun lamanya.

“Kenapa saya bilang istimewa, karena badak merupakan satwa lindung spesial. Ketika populasi badak bertambah, itu kabar paling membahagiakan. Sebab, untuk kawin saja tidak gampang. Badak betina tidak selalu menginginkan perkawinan walau bertemu badak jantan. Ketika pertemuan itu, mereka akan berkelahi, cula, tapak, dan kulit bisa terluka,” jelasnya.

Sebagai Provinsi yang didiami badak, Kaltim patut bersyukur. Dengan adanya langkah penyelamatan, diharapkan Kaltim mampu menjadi provinsi yang berhasil menambah populasi badak.

“Badak tidak diam di suatu tempat, selalu berjalan dan terus melangkah. Ancaman aktivitas manusia di hutan membuat badak harus menemukan tempat baru. Mungkin saja, dulunya dia bukan di Kubar, tapi karena ancaman itu ada akhirnya menemukan Kubar sebagai habitat barunya,” pungkasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,