, , ,

Lima Kabupaten dan Kota di Sumut Dihantam Banjir

Kerusakan hutan yang parah di berbagai kabupaten di Sumut, diyakini menjadi penyebab utama banjir.

Lima kabupaten dan kota di Sumatera Utara (Sumut), sejak Sabtu malam-Minggu sore (19-20/10/13), dilanda banjir, yakni, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Langkat.

Banjir terparah di Kota Tebing Tinggi, mencapai dua meter. Ada sekitar 1.500 keluarga atau 6.000 warga ini, terpaksa mengungsi. Salah satu posko pengungsian di Kelurahan Tanjung Marula Hilir, Kecamatan Rambutan dan di Kelurahan Bandar Utara, Kecamatan Tebing Tinggi Kota.

Kalangan pegiat lingkungan menyatakan, penyebab banjir, karena hutan ditebangi dan dirusak. Dwinata Putra, aktivis lingkungan dari Kabupaten Simalungun, mengatakan,  banjir di Kota Tebing Tinggi karena ada kerusakan hutan di Nagori Mariah Dolok, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun. Setidaknya,  lebih dari 348 hektar hutan di daerah rusak parah.

Kabupaten Simalungun, berada di hilir dua aliran sungai besar Kota Tebing Tinggi, yaitu Sungai Padang dan Sungai Bahilang. “Jika ditelusuri dari hilir hingga hulu, ujungnya di Kota Tebing Tinggi, tak nampak lagi hutan lebat sepanjang aliran dua sungai hingga air meluap karena tak mampu menampung debit air cukup tinggi dari hulu.”

Para penjahat hutan yang menebangi kayu itu, mengantongi  izin pemanfaatan kayu tanaman masyarakat (IPKTM). Atas dasar itulah mereka beraksi. Tak ada yang bisa berbuat, termasuk Pemkab Simalungun, maupun penegak hukum.

Namun, J Simbolon, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wilayah III Saribudolok, Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Simalungun, menepis hasil penelusuran aktivis lingkungan itu. Saat ini, katanya, IPKTM tidak sembarangan dikeluarkan. Bahkan, kerusakan hutan mulai diperbaiki, dengan penghijauan. “Jangan disalahkan banjir di Tebing Tinggi ke kabupaten kami dong. Sudah jauh berkurang kok penebangan hutan disini.”

Di Kabupaten Sergai, banjir menggenangi ratusan rumah warga. Ada enam desa terkena banjir, yaitu, Desa Sei Rampah, Desa Firdaus, Desa Sungai Rejo, Desa Pematang Ganjang, Desa Silau Rakyat, dan Desa Cempedak Lobang.

Namun mereka tidak mengungsi, meskipun ketinggian air mencapai satu meter. Puluhan hektar sawah tergenang air bercampur lumpur.  Menurut Indah Dwi Kumala, Kabag Humas Pemkab Sergai, meski tak mengungsi, bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sudah turun dan mendata ke lokasi banjir.

Para korban yang ingin mengungsi juga disiapkan perahu karet. Bantuan logisitik, dan tim kesehatan sudah memeriksa kondisi masyarakat di daerah banjir.

Dia mengatakan, banjir ini karena hujan di hulu dengan intensitas cukup tinggi sejak Sabtu malam hingga Minggu dinihari. Keadaan ini bisa dihindarkan jika normalisasi Sungai Rampah terwujud.

Penggundulan hutan di Kabupaten Simalungun. menyebabkan kala  hujan turun, Kota Tebing Tinggi, dan Kabupaten Serdang Bedagai, terkena banjir. Foto: Ayat S Karokaro
Penggundulan hutan di Kabupaten Simalungun. menyebabkan kala hujan turun, Kota Tebing Tinggi, dan Kabupaten Serdang Bedagai, terkena banjir. Foto: Ayat S Karokaro

Tonggam Damanik, Ketua Kelompok Forum Cinta Bumi Kabupaten Sergai, mengatakan,  penyebab banjir karena imbas dua aliran sungai di Kota Tebing Tinggi meluap. “Tebing Tinggi banjir pasti Sergai kena, karena daerah ini jika dilihat dari topografi sangat berdekatan. Penyebab utama karena penebangan hutan gila-gilaan di Kota Pematang Siantar, dan Kabupaten Simalungun. Mereka di hilir dan imbas di dua kabupaten ini.”

Sergai, memiliki irigasi dan perbaikan lokasi aliran sungai yang baik. Namun, debit air kiriman tinggi hingga irigasi dan sungai tidak mampu menampung.”Persoalan utama penggundulan hutan. Pemerintah harus disalahkan, karena memberikan izin penebangan hutan. Otonomi daerah salah satu faktor. Pemerintah daerah memberikan izin pengelolaan hutan, tanpa melihat efek negatif.”

Di Kota Medan, banjir terjadi di Gang Merdeka, Kampung Aur, Kelurahan Aur dan Kelurahan Maimoon, Kecamatan Medan Maimun. Disini, ratusan rumah tergenang air karena Sungai Deli, meluap. Namun warga sudah terbiasa, walau banjir menggenangi rumah mereka setinggi hampir satu meter buntut hujan deras di hilir Kota Berastagi, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Deli Serdang—hutan daerah ini juga rusak cukup parah akibat penebangan liar.

Di Kota Binjai, banjir di Kecamatan Binjai Timur. Di Kabupaten Langkat, banjir menggenangi rumah warga. Banjir ini karena hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, mulai gundul. “Pelaku pengusaha yang mengantongi izin penebangan hutan produksi. Mereka masuk ke kawasan hutan lindung TNGL. Resapam air berkurang, Kota Binjai dan Kabupaten Langkat, kebanjiran,” kata Daniel Pakulata, Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Muhammadiyah Sumut.

Data Badan Bantuan Hukum Sumut (Bakumsu) dan sejumlah organisasi lingkungan lain, saat ini luas hutan di provinsi ketiga terbesar setelah Jakarta dan Surabaya ini yang rusak akibat terbakar seluas 891 hektar. Dari 891 hektar itu, 123 hektar kawasan hutan lindung dan 764 hektar ladang serta perkebunan rakyat.

Kerusakan hutan lain karena perambahan hutan mencapai 694.295 hektar, terdiri atas hutan lindung 207.575 hektar, kawasan konservasi 32.500 hektar, hutan bakau 54.220 hektar dan hutan produksi 400 ribu hektar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,